Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Sabtu, 26 Mei 2012

Oh, Lady Gaga

Sebenarnya Atah Roy tidak ingin membongkar kisah masa lalunya, sehingga ia membujang sampai saat ini. Peristiwa itu sangat memilukan, bahkan perihnya sampai sekarang masih terasa. Disebabkan peristiwa itu juga, beribu bahkan berjuta kesunyian telah melanda kehidupan Atah Roy. Makan tak sedap, tidur tak nyenyak, pokoknya setelah peristiwa itu Atah Roy seperti rumah tak berpenghuni, rumah kosong. Atah Roy tak ingin mengenang peristiwa itu sedetik pun, namun pada hari ini, orang-orang telah membongkar ‘kubur’ peristiwa masa lalu itu. Luka lama yang belum sembuh benar, kini berdarah kembali. Lady Gaga, sebuah nama yang telah lama menghilang kini muncul kembali di benak Atah Roy.
Mungkin pembaca menganggap Atah Roy bermimpi di siang hari; menampung embun di tengah hari, tapi inilah kenyataan, bahwa sebelum Lady Gaga menjadi seorang super ‘bintang’, Lady Gaga pernah menjalin hubungan asmara dengan Atah Roy. Oh, tak mungkin! Apa yang tak mungkin di atas dunia ini? Selagi ayam jantan masih berkokok, ayam betina masih betelur, maka segalanya masih bisa terjadi.
Itulah sebabnya, ketika Lady Gaga menjadi perbincangan di negeri ini, Atah Roy seperti disembar petir tunggal, berdesuk melantas ke lubuk hati Atah Roy. Bukan Atah Roy mau menumpang populer permasalahan Lady Gaga di negeri ini; mencari kesempatan membesarkan nama. Tapi mendengar nama Lady Gaga disebut-sebut, peristiwa masa lalu bersama Lady Gaga terbentang bak sawah yang padinya akan dituai, bak lautan lepas menyediakan gelombang. Atah Roy tak mampu berdiam diri, semakin berdiam, semakin kenangan itu menusuk-tusuk waktu Atah Roy.
Lady Gaga, waktu itu, masih muda belia. Atah Roy juga. Perkenalan Atah Roy dengan Lady Gaga terasa aneh, tapi nyata. Mereka bertemu dalam mimpi. Seperti kebanyakan remaja yang sedang dimabuk asmara, mereka berdua saling bertukar nomor handphone. Dari sinilah jalinan asmara mereka semakin erat. Kekuatan cinta memang tak terbilang dahsyatnya. Jarak antara Amerika dan Riau, bukan halangan bagi mereka untuk berbalas ‘pantun cinta’. Seminggu sekali, Atah Roy berkunjung ke negeri Paman Sam tersebut. Begitu juga Lady Gaga, seminggu sekali berkunjung ke tanah Lancang Kuning ini. Semua berjalan tanpa ada rintangan. Tidak ada pencekalan, tidak ada perdebatan menyakitkan hati, tidak juge ada pergunjingan yang memerahkan telinga. Berjalan lancar saja, seperti kebanyakan remaja sedang pacaran.
Menurut Atah Roy, Lady Gaga itu memang suka sensasi. Hal ini dilakukan untuk mencari perhatian orang lain. Dengan merebut perhatian orang lain, dia dengan mudah ‘menyeret’ opini orang terhadap dirinya. Semakin banyak orang yang membicarakannya makin terkenallah dirinya. Dan itu dilakukannya semenjak dari kecil.
Sepengetahuan Atah Roy, waktu kecil Lady Gaga yang bernama asli Stefani Joanne Angelina, sudah memiliki keinginan berbeda dengan orang lain. Di sekolah dasar, ketika disuruh main piano, Lady Gaga memainkan piano ambil berdiri di atas kursi. Pada usia remaja, Lady Gaga tetap eksentrik agar berbeda dengan orang lain. Apalagi setelah berkecimpung dunia hiburan, ‘keanehannya’ semakin menjadi-jadi, sehingga dia tetap eksis. Dunia hiburan memang kadang kala menciptakan orang menjadi yang lain.
Disebabkan ‘keanehan’ Lady Gaga inilah Atah Roy dengan terpaksa memutuskan Lady Gaga. Bukan Atah Roy tidak modern, tapi agama yang dipercayai Atah Roy tidak sesuai dengan gaya Lady Gaga. Atah Roy sudah berulang kali pula menyuruh Lady Gaga mengubah penampilannya, namun Lady Gaga tetap pada pendiriannya. Perbedaaan bagi Lady Gaga merupakan eksistensi manusia, jadi tak mungkin diseragmkan semuanya.
Pro dan kontra kedatangan Lady Gaga di negeri ini, sesuatu yang wajar. Pada satu sisi, menurut Atah Roy, gaya Lady Gaga tidak sesuai dengan ajaran agama atau pun adat mayoritas masyarakat Indonesia, makanya kedatangan Lady Gaga ditolak. Namun demikian, Atah Roy berpendapat seharusnya sebelum kita menolak seseorang disebabkan gaya tidak sesuai dengan agama di sini, misalnya pakaian tidak senonoh,kita harus intropeksi diri. Banyak yang dinobatkan sebagai artis di negeri ini, menggunakan pakaian dan bertingkah laku yang dapat mengikis nilai moralitas dan nilai keagamaan generasi muda.
“Tak usahlah aku sebutkan satu persatu name-name artis atau kelompok yang pakaiannye dan juge tingkah lakunya tidak sesuai dengan agame di negeri ini, kite semue sudah tahu,” Atah Roy agak sedikit emosi ketike berjumpe dengan Leman Lengkung.
“Ngape Atah macam orang ngigau aje ni?” Leman Lengkung penasaran.
“Dikau tak bace koran, mane tahu. Seluruh pelosok negeri ini dah heboh dah,” ujar Atah Roy dengan nada tinggi.
“Masalah ape, Tah? Lady Gaga?” Leman Lengkung mulai menangkap kegelisahan Atah Roy.
“Auk. Waktu Lady Gaga belum terkenal, dan masih pacaran dengan aku, tak seheboh ini, padahal berulang-ulang budak Lady tu jumpe dengan aku, tak jadi masalah pulak. Dah terkenal macam ini, semue nak bercakap,” tambah Atah Roy semakin geram.
“Yelah Tah, dulu Lady Gaga tidak jadi pusat perhatian, sekarang ni die artis papan atas dunia, tentu jadi sorotan,” jelas Leman Lengkung.
“Tahu aku tu, tapi tak usahlah dibeso-besokan sangat, lebih banyak masalah di negeri ini yang perlu diselesaikan, bukan masalah Lady Gaga satu aje. Masalah Lady Gaga kecil tu. Sebelum heboh macam ini, Lady Gaga cume budak mude di kota aje yang tahu, tapi sekarang ni, orang tue, mude di kampung juge dah membahas Lady Gaga tu. Makin terkenal, dan makin mewahlah sponsor dan Lady Gaga tu. Saling memanfaatkan nampaknye,” jelas Atah Roy panjang lebar.
“Atah Roy ni, pro atau kontra Lady Gaga ni?” Leman Lengkung mengungkit.
“Tak pro, tak kontra. Kejahatan harus dilawan apepun bentuknye, kebenaran harus ditegakan bukan untuk populeritas,” jawab Atah Roy.
“Tapi ape betul, Atah pernah menjalin hubungan asmara dengan mak cik Lady Gaga tu?”
“Hahahaha… aku bengak aje, kenal pun tidak dengan Lady Gaga tu. Manelah tahu, aku bisa juge terkenal macam Lady Gaga, memanfaatkan suasana yang sedang membara ini,” ujar Atah Roy sambil tersenyum menang.
           

Minggu, 20 Mei 2012

Malam Jum’at


Dari surau yang tidak begitu besar, suara azan menandakan sholat Isya bergema. Atah Roy bergegas menuju surau yang berjarak 500 meter dari rumahnya. Atah Roy berharap sholat Isya berjemaah malam Jum’at ini akan dihadiri banyak warga kampung. Maklum, malam Jum’at merupakan malam penuh berkah. Menurut pengetahuan Atah Roy yang didapat dari membaca beberapa buku atau pun dari mendengar ceramah pakar-pakar agama tentang banyaknya hikmah yang ditaburkan pada malam Jum’at.    
Di perjalanan menuju surau, Atah Roy heran. Jalan sepi, tak ada tanda-tanda orang menuju ke surau. Dalam hati Atah Roy berbisik, mungkin orang-orang sudah berada di surau. Untuk itulah, Atah Roy mempercepat dan mempebesar langkahnya, agar cepat-cepat sampai ke surau. Sampai di surau, Atah Roy tak melihat orang-orang di dalam surau. Azan yang didengungkan Dolah Kelip, hampir selesai. Dengan kecurigaan yang mendalam, Atah Roy masuk ke dalam surau.
Azan selesai. Dolah Kelip, lelaki sebaya Atah Roy, meletakkan standmic dekat sejadah imam. Kemudian Dolah mengambil posisi di sap makmum. Atah Roy memperhatikan tingkah Dolah Kelip yang selambe, tak peduli dengan datang-tidaknye orang kampung untuk mengerjakan sholat Isya berjemaah malam Jum’at ini. Dolah Kelip langsung melaksanakan sholat sunat sebelum Isya. Atah Roy pun mengerjakan sholat sunat.
Selesai mereka melaksanakan sholat sunat, orang-orang kampung belum juga datang. Atah Roy melirik ke Dolah Kelip yang berdiri mau melaksanakan qhomat.
“Kite tunggu jemaah lain?” pertanyaan Atah Roy memecah kebekuan dalam surau.
“Tak akan ade orang datang, cayelah cakap aku,” ujar Dolah Kelip sambil meluruskan sap.
“Manelah tau, dalam lime menit ni, ade yang datang,” Atah Roy menawarkan gagasannya untuk menunggu jemaah lainnya.
“Yelah, kite tunggu lime menit,” Dolah Kelip duduk kembali. Mulut Dolah komat-kamit, membaca ayat-ayat pendek.
Lima menit telah berlalu. Tak ada tanda-tanda jemaah malam Jum’at di surau ini akan bertambah. Atah Roy memandang ke pintu masuk surau, cuma gelap tersergam di luar surau. Suara-suara binatang malam bertengkah menyulam hitam pekatnya malam. Harapan Atah Roy pun sirna. Atah Roy berdiri. Dolah Kelip melihat ke arah Atah Roy.
“Kite tunggu lagi?” tanya Dolah Kelip seakan mengejek Atah Roy.
“Tak perlulah,” jawab Atah Roy, kemudian Atah Roy langsung qhomat.
Sholat Isya pun telah selesai dilaksanakan di surau yang hanya berisi dua orang itu. Makmum, Atah Roy, menyodorkan tangannya ke imam, Dolah Kelip. Mereka bersalaman setelah doa selesai. Atah Roy memandang Dolah Kelip dengan dengan raut muka penuh pertanyaan. Sementara Dolah Kelip santai saja.
“Kenape setiap malam Jum’at, orang-orang engan sholat Isya berjemaah, Lah?” Atah Roy tak mampu menahan pertanyaannya di dalam hati.
Dolah Kelip berdiri, lalu menggulung kain putih yang dijadikan sap untuk makmum. Sambil menggulung kain itu, Dolah Kelip tersenyum ke arah Atah Roy. Atah Roy bertambah penasaran.
“Ngape pulak engkau tersenyum, Lah?”
“Ini malam Jum’at kan?” balik Dolah Kelip bertanya.
“Ye, malam Jum’at,” Atah Roy menjawab.
“Malam Jum’at, orang takut keluar rumah,” ujar Dolah Kelip tanpa beban.
“Ape pasal?” Atah Roy tambah penasaran.
“Orang takut hantu.”
“Astaqfirullahalazim. Ape yang engkau cakapkan ni, Lah?”
“Betul, kalau engkau tak percaye, pergilah ke rumah-rumah warga. Tanye satu persatu, ngape mereke engan ke surau malam Jum’at ni,” jelas Dolah Kelip.
“Ape pasalnye mereke takut?” buru Atah Roy.
“Sebabnye banyak nonton televisi,” jawab Dolah Kelip pasti.
“Ngape pula bisa jadi macam tu?”
“Dikau tenguk sendirilah, semue stasiun televisi di republik tercinta ini, menayangkan acara hantu pade malam Jum’at ni. Mulai dari cerite hantu, sampai wawancara tentang masalah hantu. Malam Jum’at disulap jadi malam mengaruknye para hantu. Aku tak taulah ape hendak pemilik stasiun televisi di negeri ini, menayangkan acara hantu pade malam Jum’at. Padahal malam Jum’at, malam penuh berkah. Entahlah, orang kite ikut-ikut pula percaye,” jelas Dolah Kelip agak emosi.
“Ye pulak ye. Suailah setiap malam Jum’at, Leman Lengkung tak kelou umah, asik depan tv lengkap dengan peralatan tidou, bantal dan selimut tebalnye. Ini gawat ni, Lah, kite harus cepat mengubah pandangan ini,” Atah Roy cemas.
“Nak mengubah macam mane? Tv tu lebih perkase dibandingkan kite. Tv dah jadi berhale di zaman modern ni, ape yang ditayangkan di tv, orang percaye” Dolah Kelip makin geram.
“Jadi, ape nak kite buat?” Atah Roy kehilangan kecerdasannya.
“Kite buat stasiun televisi baru, dan kite kemas acara menarik berlandaskan ajaran agama,” jawab Dolah Kelip pasti.
“Mane nak cekau duit, Lah? Mahal tu?”
“Cekau-cekau ah, cekau-cekau ih ajelah,” ujar Dolah Kelip lagi. “Dahlah Roy, mari kite balik. Kite doakan ajelah ade orang kaye di negeri ini buka stasiun televisi yang peduli dengan agama,” tambah Dolah Kelip.
“Tapi…,”
“Tak usah pakai tapi lagi, Roy, pening kepale kite kang,” Dolah melangkah ke arah pintu surau. Atah Roy mengikutinya.
“Mampus aku balik ni kang, jalan menuju rumah aku gelap betul,” bisik Atah Roy dalam hati. Atah Roy teringat film tengah malam Jum’at kemarin. “Mak e…”