Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Rabu, 28 September 2011

Surat Menggadai Negeri


“Roy, aku tahu dikau marah pade aku, karena aku tak mampu memberikan yang terbaik untuk negeri ini. Aku salah selame ini Roy. Aku pikir, kekuasaan akan mampu menciptakan taman keriangan bagi aku dan juga rakyat banyak. Rupenye untuk berkuasa, kita harus membunuh hati nurani, karena kekuasaan di zaman sekarang ini bukan dinilai dari keikhlasan, kasih sayang dan intelektualitas, tapi dinilai dari berape banyak duit yang kite punye.

Dikau tahukan Roy, keadaan aku sebelum menjadi orang penting di negeri ini kan? aku di lahirkan dari orang tua yang tidak memiliki apa-apa, selain kasih sayang. Ebah hanya nelayan di sungai. Untuk mencukupi kebutuhan keseharian, emak terpakse monereh getah milik Pak Jamal, yang upahnye tak seberape. Orang tue aku tidak pernah mengeluh. Tiap waktu mereka bergelut dengan kemiskinan, namun mereka tidak pernah memperlihatkan penderitaan di depan anak-anak mereka. Mereka mampu menyembunyikan kepedihan itu, namun aku tahu betape sakitnye mereka memendam hal itu di dalam hati. Aku pernah melihat ebah menangis pada malam hari, karena beban hidup yang semakin berat. Emaklah yang membesar-besarkan hati ebah, sehingga ebah tegar menyulam hidup kembali.

Roy, jangan kau berpikir bahwa aku tidak pernah melihat ke belakang; mengenang mase lalu aku. Masih terbayang Roy, bagaimane kedue adik aku meninggal disebabkan busung lapar. Kami tak punye duit nak membawa adik-adikku ke puskesmas, jangankan untuk berobat, untuk makan saje kami kekurangan. Dan aku masih ingat bagaimane mayat ebah aku di temukan di laut, sebulan setelah kedue adikku meninggal. Aku tak kan melupekan semue itu Roy. Itu sejarah hidup aku yang senantiase aku simpan dalam hati ini.

Dikau tahu kan Roy, kenape aku pergi dari kampung, setelah emak aku meninggal? Satu tahun emak aku terbaring di tempat tidur yang hanye beralas tikar pandan. Dikau tahu juge kan penyebab emak aku sakit? Keperkasaan emak aku, rupenye rubuh juge. Die tak sanggup menanggung malu dituduh mencuri getah milik Pak Jamal. Bagi emak aku, kemiskinan yang menghantam hidup kami, bukan alasan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan agama. Merugikan orang lain, bukanlah jiwanya.

Bukan aku tak mengenang semue peristiwa yang pernah aku lalui selame ini, Roy. Aku mengenang semuenya, peristiwa itu adalah diri aku. Namun peristiwa itu tak bisa menjadi kekuatan aku untuk menghidar dari serangan keserakahan dan ketamakan yang ade dalam diriku.

Pade awalnye aku berpikir bahwa dengan memiliki kekuasaan, aku akan mampu mengubah orang-orang yang mengalami nasib seperti aku dahulu. Tapi nyatenye, untuk mendapatkan kekuasaan, aku harus membuka ruang kelemahan di hatiku. Aku pun mulai mengumpulkan duit dari kerje aku sendiri, maupun dari beberapa kawan yang menganggap aku mampu jadi penguasa di negeri ini. Kawan-kawan aku yang notabene pengusaha ‘gelap’, terus mendorong dan memberi pinjaman duit dalam jumlah besar. Duit yang mereka berikan kepada aku merupakan pinjaman yang harus aku kembalikan dengan jaminan mereka akan menguasai beberapa proyek di negeri ini.

Aku memang betul-betul jauh tersesat, Roy. Aku memang jadi penguasa di negeri ini, tapi aku tak mampu berbuat apa-apa. Segala keinginanku untuk mengubah nasib orang-orang yang sama seperti aku dahulu, dikalahkan dengan kehendak orang-orang yang membantu aku jadi penguasa. Mereka benar-benar menciptakan aku seperti robot yang menjalankan segala keinginan mereka. Benar apa yang dikatakan emak aku “Walaupun kita miskin, jangan sesekali berutang kepada orang lain.”

Maafkan aku Roy. Aku dengan terpakse melakukan kehendak yang bukan berasal dari hati. Dan aku terpaksa menggadai negeri ini, karena aku bukanlah aku. Aku adalah jelmaan kekuasaan orang yang tamak dan serakah.

Sekali lagi, maafkan aku, Roy.”

Atah Roy tersandar di kursi yang dibuatnya 3 tahun yang lalu, sementara surat dari Karim Bakau didekap di dadanya. “Ngapelah dikau macam ini, Rim. Tak sangke aku, rupenye dikau lebih susah dari aku,” ucap Atah Roy dalam hati.

Leman Lengkung masuk terengah-engah. Di tangannya ada surat kabar. Atah Roy tidak memperdulikan Leman Lengkung. Atah Roy masih membayangkan wajah Karim Bakau. “Elok dikau menjual kayu bakau untuk dijadikan kayu api, dibandingkan dikau menjual negeri ini, Rim,” kata Atah Roy, masih dalam hati.

“Tah, negeri kite dah tak tentu arah,” Lemang Lengkung terbata-bata.

Atah Roy melihat Leman Langkung dengan mata yang tak bersemangat. Melihat Atah Roy seperti itu, Leman Lengkung menyodorkan surat kabar di tangannya.

“Bace Tah, penguasa negeri kite di penjara, gara-gara proyek banyak masalah,” Leman Lengkung masih terengah-engah.

Atah Roy mengambil surat kabar dari tangan Leman Lengkung. Di halaman muka surat kabar itu terpampang wajah yang sangat ia dikenal. Atah Roy menggelengkan kepale, tiba-tiba air matanya mengalir ke pipi. Atah Roy teringat Karim Bakau kecil, menoreh getah, membantu emaknya di kebun Pak Jamal, tanpa mengenakan baju.

“Ngape Atah nangis? Kenal tidak, saudare tidak, tibe-tibe menangis. Orang macam itu, pantas mendapat hukuman, Tah,” ujar Leman Lengkung.

Atah Roy berdiri dan matanya menatap tajam ke Leman Lengkung. “Sekali lagi dikau bercakap macam itu, aku terajang dikau!” kata Atah Roy langsung meninggalkan Leman Lengkung. Leman Lengkung terdiam seperti patung, cuma matanya saja yang bergerak melihat kepergian Atah Roy masuk ke kamar sambil memegang selembar kertas surat. (Foto dari forum.vivanews.com)

Minggu, 18 September 2011

Celana Di Pintu WC


Jangan bertanya tentang negeri ini kepadaku

Sebab celana di pintu wc itu, telah lama tergantung tak bertuan

Setahun yang lalu, sang pemilik celana menghayal membangun istana

Memimpikan anak-anak memetik kedamaian di taman kasih sayang

Terbang dengan sayap senyum dan menyemai mimpi

Tapi badai menyapanya “kau terlalu ikhlas untuk berkhayal”

Celana di wc itu, telah lama kehilangan tuannya

Mengembara di bilik pembuangan ini, menyesatkannya tentang negeri

Satu per satu kepercayaan berjatuhan bersamaan kotorannya

Tiada yang tersisa, kecuali bau yang semakin menyengat penciuman

“Kau makan segala kotoran, kan menjadi kotoran juga”

Celana di pintu wc itu adalah bukti, kau kehilangan negeri

Kau juga kehilangan keberanian menatap kepura-puraan

Semua peristiwa menjadi pisau, menusuk naluri

Membenam hati ke ceruk sunyi

Lakon ini, semakin mengarah kepada tragedi

“Segala kehendak adalah pemaksaan dari kekuasaan”

Di pintu wc, celana tak bertuan itu ingin berkisah

“Mungkin tempat yang paling bersih berkhayal tentang kebenaran adalah jamban”

Jumat, 16 September 2011

Tun Fatimah


    Nama Tun Fatimah mendadak heboh di tengah dominasi laki-laki yang menganggap mereka sebagai superior dalam segala keputusan menjalankan pemerintahan. Peristiwa ini terjadi pada masa kerajaan Melaka yang diperintah oleh Sultan Mahmud pada abad ke 16. Disebabkan lelaki menganggap memiliki kekuasaan penuh maka Sultan Mahmud membunuh seluruh keluarga Tun Fatimah, termasuk suami Tun Fatimah. Cerita ini bermula ketika ayahanda Tun Fatimah datang menyembah bersama Tun Fatimah ke hadapan Sultan Mahmud. Ayahanda Tun Fatimah, yang juga pembesar kerajaan, mengabarkan bahwa putrinya Tun Fatimah sudah menikah. Di hadapan sultan itulah tiba-tiba angin berhembus dan bertiup ke selendang yang digunakan Tun Fatimah. Selendang tersingkap dan wajah Tun Fatimah mendarahkan hati Sultan Mahmud. Sultan Mahmud pun menaruh pekenan sangat akan Tun Fatimah. Siang malam wajah Tun Fatimah bermain di ingatan Sultan Mahmud. Tak tahan memendam asmara untuk memiliki, Sultan Mahmud pun mengeluarkan perintah memusnahkan seluruh keluarga Tun Fatimah, kecuali Tun Fatimah yang kelak diperistri Sultan Mahmud. Tak ada daya bagi Tun Fatimah, dia dengan terpaksa menjadi permaisuri Sultan Mahmud. Namun Tun Fatimah bukanlah sembarangan perempuan, dia mengetahui lubuk luka seorang raja, dia pun menggugurkan kandungan setiap kali benih Sultan Mahmud bersemai di kandungannya. Maka Sultan Mahmud tidak memperoleh keturunan dari seorang permaisuri untuk melanjutkan kekuasaan sebagai sultan.
Ketegaran Tun Fatimah tak pernah berakhir; disaat Melaka diserang Protugis, Tun Fatimah mengangkat senjata. Bagi Tun Fatimah cinta pada tanah air melebihi duka yang telah diciptakan oleh Sultan Mahmud. “Aku berperang bukan karena sultan, tapi aku berperang karena aku cinta tanah tumpah darahku,” Tun Fatimah memang tegar. Berikut petikan wawancara khayal yang dilakukan oleh Atah Roy dengan Tun Fatimah, sang perempuan perkasa dari Tanah Melayu.
Atah Roy       : Mengape Anda rela mengangkat senjate melawan Protugis, padahal Sultan Mahmud telah membunuh seluruh keluarge Anda?
Tun Fatimah   : Anda telah menulis di atas, untuk ape hambe menjawab lagi.
Atah Roy        : Ini penting sebab pembace ingin mengetahui hal yang sebenarnya keluar dari mulut Anda.
Tun Fatimah  : Hahaha... Anda ini lucu. Di atas Anda telah mengutip langsung kalimat hambe, untuk apelagi hambe jelaskan.
Atah Roy       : Baik, karene Anda tidak mau mengatekan, make saye simpulkan Anda berjuang karene panggilan negeri.
Tun Fatimah   : Tepatnye, panggilan hati nurani.
Atah Roy      :  Tak mungkin. Anda pasti tidak dapat melupekan kebejatan Sultan Mahmud telah membunuh seluruh orang yang Anda cintai.
Tun Fatimah   : Anda jangan memandang hambe sebagai seorang perempuan lemah yang terbawa oleh sampan luke dalam mengarungi kehidupan ini. Tiade yang paling pedih bagi seorang lelaki, tatkala perempuan yang ia cintai menghempaskan benih yang kelak dapat melanjutkan kekuasaannye. Hambe berjuang bukan untuk sultan, tapi untuk Tanah Melayu.
Atah Roy       : Tapi ape yang telah diberikan Tanah Melayu melalui kekuasaan Sultan Mahmud untuk Anda? Cume derite, kan?
Tun Fatimah   : Anda ni pernah sekolah tidak?
Atah Roy        : Hai, kenape pulak bertanye macam tu?
Tun Fatimah   : Hambe yang tak sekolah ini saje tahu; bahwa tiade yang paling berharge di atas bumi ini, selain dapat membuktikan diri kite berbakti kepade tanah kelahiran.
Atah Roy        : Nasionalisme yang berkelebihan. Mane ade orang berjuang tanpe ade udang di balik batu?
Tun Fatimah   : Orang macam Andalah yang menghancurkan negeri ini. Hambe tak mengerti, mengape ade orang seperti Anda hidup di dunia ini. Seharusnye Anda dihukum pancung, agar pemikiran Anda tidak menular kepade generasi setelah Anda.
Atah Roy        : Saye bercakap beralaskan fakta. Anda saje yang tidak pernah membaca surat kabar.
Tun Fatimah   : Surat kabar? Surat kabar itu ape?
Atah Roy        : Oooo... maaf. Saye terbawak emosi tadi. Anda kan hidup jauh sebelum saye. Saye hidup abad 21 sedangkan Anda hidup abad 16. wajar sajelah Anda tak paham.
Tun Fatimah   : Hambe bertambah tak mengerti ape yang Anda cakap kan ni?
Atah Roy        : Tak apelah. Memang percakapan kite ini membuat kite tak paham. Lebih baik kite kembali kepade permasalahan semule. Boleh agaknye?
Tun Fatimah   Ok, no problem.
Atah Roy        : Mak, bahase orang kulit putih ye?
Tun Fatimah  : Cis, jangan Anda ucapkan orang kulit putih di depan hambe, berbulu telinge hambe mendengarkannye.
Atah Roy     :  Baik... saye paham. Sekarang saye nak bertenye kembali. Bagaimane Anda, sebagai perempuan, bisa membagi antare cinte tanah air dan cinte keluarge.
Tun Fatimah   Ini baru pertanyaan yang mantap. Bagi saye, perempuan dan lelaki same saje memaknai cinte, baik cinte kepade keluarge, maupun cinte terhadap tanah air. Tanah air adalah keluarge, keluarge adalah tanah air.
Atah Roy        Tapi bagaimane kalau pemilik tanah air memusnahkan keluarge kite?
Tun Fatimah   Pukulan paling berat yang harus hambe pikul, tapi hambe harus memilih, Tanah Melayu harus bebas dari penjajah. Memang terdengar terlalu heroik, bagi hambe kematian Tanah Melayu lebih pedih dibandingkan dengan kematian saudare hambe.
Atah Roy        Menurut kabar yang disampaikan oleh angin, katenye ketike berperang melawan Protugis, Anda mengangkat senjata di samping Sultan Mahmud? Bagaimane perasaan Anda saat itu?
Tun Fatimah :   Lawan penjajah!
Atah Roy        Bagi Anda Sultan Mahmud bukan penjajah?
Tun Fatimah :   Pertanyaan yang menyebak, ini yang hambe suke. Setiap keinginan yang mau menguasai orang lain adalah penjajahan. Hambe telah melumpuhkan Sultan Mahmud dengan tidak memberi keterunan kepadenye.
Atah Roy        Perbuatan itu tidak sepadan dengan perbuatan sultan terhadap Anda?
Tun Fatimah   Menurut siape?
Atah Roy        Menurut saye.
Tun Fatimah   Membunuh harapan seseorang tentang masa akan datang lebih menyakitkan.
Atah Roy        Sultan telah membunuh harapan Anda tentang masa depan dengan membunuh saudara dan suami Anda?
Tun Fatimah  :  Betul. Hambe tak dapat mengelak kenyataan ini. Kematian orang-orang yang hambe cintai, mengubur harapan hambe. Sebagai balasan terhadap sultan, hambe membuat sultan menunggu harapan yang hambe kubur bersame kamtian saudare hambe.
Atah Roy        Saye tak paham maksud Anda?
Tun Fatimah   Inilah kelemahan para kaum lelaki, mereka selalu minta sesuatu yang jelas, padahal sesuatu yang jelas itu membuat orang menjadi bodoh.
Atah Roy        Jadi Anda menganggap saye bodoh?
Tun Fatimah   Ye, kenape! Anda marah!
            Melihat Tun Fatimah melototkan matenye, Atah Roy ketakutan. Dengan serba salah tingkah, Atah Roy minta diri dan lari terbirit-birit. Dalam benak Atah Roy terbayang Tun Fatimah sedang menghunus pedangnya menentang Protugis dan Sultan Mahmud. Sementara Tun Fatimah senyum menyaksikan Atah Roy lari tungang lagang.
Tun Fatimah    Padahal aku bukan Tun Fatimah, name aku Puan Jaimah. Hahaha... kasihan wartawan tu, tertipu die.


Embong Fatimah


Pimpinan perempuan dari Tanah Melayu

Pada abad ke 19, kerajaan Riau Lingga pernah dinahodai oleh perempuan. Masa jambatannya memang tidak lama, lebih kurang 2 tahun. Namun demikian, pada hari ini pristiwa tersebut layak direnungkan kembali. Rupanya di tengah derasnya gerakan ‘perempuan perkasa’ orang Melayu telah terlebih dahulu memacak momentum ‘perempuan boleh’. Embong Fatimah nama perempuan itu, sultanah dari keturunan Sultan Mahmud Muzafarsyah yang dengan ikhlas melentakkan jabatannya sebagai sultanah, karena menghargai fatwa ulama Aceh dan Mekkah; perempuan tidak boleh menjabat sebagai pimpinan kerajaan. Lantas apakah Embon Fatimah ‘membunuh’ keperkasaannya. Berikut ini petikan wawancara khayal Embong Fatimah (E.F) dengan Atah Roy.

Atah Roy       :  Setelah meletakkan jabatan sebagai Sultanah Riau Lingga, katenye Puan tak pakai keluar dari umah. Ape betol tu?
E. Fatimah     :  Taklah. Hamba tetap menjalankan tugas sebagai warga kerajaan yang baik.
Atah Roy       :  Maksudnye?
E. Fatimah     :  Sebagai seorang istri, hamba berkewajiban menumbuhkan kasih sayang di keluarga hamba. Hamba menuangkan segala pemikiran untuk mendukung suami hamba dalam menjalankan tugas kerajaannya. Selain itu, hamba juga mendidik anak-anak hamba bagaimana menjadi orang yang berguna di tengah masyarakat. Itulah tugas hamba yang paling berat, dibandingkan menjadi pimpinan kerajaan.
Atah Roy       :  Ngape pulak macam tu?
E. Fatimah     : Tugas pimpinan hanya memerintah dan menilai, sementara tugas seorang emak mengajak, mencontohkan, memimbing dan mengingatkan suami dan anak setiap saat agar memberi yang terbaik untuk kerajaan.
Atah Roy       : Sebagai Sultanah, puan kan bisa mengatur semuanya? Lagi pulak Sultanah itu kan ‘air ludahnye’ masin. Ape yang die cakap, make akan terwujud?
E. Fatimah     : (Tersenyum) Menjadi pimpinan kerajaan itu bukan kehendak hati pimpinan yang harus diwujudkan, tetapi kehendak orang banyak atau masyarakat yang harus diwujudkan. Kerajaan itu bukanlah milik pimpinan. Pimpinan hanya mendapat amanah untuk menyejahterakan orang banyak.
Atah Roy       :  Boleh saye tahu...
E. Fatimah     :  Apa salahnya. Semakin banyak Tuan Hamba tahu, makin baguslah.
Atah Roy       :  Ini maaf dulu puan...
E. Fatimah     :  Tak apa.
Atah Roy       :  Berape duit yang puan habiskan untuk duduk menjadi pimpinan kerajaan?
E. Fatimah     :  Duit? Duit apa?
Atah Roy       :  Duit sosialisasi alias kampanyelah.
E. Fatimah     : Duit seharga seikat kangkong pun tak pernah saya keluarkan. Saya dipilih berdasarkan musyawarah dan diminta oleh rakyat.
Atah Roy       :  Oooo...
E. Fatimah     :  Mengapa awak bertanya seperti itu?
Atah Roy       : Tak ade. Di negeri saye, kalau nak jadi pimpinan atau duduk sebagai dewan kehormatan, harus punye duit berguni-guni. Ade duit, jadi ape pun bisa, walaupun hotaknye bangang.
E. Fatimah     :  Ah... Masa’?
Atah Roy       :  Auk deeeehhhh....

Kamis, 15 September 2011

Orang Riau Juara Maraton Se Dunia


     Banyak orang tidak tahu, bahwa di Riau mempunyai atlit maraton terhandal di dunia. Beliau dengan kecepatan yang luar biasa memukau ribuan bahkan jutaan pasang mata manusia di dunia ini. Namun demikian, beliau tidak pernah mengembar-ngembor kehebatannya, apalagi mintak bonus atas prestasinya. Tidak sama dengan atlit sekarang ini, baru mendapat perunggu dah macam ayam betine berkotek mintak dihargai. Maaf, tak elok bercakap mengenai keburukkan orang de.
     Untuk menyelidik kebenaran itulah, beberapa wartawan dalam mau pun luar negeri sibuk mencari sumber di Riau. Selidik punye selidik, rupa-rupanya orang Riau yang mencatat sejarah olah raga dunia itu berasal dari Bengkalis. Tentu saudara-saudara tahu kan orangnya? Kalau tak tahu, besok pagi siap-siaplah menyediakan kain putuh untuk kain kafan, alias pendek umur.
    Singkat mukadimah, segerombolan wartawan itu pun menyerbu Bengkalis, untuk mencari Yung Dollah. Penat wartawan mencari Yung Dollah, namun Yung Dollah tidak juga ditemukan. Untuk melepas penat mereka, para kuli disket itu pun beristrirahat di sebuah kedai kopi di pasar Bengkalis. Mereka duduk-duduk sambil menghirup kopi. Salah seorang wartawan dari Prancis bertanya kepada salah seorang masyarakat tempatan yang juga sedang mengopi di kedai kopi itu dengan menggunakan bahasa Prancis. Tapi maaf, para pembaca, kalau ditulis dalam bahasa Prancis, tentu mike tak ngerti, sebab penulis juge tak mengerti. Tak sabo lagi nak dengo wawancara itu? Nga, bacelah sepuas hati wawancara wartawan Prancis dengan masyarakat tempatan, tak lain tak bukan adalah Yung Dollah di bawah ini:
     Maaf Pak, Bapak kenal dengan Yung Dollah?
    Ape pulak tak kenal, die tu kan orang yang sangat terkenal di seantaro dunia ini. Selain itu, die juge orang yang paling ganteng di dunia. Kalau tak kenal die, alamat hidup orang tersebut tak selamat.
    Jadi Bapak tahu dimana dia berada sekarang ini?

    Eee...lebih dari tau. 
     Bisa Bapak tunjukkan kepada saya?

     Bisa beno.
     Kalau begitu, kita pergi sekarang juga Pak?

     Dikau ni tak nyabo-nyabo, macam kere tecolik belacan pulak.
    Ini penting Pak. Kalau saya tidak dapat mewawancarai Yung Dollah, maka saya akan dibuang kerja.
    Eng alah, sian Dikau ni ye. Muke lawo, tapi penakut.
    Pak tolonglah, Pak.

    Baik aku kasi tahu, tapi bayo kopi aku ni ye?
    Ya Pak.

   Akulah Yung Dollah tu. Dikau ni tak kenal pulak dengan aku, padahal waktu Dikau kecik dulu aku nilah yang meneman Dikau main congkak.
    (Wartawan Prancis terkejut). 
Jadi Bapak Yung Dollah? Auuuuu...

    Dikau kene ape? Kene sawan babi?
    Tidak Pak. Orang Prancis kalau kaget seperti itu. Pak jangan kasi tahu kepada wartawan lain, ya.
     Kenape pulak?
    Wawancara ini sangat penting. Jadi kalau yang lain tahu, maka tidak jadi kejutan lagi wawancara ini dan koran kami cume laku di negeri kami saja. Kalau mereka tidak tahu, otomatis koran kami dicari-cari orang di dunia.

     Oooo, kalau begitu, aku mintak kopi lagi ye?
     Terserah Yung sajalah. Bisa kita mulai wawancara kita ini Yung?

     Siapa pulak melarang! Kalau ade orang melarang Dikau bercakap dengan aku, kasi tahu aku!
     Maksudnya, kita mulai wawancara kita ini, Yung.

   Aku dari tadi dah siap dah, Dikau aje belum bertanye kepade aku. Pakakallah Dikau ni budak Prancis, kalau budak Bengkalis dah aku lempang dah. Cepatlah mulai, jangan tergangge aje!
     Ba...ba...baik Yung. Betul Yung pernah ikut lomba maraton se dunia?

     Ee, betulah, ape pulak tak betul. Dari siape Dikau tau?
     Dari kawan Yung, Muhammad Ali.

     Ali, Ali. Dah aku cakap jangan beritau orang lain, tapi dicakap die juge. Budak tu palinglah. Ape lagi kate Ali pade Dikau?
    Kata Muhammad Ali, waktu itu Yung juaranya. Apa betul Yung?

  Aku sebenonye malas menceritekan kehebatan aku mase lalu, tapi karene Dikau bertanye, terpakselah aku jawab. Betul kate Ali tu, tak salah lagi. Waktu itu umou aku, kalau tak salahlah, bau 17 taun. Ratu Elizabat II langsung memberikan surat lombe tu kepade Yung.
     Ratu Elizabit kenal dengan Yung?

   Ape pulak tak kenal. Die tu kan kawan akrab same almarhumah mak. Seminggu sekali, Elizabit tu datng ke Bengkalis mencari udang pepai. Kate Elizabit, die seminggu sekali harus makan sempolet dan sompolet tak pakai udang pepai tak sedap. Sebab itulah die ulang-alik ke Bengkalis ni. Kalau die sibuk, almarhumah maklah yang nganto udang pepai ke Inggris.    Pakai apa almarhumah mak Yung ke Inggris?
    Ai, Dikau tak tau de? Kami tu dulu punye kapal selam, tapi karene selalu Yung main buat jung (kapal main-mainan) depan parit umah Yung, kapal selam tu pun berkarat. Sekarang kapal selam tu dah diambik Elizabit lagi untuk cucu-cucu die main jung di depan istana mereke. Apa nak cakap, tuannye mintak, tentulah kami kasi. Sebenonye Dikau nak nanye hubungan keluarga Yung dengan Ratu Elizabit atau nak nanye Yung ikut lombe maraton?
    Sebanarnya semua cerita Yung mau saya tanyakan, tapi karena waktu terbatas cukup saja tentang maraton itu, Yung. Di negara mana lomba maraton itu diadakan, Yung?

     Di negara...kejap ye, aku lupe. Nga...aku ingat, di negara Afganistan. 
     Afganista? Kenapa surat lomba itu diantar oleh Ratu Elizabit?

    Kisahnye panjang tu, tapi Yung singkatkan aje. Waktu perang dunie kedue, di Bengkalis ni payah buat KTP. Yung pening dan Yung cakap same almarhumah mak Yung, waktu itu almarhumah mak sedang nyulam dengan Ratu Elizabit di planto umah Yung. Yung pun memberanikan diri bercakap kepade almurhumah mak, “Mak, Dollah pening tak ade KTP ni Mak. Kalau ada pemeriksaan oleh tentara, matilah Dollah Mak”.
     Mendengo Yung bercakap seperti itu, Ratu Elizabit jadi ibe. “Kenape Dikau tak buat KTP?”
Yung jawab “Di sini kertas untuk buat KTP tak ade de Mak Ngah. Kalau pun ade tige tahun sekali baru ade.” Mendengo penjelasan Yung, Ratu Elizabit pun teangguk-angguk tande memahami kate-kate Yung. Die pun berdiri mendekati Yung dan die becakap “Kalau begitu, buat aje KTP di Inggris, bio Mak Ngah urus.” Yung pun senang bukan main. Mungkin sebab itu agaknye surat lombe maraton tu dikirim ke alamat Ratu Elizabit.
 
     Lama tidak buat KTP di Inggris, Yung?

     Dikau ni nak nanye masalah maraton tu dak?
    Ya, ya. Tapi bagaimana Yung bisa jadi juara? Sementara banyak negara mengirimkan atlit-atlitnya yang hebat-hebat.
    Masalah itu sepelenye. Yung kan banyak kenalan di Afganistan. Orang pertame yang Yung jumpe adalah Osama Bin Laden. Yung ceritekanlah bahwa Yung akan ikut lombe maraton se dunia, jadi tolong diatur bagaimane carenya orang Indonesia bisa juara di sane.
     Apa yang dilakukan Osama, Yung?

    Dikau ni itulah salahnye. Belum aku selesai bercakap, Dikau dah bertannye lagi. Dengo Yung cakap sampai selesai baru Dikau tanye.
     Ya, ya Yung.

Kan macam tu bagus. Pada hari lombe diadekan, semue anak buah Osama Bin Laden menyamar jadi panitia dan mereke satu persatu mendekati peserta negera lain. Mereke membisikkan ke telinge masing-masing peserta...
     Ape bisik mereka, Yung?

     Dah Yung cakap, jangan potong cakap Yung!
     Maaf Yung.

    Bisik mereka ke telinge masing-masing peserta “Awas. Yung Dollah harus juara, kalau tidak, make mike mati kami tembak.” Dengan longlai mereke berlari. Nenguk mereke macam itu, Yung pon lari macam peleset, rase-rase Yung, Yunglah pelari paling laju. Itulah sebabnye Yung juara maraton se dunia 
     Ada buktinya Yung?

Adelah, apelak tak ade. Kalau tak percaye mari kite ke umah Yung, nenguk piala tu dijadikan penepok batminton oleh cucu Yung.

Orang Riau Kecewa Dengan Sumpah Pemuda


     Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 itu, merupakan tonggak sejarah bergabungnya pemuda-pemudi Indonesia. Pemuda-pemudi Indonesia yang tidak kenal-satu dengan lain sebelumnya, pada masa itu diikat dengan sebuah sumpah; bertanah air satu tanah air Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia dan berbangsa satu bagsa Indonesia. Pada saat itu semua perbedaan dilucuti, warna kulit, bentuk rambut, bahasa dan suku bukan merupakan penghalang untuk mewujudkan persatuan. Pemuda-pemudi dengan semangat persatuan mengusung keinginan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung perbedaan tetapi tetap satu.
Di tengah hiruk pikuk melaungkan persatuan itu, tertorehlah sejarah kecil, namun memiliki daya ledak yang luar biasa. Kononnnya cerita, salah seorang pemuda yang berasal dari Riau merasa kecewa dengan acara Sumpah Pemuda. Menurut kabar angin puting beliung, pemuda asal Riau itu memprotes keras panitia penyelengara dan menurut si angin puting beliung lagi, pemuda itu dengan gagah berani maju ke mimbar mengambil mickropont lalu ia pun berpidato.
     Untuk mencari kebenaran itulah, beberapa wartawan dunia dan akhirat berkunjung ke Riau. Cari punya cari bertemulah para wartawan dengan si fenomenal itu, yang tak lain tak bukan adalah Yung Dollah. Mike nak tau ceritenye? Baca hasil wawancara berikut ini. 
     Bagaimana perasaan Yung sekarang ini?
     Ape pasal ni, mike nanye perasaan Yung? Memang, perasaan Yung tiap hari tak tentu arah ni.
     Apa sebab Yung?
     Yung pening sekarang ni, pemilihan presiden Amerika dah dekat, kawan-kawan Yung di Amerika menyuruh Yung mencalonkan diri jadi presiden Amerika. Tentulah Yung pening.
     Itu kan bagus Yung?
     Bagus tu memang bagus, tapi Yung tak tega nenguk orang Amerika tu.
     Kenapa begitu Yung?
     Yung pasti menang di sano tu dan Yung tak ingin lawan-lawan Yung nantinye stres. Yung bukan tak tau, orang Amerika tu kalau kalah stres dan kalau dah stres pening kite dibuatnye.
     Kenapa pening Yung?
Ape pulak tak pening kalau banyak ngurus orang gile.
     Ya, ya, ya. Apa sebab Yung yakin bisa menang dalam pemilihan presiden di sana?
     Yung kan banyak kawan di sane, jadi setiap perkembangan rakyat Amerika Yung tau. Macam sekarang ni, musim dian (durian), dah empat puluh empat tengker Yung kirim dian ke sane. Orang Amerika paling suke makan tempoyak dan kalau Yung mencalonkan diri jadi presiden, Yung perai aje tempoyak pade setiap orang Amerika dah tentu mereke pilih Yung. 
     Kalau mereka tidak memilih Yung?
Yung ambargo Amerika dengan tidak mengirim tempoyak ke sane. Pasti mereke kalang kabut, sebab makanan utame mereke, setelah keju adalah tempoyak.
     Maaf Yung, ada kesalahan pertanyaan. Sebenanya kedatangan kami ke sini untuk menanyakan masalah Sumpah Pemuda.
Tak ape de, Yung pun selalu salah kalau bertemu dengan orang beso macam Yung ni. Waktu Yung jadi wartawan, Yung pernah salah bertanye kepade Jhon F Kenedy.
     Pertanyaan seperti apa tu Yung?
Ketike asik-asik bertanye tentang hubungan Amerika dengan Uni Sowiyet, tau-tau pertanyaan Yung merajut tentang pribadi Jhon F Kenedy. Yung dengan santai bertanye “Jhon, Dikau dah sunat dah?” Tentulah pertanyaan Yung tu membuat terkejut semua kawan-kawannye. Semue kawan-kawan Jhon menyegel (melotot) Yung. Yung jadi sebesalah, tapi untunglah budak Jhon tu baik. Die pun mendekati Yung, lalu membawak Yung ke sudut ruangan. Kate Jhon pade Yung “Yung, aku memang belum sunat, tapi jangan tanye depan orang ramai, malu aku Yung”. Menenguk Jhon tak marah, senanglah hati Yung. 
     Kembali pada masalah Sumpah Pemuda Yung. Menurut sumber tak resmi, katanya Yung pernah memprotes panitia Sumpah Pemuda? Apa benar tu Yung?
     Betul tu. Waktu itu hati Yung panas betul, macam nak meletop jantung Yung.
     Disebabkan apa Yung?
     Yung ceritekan dari awal ye?
     Silakan Yung.
     Pada tanggal 27 Oktober 1928, Yung dapat surat dari sesorang kawan lame Yung di Jakarta. Isi suratnya menyuruh Yung ke Jakarta pada saat itu juga. Katenya ade musyawarah seluruh pemuda Indonesia untuk bersumpah demi negara tercinta ini. Pade saat itu, Yung tengah main golf dengan bupati Bengkalis. Dengan terpakselah Yung tinggalkan Bupati sorang diri main golf, Yung pun belari nuju pelabuhan menenguk ade tidak kapal selam berangkat ke Jakarta pada hari itu. Tapi Yung telambat setengah menit, kapal selam tu dah betolak ke Jakarta. Pening kepale Yung, sementare waktu terus berjalan, kalau tak berangkat tak ade utusan dari Riau. 
Yung duduk termenung dekat batang nibung, dalam termenung itulah Yung tenampak ade sekeping papan hanyut. Ape lagi. Yung pun terjun ke laut nak ngambik papan tu, tapi sayang arus bukan main kuat. Yung tak putus asa, Yung terus berenang, tapi semakin kuat Yung berenang, arus semakin laju. Entah berape lame Yung ngejo papan tu, tau-tau papan tu tersangkut dekat tiang pelabuhan. Dengan senang hati Yung kayuh tangan Yung nuju papan tu. Ketike Yung nak ngambik papan tu, Yung tenampak tulisan di darat. Tulisan tu berbunyi begini “Selamat Datang Di Jakarta”. Eee...rupe-rupenye Yung dah sampai di Jakarta. 
     Bagaimana Yung menghadiri acara Sumpah Pemuda, sementara pakaian Yung basah?
Mike ni entah bodoh entah tolol. Tentulah Yung balik dulu ke umah, salin baju bagus dan setelah itu baru Yung pegi ke acara tu.
     Ooh, begitu Yung?
     Yelah, begitulah. Yung bukan bawak duit nak belanje beli baju di toko Jakarta. Apelagi kate orang, di Jakarta baju tak bagus de. Itu sebabnya orang Jakarta banyak pegi ke Singapor beli baju.
     Apa sebabnya Yung memprotes panitia?
     Setelah Yung pakai baju necis di umah, Yung langsung pegi ke tempat acara tu. Bukan main ghamainye orang, tak terhitung dengan jari de, dengan sempua mungkin bisa. Yung tenguk satu per satu orang-orang tu, tak ade satu pun Yung kenal de, tapi Yung terpane melihat orang-orang tu semue pakai ikat kepale dan di kain ikat kepale tu tertulis bermacam-macam yung. Ade Yung Java, Yung Ambon, Yung Selebes, Yung Sumatera dan banyak yung-yung lagi. Setelah Yung bace ikat kepale tu, Yung tersenyum sorang. Dalam hati Yung berkate “Ade juge orang pakai Yung. Upenye banyak juge peminat Yung”. 
     Walaupun begitu Yung tak puas hati. Yung balik ke umah Yung cari sise kain dan dengan mantap Yung tulis dekat kain tu tulisan YUNG DOLLAH. Setelah Yung tulis kain tu, Yung ikatlah kain tu dekat kepale, Yung pun bangga berangkat ke tempat acara tu lagi.
Sampai ke tempat acara, orang dah mulai. Seorang pemuda, gagah budaknye, naik ke podium. Menenguk pemuda tu naik podium, semue orang bertepuk tangan. Yung pun ikut bertepuk tangan, tapi Yung tak tau, entah ape sebabnye orang-orang bertepuk tangan. Pemuda tu melambaikan tangannye, semue orang membalasnya, Yung pun ikut melambaikan tangan. 
     Setelah puas melambaikan tangan, pemuda itu pun memulai pidatonye dengan berteriak MERDEKA. Orang-orang ikut berteriak MERDEKA. Yung ikut dari belakang MERDEKA. Pemuda itu mengangkat kedue tanganye, agar orang-orang di bawah diam dan memang orang-orang di bawah diam. Yung pun bertanye dalam hati, “Siape budak ni agaknye. Semue orang menurut perintah die”. Tapi pertanyaan itu Yung simpan dalam hati Yung sorang saje.
Pemuda itu mulai lagi bercakap “Saudara-saudaraku, pemuda-pemudi Indonesia, kita harus bersatu melawan para penjajah. Tidak ada kata kompromi untuk penjajah, kita harus lawan itu penjajah. Tidak ada lagi Yung Java, Yung Ambon, Yung Selebes, Yung Sumatera, kita adalah Yung Indonesia yang ak...”
     Belum selesai pemuda itu bercakap, Yung berteriak dari belakang agar pemuda itu berhenti bercakap. Semue orang menenguk ke arah Yung, Yung tak peduli. Dengan gagah Yung maju ke depan dan Yung naik ke podium. Yung ambik mik dari tangan pemuda tu dan Yung langsung bercakap. “Mike semue memang tak berotak. Aku datang ke sini ade undangan, tapi mike tak menghargai aku.” 
    Orang-orang di bawah bising semue. Yung tak peduli. Yung terus bercakap dengan lantang, “Semue Yung budak ni sebut, tapi ngape budak ni tak sebuk name aku, Yung Dollah. Aku tersinggung”.
    Setelah Yung cakap macam tu, Yung pun turun dari podium dan orang-orang mendekati Yung. Yung bedebo, kate Yung orang-orang nak membelasah Yung, tapi setelah dekat, orang-orang tu pun berteriak, “Hidup Yung Dollah, Sang Pemberani.”
Kalau mengingat kesah tu, Yung senyum sendiri.