Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Sabtu, 03 November 2012

Kepentingan


Pada zaman kenen alias zaman modern ini, ruang-ruang persahabatan, persaudaraan selalu dijadikan lahan untuk membangun kepentingan sesaat. Orang-orang berdiri atas nama kepentingan. Orang-orang berteriak, atas nama kepentingan. Segala perbuatan yang dilakukan orang-orang modern selalu mengarah kepada kepentingan. Jadilah orang-orang hari ini saling memanfaatkan. Orang yang ingin jadi pimpinan memanfaatkan rakyat, dan rakyat juga memanfaatkan orang yang mau jadi pimpinan. Keuntungan menjadi target utama.
Untuk mengantisipasi inilah, Atah Roy menjaga jarak dengan Leman Lengkung. Atah Roy takut keikhlasan yang selama ini dilakukan membantu Leman Lengkung, berubah menjadi alat memanfaatkan Leman Lengkung. Walaupun Leman Lengkung itu anak saudaranya, namun Atah Roy tidak mau ternoda oleh umpatan. Mengutamakan kepentingan akan menghasilkan umpatan, dan umpatan inilah yang akan berbuah ketidakharmonisan. Kalau sudah tidak harmonis, maka tersumbatlah lorong menunuju kesejahteraan. Balas dendam pun akan terjadi.
Atah Roy sudah merasakan bahwa tingkah laku Leman Lengkung sudah mulai menyalah, tidak seperti biasanya. Pastilah ada sesuatu di balik tingkahlaku Leman Lengkung yang tidak biasa itu. Selalu saja, tingkahlaku yang tidak biasa dari seseorang ada keinginan di baliknya. Atah Roy paham betul dengan Leman Lengkung. Keseharian Leman Lengkung itu jarang sekali memuji apa yang dilakukan oleh Atah Roy. Setiap Atah Roy berbuat, Leman Lengkung selalu membantah pada awalnya. Setelah terjadi adu argumentasi, berdebat mempertahan pendapat, dan apabila masuk akalnya, barulah Leman Lengkung sependapat dengan Atah Roy. Ini tidak, Leman Lengkung tau setuju apa yang dilakukan Atah Roy.
Kebiasaan Leman Lengkung yang berubah 180 drajat ini, menyebabkan Atah Roy berhati-hati mengeluarkan kebijakan. Atah Roy teringat lirik Gurindam 12 karya Raja Ali Haji yang kira-kira berbunyi seperti ini; mengumpat dan memuji hendaklah pikir, di situ banyak orang jatuh tergelincir. Atah Roy selalu menjaga agar orang-orang disekelilingnya tidak memuji berkelebihan. Sebab menurut Atah Roy, orang yang dipuji sering lupa diri, dan lupa diri inilah yang menyebabkan dia jatuh. Atah Roy juga teringat lirik Gurindam 12 lagi; barang siapa mengenal diri, maka ia tahu Tuhan yang bahari.
Orang yang mabuk akan pujian, menurut Atah Roy, pasti akan kehilangan akal sehatnya. Kehilangan akal sehat menyebabkan orang tidak rasional lagi mengatasi masalah ataupun sewenang-wenang melakukan sesuatu. Atah Roy tidak ingin dijungjung di atas pujian, biarlah ia melakukan sesuatu itu dikritik, sehingga dengan kritik itu, menurut Atah Roy, terbuka segala kelemahan. Pujian, kata Atah Roy, lebih dalam menusuk hati dibandingkan kritik.
Di tengah Atah Roy berpikir mengenai Leman Lengkung yang berubah dalam sekejap mata saja, tiba-tiba Leman Lengkung sudah berada di sampingnya dengan senyum menghias bibirnya. Atah Roy agak terkejut melihat Leman Lengkung datang tiba-tiba.
“Dikau ni macam semut, Man, tecium je bau gule, dah tercongguk dekat gule,” ujar Atah Roy.
“Siape lagi yang melindungi bapak saudare, Tah, kalau bukan anak saudarenye. Bukan begitu, Atahku tersayang?” Leman Lengkung dengan basabasinya.
“Tak salahlah tu, memang betullah tu. Kate orang-orang dulu, air dicincang tidak akan putus,” tambah Atah Roy hati-hati. Atah Roy menjaga agar jarum pujian Leman Lengkung tidak menusuk ke jantungnya.
“Tah, saye sangat salut dengan Atah ni, apa yang Atah kerjekan, semuenye jadi. Ape yang Atah pikirkan terwujud. Sebenonye Tah, ape yang Atah pakai ni?” Leman Lengkung mulai mengasah pujian.
“Aku pakai celana, pakai baju, itu aje,” jawab Atah Roy hendak tendak saja.
“Atah jangan berguraulah,” ujar Leman Lengkung agak kecewa.
“Kan betul apa yang aku cakap tu, Man?”
“Kalau itu, budak kecik pun tahu, Tah. Maksud saye tu, Atah ade pakai barang gaib, sehingge ape yang Atah buat tau menjadi je. Dan paling saye salut dengan Atah ni, semue orang kampung percaye cakap Atah. Saye betul-betul bangga menjadi anak saudare Atah, betul-betul bangga,” ucap Leman Lengkung berapi-api.
“Man, sebenonye dikau hendak ape dari aku?” Atah Roy mencoba mencongkel keinginan Leman Lengkung.
“Ngape Atah bertanye macam itu? Saye bercakap macam tu, sesuai dengan kenyataan. Semue yang Atah kerjekan berdampak positif. Pemikiran Atah menjadi laluan orang untuk berbuat lebih baik lagi. Tingkah laku Atah menjadi cermin orang kampung ini. Semue yang Atah buat, semue gagasan Atah, macam suluh di malam gulita,” Leman Lengkung meyakinkan Atah Roy.
“Man, perubahan yang tibe-tibe di diri dikau, menyebabkan aku khawatir. Aku khawatir pujian dikau ada terselubung kepentingan untuk menguntungkan diri enkau sendiri. Aku lebih senang dikau mengeritik aku dibandingkan dikau memuji aku. Kalau dikau punye kepentingan, cakap. Jangan dikau memuji-memuji tidak tentu arah. Pujian membuat kepale aku bertambah beso, kalau kepale aku dah beso, make aku nenguk orang kecik semue. Semue orang tak bergune di mate aku. Sebagai seorang yang terpelajar, dikau seharus memilah mane yang harus dipuji dan mane yang harus dikau kritik,” Atah Roy sudah mulai geram dengan Leman Lengkung.
Kalau Atah Roy dah bercakap panjang lebar ini, Leman Lengkung selalu kehilangan akal.
“Anu, Tah...., Anu....,”
“Anu kebende, Man?” Atah Roy memotong Leman Lengkung.
“Anu, Tah, saye nak minjam duit pade Atah, nak beli beli motor baru. Atah kan baru dapat duit dari hasil menjual ojol,” kata Leman Lengkung jujur, sambil mengaru kepalanya yang tidak gatal.
“Allah, Man. Dah aku telah dah, pasti dikau ade kepentingan memuji aku,” Atah Roy menarik nafas panjang, sambil menggelengkan kepalanya.
“Boleh saye pinjam duit Atah?” mata Leman Lengkung terkebel-kebel memandang Atah Roy.
“Minta maaf, Man, karene dikau memuji aku ada kepentingan lain, jangankan nak minjam beli motor, nak minjam beli jarum pun, aku tak kasi,” ujar Atah Roy geram sambil meninggalkan Leman Lengkung seorang diri.
“Teganye Atah,” suara Leman Lengkung iba.
“Pujian mengandung kepentingan, membuat orang jatuh tak berharge, Man!” ucap Atah Roy dari jauh. Leman Lengkung tertunduk lesu.       
   
       

Kamis, 01 November 2012

Politik Ni, Wak




Mendengar kata politik, orang-orang selalu mencebir. Kata politik menjadi virus kebencian yang menjangkit di setiap nadi orang-orang di negeri ini. Politik berkonotasi buruk, bahkan tak jarang orang-orang berpendapat bahwa politik adalah ‘dunia dosa’. Maka banyaklah orang-orang tidak percaya kepada orang yang terjun ke dunia politik. Namun di satu sisi, orang politik memiliki peranan besar membuat jalur untuk melayari negeri ini. Walaupun dibenci, tapi banyak juga orang yang masih ingin terjun ke dunia politik. Ada apa dan bagaimana sebenarnya politik itu?
Sebagai orang awam dan tidak mengecap pendidikan tinggi, Atah Roy juga ikut-ikutan mengecam politik merupakan ajang tipu muslihat. Kesimpulan ini dibuat Atah Roy berdasarkan pengalaman di kampungnya. Katan Tetel, jiran Atah Roy, menjadi bukti nyata yang dirasakan Atah Roy untuk menyimpulkan politik itu buruk.
Katan Tetel, sebelum menjadi anggota parlemen mewakili kampungnya, merupakan orang yang paling susah untuk berbuat janji. Hal ini disebabkan, bagi Katan Tetel, janji merupakan utang yang harus dilunaskan, dan tidak melunasi janji adalah dosa. Kalaupun Katan Tetel berbuat janji, janji itu dilunasi sebelum waktu kesepakatan. Pokonya, Katan Tetel menjadi panutan di kampung. Itu sebabnya, ketika Katan Tetel mencalonkan diri menjadi anggota dewan, tidak bersanggah lagi, Katan Tetel memperoleh suara yang sangat memuaskan. Sembilan puluh persen orang kampung memilih Katan Tetel. Duduklah Katan Tetel menjadi anggota dewan.
Namun setelah duduk menjadi anggota parlemen, pegangan hidup Katan Tetel berubah seratus delapan puluh derajat. Katan Tetel menjadi orang yang paling manis berbicara, namun tidak pernah lagi mewujudkan apa yang ia uceri iniapkan. Katan Tetel pun sudah jarang balik kampung, ia asik sibuk ke provinsi atau pun ke pusat. Janji-janji yang diucapkan, hanya seperti angin lalu, tidak pernah ada buktinya.
Pada awalnya, Atah Roy menyangka bahwa kesibukanlah yang menyebabkan Katan Tetel berubah. Maklum, sebagai anggota dewan, Katan Tetel tidak saja mengurus orang kampung, tapi mengurus masalah negeri ini. Namun sudah berjalan dua tahun Katan Tetel menjadi anggota dewan, pembengaknya menjadi-jadi. Atah Roy pun menyimpulkan bahwa Katan Tetel memang sudah berubah. Janji Katan Tetel mau memperbaiki jambatan, jalan dan fasilitas umum di kampung pun tidak pernah terwujud. Katan Tetel lebih banyak muncul di koran-koran dengan program-programnya membangun kampung, namun jarang sekali balik kampung.
Orang-orang kampung mendesak Atah Roy menemui Katan Tetel. Atah Roy ditunjuk oleh orang kampung disebabkan, selain mereka berjiran, Atah Roy juga tokoh yang disegani di kampung. Waktu Katan Tetel mencalonkan diri menjadi anggota dewan, Atah Roy ikut mendukung Katan Tetel.
Atah Roy menyanggupi apa yang diamanahkan orang kampung kepadanya. Mulailah Atah Roy bergerilya mencari nomor handphone Katan Tetel yang aktif. Sudah lima nomor yang didapat Atah Roy, namun satu pun nomor handphone Katan Tetel tak aktif. Padahal dulu, nomor handphone cuma satu, dan aktif dua puluh empat jam. Atah Roy mulai geleng kepala. “Ngape pulak macam gini jadinye budak Katan ni?” ucap Atah Roy setelah menghubungi nomor handphone Katan Tetel yang kelima.
Pintu kemudahan memang selalu terbuka untuk niat yang baik. Sedang Atah Roy frustrasi, Leman Lengkung datang membawa kabar gembira.
“Tah, Atah pasti sedang pening mencari nomor hp Katan Tetel kan?” tanye Leman Lengkung dengan raut wajah gembira.
“Dah tahu aku pening, dikau bertanye pulak. Sekali aku lempang, baru tahu dikau, Man!” ujar Atah Roy emosi.
“Tah, menghadapi masalah tu, jangan emosi, tak baik. Tak ade satu pun pekerjaan selesai dengan sempurna kalau dikerjekan dengan emosi,” Leman Lengkung menasehati Atah Roy.
“Eeeeee..., budak ni, die pulak menasehati awak. Tahunye aku, Man. Aku ni lebih dulu makan asam garam dibandingkan dengan dikau. Jangan dikau nak menasehati aku pulak!” Atah Roy bertambah emosi.
“Ini nomor hp Katan Tetel yang aktif,” Leman Lengkung tak mau mengambil resiko dimarahi Atah Roy, dan Leman Lengkung menyerahkan nomor handphone Katan Tetal kepada Atah Roy.
Atah Roy langsung menekan nomor-nomor yang ada di handphonenya sesuai dengan nomor yang diberikan Leman Lengkung. Nomor yang dihubungi Atah Roy tersambung, namun tak diangkat. Atah Roy menggulang beberapa kali, tidak juga diangkat.
“Sms dulu, Tah. Kadangkala orang tak mau ngangkat kalau name tak muncul di hp,” saran Leman Lengkung.
Atah Roy memandang Leman Lengkung dengan rasa kesal, karena merasa diajar. Atah Roy tak membalas kata-kata Leman Lengkung, dia langsung menulis pesan singkat ke nomor Katan Tetel. “Tan, ini aku, Atah Roy, tolong kau angkat aku nelpon kau,” bunyi sms Atah Roy ke handphone Katan Tetel.
Beberapa detik kemudian, handphone Atah Roy berdering. Atah Roy melihat ke layar handphonenya, muncul nomor Katan Tetel.
“Assallammualaikum, Roy. Aku minta maaf sebelumnye, aku tak tahu nomor hp dikau,” suara Katan Tetel terdengar.
“Walaikumsallam. Payah betul nak menghubungi dikau ni, Tan, sudah lima nomor hp dikau aku hubungi, satu pun tak aktif,” ujar Atah Roy agak kesal.
“Maklum Roy, kadang orang-orang menelpon mintak duit terus, macam awak ni pemilik bank pulak,” suara Katan Tetel terdengar angkuh ditelinga Atah Roy.
“Tan, aku nelpon dikau ni, tak mintak duit, tapi aku cume nak menyampikan amanah orang kampung, bahwa dikau dah tak amanah lagi. Selalu janji yang dikau buat tak pernah dikau tepati. Orang-orang kampung mintak aku menyampaikan kepade dikau masalah ini. Dikau dah jauh berubah, Tan,” ujar Atah Roy tersinggung dengan ucapan Katan Tetel.
“Ini politik, Wak. Kite harus pandai-pandai bermain, salah setengah langkah, kite binase. Ini politik, Wak, penuh dengan trik berbahaye. Jadi aku harus pandai-pandai mengatur strategi. Ini politik, Wak,” jawab Katan Tetel.
“Kalau dah masuk politik, kite harus jadi pembengak?” tanye Atah Roy geram.
“Ini politik, Wak. Tak ade hitam atau putih, yang ade hanye abu-abu. Aku harus pandai-pandai, kalau tidak aku terdepak. Ini politik, Wak,” tambah Katan Tetel.
“Ini politik, Wak..., ini politik, Wak, kepale hotak engkau! Makan politik engkau tu!” Atah Roy makin geram.
“Sabo. Ini politik, Wak...,” belum selesai kalimat Katan Tetel, Atah Roy menutup pembicaraan.
“Apekah politik menyebabkan orang berubah?” tanye Atah Roy pelan.
“Entah,” jawab Leman Lengkung sambil terganga.