Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Sabtu, 25 Agustus 2012

Tersebab Kejujuran


Seandainya di dunia ini ada kedai menjual kejujuran, maka Atah Roy berazam akan mendatangi kedai itu, lalu memborong semua kejujuran yang dijual di kedai tersebut. Kejujuran itu akan dibagi percuma kepada semua orang di negeri ini, agar negeri ini kembali kepada kesucian. Apa mau dikata, seluruh kawan Atah Roy yang tersebar di tengah, maupun di sudut-sudut dunia, tidak menemukan kedai menjual kejujuran. Atah Roy ingin menyesal, tapi menyesal tiada gunanya (macam lagu pula).  
Kehancuran negeri ini, menurut Atah Roy, disebabkan kejujuran telah lenyap dari sanubari manusia yang mendiami negeri ini. Semua orang menggadaikan kejujuran kepada kepentingan pribadi yang bersifat sesaat. Tiada suatu lembaga pun yang dapat untuk menggantungkan harapan agar negeri ini benar-benar bersih. Semuanya ingin menipu; semuanya mau membengak. Tak tanggung-tanggung, pembengak sudah menjadi kebiasaan; kalau tak membengak, tak kren. Maka di negeri ini, orang yang tersenyum pun dicurigai sedang bengak.
Tersebab kejujuran inilah, Atah Roy siang-malam tidak tidur, berpikir untuk mendapatkan formula menciptakan kejujuran. Atah Roy membaca semua buku, lalu membaca alam, kemudian dipadankan dengan tingkah laku dirinya sendiri sehari-hari. Hampir dapat, namun hilang lagi, karena Atah Roy terlalu asik dengan dirinya, tidak peduli dengan Leman Lengkung, jiran, apalagi dengan orang sekampung. Keasikan pada diri sendiri rupanya melenyapkan otak jernih.
Atah Roy terpikir bahwa Yang Maha Kuasa menciptakan manusia di dunia ini untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya. Setelah mengenal, manusia akan melakukan hal yang terbaik agar kehidupan mereka harmonis. Namun keharmonisan itu tidak bertahan lama, hal ini disebabkan rasa ingin berkuasa, menguasai orang lain menjadi virus menelan kejujuran. Atah Roy coba menyimpulkan, bahwa ingin menguasai orang lain merupakan penyebab lenyapnya kejujuran.
Atah Roy mencoba menguraikan kenapa orang ingin menguasai orang lain. Lama Atah Roy menyulam imajinasinya, lalu mengaitkan imajinasinya pada realitas yang terjadi di negeri ini. Atah Roy tercengang, lalu menyimpulkan bahwa menguasai orang lain itu sangat mengasikan, menyenangkan, menggembirakan, walapun hanya bersifat sesaat.
Pantas sajalah, pikir Atah Roy, kebohongan atau bengak yang selama ini dilakukan, hanya untuk menguasai Leman Lengkung, dan itu sangat menyenangkan. Atah Roy terbayang wajah lugu Leman Lengkung dengan menganggukkan kepalanya tanda setuju apa yang dikatakan Atah Roy.
“Man, aku ni dulu, sebelum dikau lahir, termasuk pemuda yang aktif membangun kampung ni. Semua aku kerjekan demi kampung ni, sehingge aku pernah dicalonkan jadi ketue pemuda, tapo aku tolak. Bagi aku, bekerje untuk kampung, tidak mengharapkan apepun juge. Jadi Man, dikau tak usahlah sombong kepade aku, walaupun dikau itu sekretaris organisasi pemuda kampung ni,” ucap Atah Roy beberapa tahun yang lalu. Leman Lengkung mengangguk.
Mengingat ucapan itu pada hari ini, apelagi melihat raut muka Leman Lengkung pada waktu itu, Atah Roy tersenyum. Ucapan Atah Roy itu bengak semata, yang benarnya, Atah Roy kalah dalam pemilihan untuk duduk menjadi Ketua Pemuda. Agar Atah Roy tidak diremehkan oleh Leman Lengkung, terpaksalah Atah Roy membengak.
Rupanya, pikir Atah Roy, kerja membengak ini mengasikkan. Bagimana tidak mengasikkan, orang yang terkena bengak, menganggap orang sedang membengak itu hebat, muncullah rasa kagum. Rasa kagum inilah menjadi pemicu untuk melakukan bengak berikutnya. “Maka, waspadalah!” pikir Atah Roy.
Leman Lengkung datang. Atah Roy bersikap wibawa. Semua pikiran mau membeli kejujuran hilang dibenak Atah Roy. Di depan Leman Lengkung, Atah Roy harus berpenampilan segak dan berwibawa, kalau berpenampilan kusut, maka Leman Lengkung pun tidak akan menghargai dirinya.
“Ade ape, Man? Nampak aku kusut masai je muke dikau? Adekah sesuatu yang dapat aku bantu?” tanya Atah Roy dengan nada suara dibuat-buat wibawa.
“Gawat Tah, semue orang dah mengaku jujur, sehingge payah nak membedekan mana orang yang betul-betul jujur dengan orang pembengak,” ujar Leman Lengkung sambil mengelap keringat di dahinya.
“Jujur itu, Man, tidak diucapkan, tapi dilakukan. Kalau ade orang yang banyak bercakap die jujur, make orang tu paling pembengak,” jelas Atah Roy.
“Banyak di spanduk, baleho maupun di poster-poster terpampang, dan mereka mengatakan mereke jujur, Tah,” ucap Leman Lengkung penasaran.
“Oooo..., tulisan orang-orang nak nuju kursi I tu?”
“Agaknye, Tah. Saye tak kenal betul orang-orang tu.”
“Senang aje nak memastikan mereke jujur atau tidaknye.”
“Macam mane carenye, Tah?”
“Tenguk latar belakangnye sebelum nak duduk di kursi I tu,” jelas Atah Roy.
“Tapi ape ade orang jujur sekarang ni, Tah?”
“Tentulah ade. Ngape dikau tanye macam itu?” balik Atah Roy bertanya.
“Saye ragu, Tah. Kebutuhan sekarang ni, tak tanggung-tanggung mahalnye. Atah yang duduk di kampung ni aje, kalau tak pandai bengak, dah lame tak dipandang orang,” jelas Leman Lengkung.
Atah Roy tercengang dengan kata-kata Leman Lengkung.
“Maksud dikau ni, ape Man? Jangan membangkitkan harimau yang sedang tidur ni,” Atah Roy tersinggung.
“Alah, Tah, bukan saye tak tahu.”
“Maksudmu?” karena geram Atah Roy menggunakan bahasa Indonesia.
“Besi tue di belakang rumah kite tu, Atah yang jualkan?”
“Konteks dengan pembicaraa kita?” kembali Atah Roy menggunakan bahasa Indonesia.
“Pade orang terdekat saje, kite sanggup bengak, apalagi pade orang lain. Atah tahu tak, besi tue tu,  lame saye kumpul untuk menambah beli sepeda. Atah sedap-sedap je menjual tanpe sepengetahuan saye. Atah pun bercakap, besi tue tu dicuri orang. Kalau ade di dunie ni orang menjual kejujuran, saye orang pertame yang membeli kejujuran itu untuk Atah,” jelas Leman Lengkung panjang lebar, dan Leman Lengkung langsung pergi.
“Eeee..., awak pulak nak kene beli kejujuran tu, padahal awak yang menghayal pertame. Memang, kejujuran itu pahit, tapi harus kite lakukan, agar kite tidak dipandang rendah dan dihina di kemudian hari,” ucap Atah Roy.
  
         

Sabtu, 11 Agustus 2012

Sedekah Menyalah

Setiap tahun pada bulan Ramadhan, bangsa kita selalu saja disuguhkan peristiwa menyedihkan. Keinginan berbuat baik, berbuah malapetaka bagi orang lain. Ironisnya yang menjadi korban selalu saja orang muslim. Atah Roy tidak habis pikir, kenapa setiap tahun terjadi peristiwa seperti ini; orang-orang berdesakkan, bahkan memakan korban, demi uang Rp 10.000, atau sembako ala kadarnya yang disedekah oleh orang mampu. Menurut Atah Roy, seharusnya masa lalu menjadi pelajaran pada tahun ini atau tahun di masa akan datang. Tak usah lagi bersedekah, kalau korban lebih banyak berjatuhan. Kalaupun mau bersedekah tidak usah pamer-pamer, datang saja ke rumah warga yang tak mampu, beri langsung sedekah itu.
Islam, bagi Atah Roy adalah agama yang paling menjaga keharmonisan umatnya, bahkan umat non Islam. Dalam ajaran Islam, kata Atah Roy, berpegang teguh pada suatu prinsip tidak sombong. Bahkan dalam Islam, tangan kanan yang memberi, hendaklah tangan kiri jangan tahu. Hal ini dilakukan agar orang-orang kaya yang bersedekah tidak terperangkap dalam kesombongan. Bukankah sedekah untuk membantu orang susah? Bukan sebaliknya, orang susah bertambah susah.
Entah mengapa, tahun ini, peristiwa miris itu masih terjadi. Kita, kata Atah Roy seakan tidak pernah insaf dan seakan memang sengaja mengazab orang miskin. Kita sepertinya senang melihat orang susah berdesakkan datang mengantri di depan rumah, lalu bertolak-tolak sampai ada yang jatuh korban. Bangsa ini, menurut Atah Roy, bangsa senang melihat orang susah.
Menurut pikiran Atah Roy, pemerintah harus membantu mengatasi masalah ini. Mengatasi kemiskinan, sehingga apabila ada orang kaya bersedekah, tidak ada lagi orang yang mau menerima sedekah. Bukankah orang miskin dan terlantar merupakan kewajiban pemerintah menyejahterakan mereka? Jangan pemerintah hanya mengakui bahwa kekayaan alam yang ada di negara ini milikinya, orang miskin juga milik pemerintah.
Atah Roy memang tidak bisa berbuat apa-apa, apabila ada orang sedekah dan mengumpul orang miskin untuk menerima sedekah itu. Sedekah itu memang perbuatan terpuji dan dianjurkan Islam. “Janganlah sedekah dijadikan alat untuk menaikan populeritas. Bersedekahlah dengan ikhlas, dan buat orang lain tidak menerima,” pikir Atah Roy.
Tiba-tiba Leman Lengkung datang dengan tergopoh-gopoh alias terengah-engah. Leman Lengkung seperti dikejar hantu. Melihat Leman Lengkung seperti itu, Atah Roy heran. Atah Roy menenangkan Leman Lengkung.
“Tarik nafas panjang-panjang, dikau harus dapat menguasai diri,” ujar Atah Roy.
Leman Lengkung pun menarik nafas panjang-panjang. Hala ini dilakukan berulang-ulang kali. Setelah agak normal, Leman Lengkung pun menyampaikan berita kepada Atah Roy.
“Anu, Tah...,”
“Anu ape, Man?”
“Kita harus cepat-cepat ke rumah Dollah Boyak,” tutur Leman Lengkung lagi.
“Ngape kite harus ke rumah Dillah Boyak?” Atah Roy penasaran.
“Dollah Boyak bersedekah sembako kepade warga kampung, Tah,” jelas Leman Lengkung.
“Alhamdulillah. Terbuka juge pintu hati Dollah berbuat kebaikan,” tambah Atah Roy.
“Kite harus cepat-cepat ke rumah Pak Cik Dollah tu, Tah.”
“Kenape pulak kite harus ke rumah Dollah tu?” Atah Roy penasaran kembali.
“Kalau kite terlambat, make kite tak dapat sembako dari Pak Cik Dollah. Menurut orang-orang, Pak Cik mengundang semue orang kampung ke rumahnye,” Leman Lengkung berharap Atah Roy bersiap-siap pergi bersama dirinya. “Kalau sampai di rumah Pak Cik Dollah nanti Tah, Atah langsung aje masuk ke rumahnye, kan Atah kawan dekat dengan die, dan jatah yang dibagikan oleh bawahannye, bio saye yang ngambik. Dapat due kite, Tah,” Leman Lengkung menambahkan.
“Man, aku ni masih punye harga diri, dan aku masih kuat berkerje menoreh getah. Kalaulah berharap 5 kilo beras, dan 2 kilo gule, aku masih sanggup mencarinye, Man. Tak usah dikau makse aku,” Atah Roy mulai tersinggung. “Walaupun hidup kite tidak seberape, tapi meletakkan tangan di bawah, memang pementang nenek moyang aku,” Atah Roy kembali menjelaskan kepada Leman Lengkung.
“Tah, ini lain Tah. Pak Cik Dollah mengundang banyak wartawan. Menurut orang-orang, orang tv juge ade, Tah. Kalau kite pergi dapat kite masuk tv, Tah,” Leman Lengkung masih berharap agar Atah Roy mau pergi.
“Inilah yang aku tak suke, kalau nak bersedekah, bersedekah ajelah, ape pasal Dollah mengundang wartawan juge?”
“Atah tak mengikuti perkembangan kampung. Pak Cik Dollah tu kan tim sukses salah seorang calon pemimpin kite. Dari calon itulah Pak Cik dapat duit. Kate orang-orang lagi Tah, calon yang di dukung Pak Cik Dollah tu datang juge,” tambah Leman Lengkung bersemangat.
“Kalau macam itu, jangan dikau pergi ke rumah Dollah Boyak tu. Aku tak sudi punye anak saudare dapat dijengkal dengan sembako sekampet,” Atah Roy mulai geram.
“Tapi Tah...,”
“Tak ade tapi-tapi, Man. Kalau sedekah, jangan mengharapkan balasan orang, bio Allah yang membalas perbuatan sedekah tu, itu yang dinamekan sedekah yang ikhlas. Kalau bersedekah berharap sesuatu dari yang kite beri sedekah, itulah namenye sedekah menyalah. Sedekah itu membantu orang yang susah, bukan menambah susah orang,” tambah Atah Roy sambil meninggalkan Leman Lengkung sendiri.
“Tapi Tah, hari raye dah dekat ni, tepung di rumah kite tak ade,” ujar Leman Lengkung.
Atah Roy menghentikan langkahnya, dan membalikan badannya, lalu menatap Leman Lengkung dalam-dalam.
“Bio tak ade kue di rumah ni, untuk meletakkan tangan aku di bawah, minta maaf dululah,” ujar Atah Roy tegas.
Leman Lengkung hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sedekah yang salah, atau yang menerime sedekah yang salah?” tanye Leman Lengkung dalam hati. “Entahlah,” jawab Leman Lengkung juge dalam hati.  

Sabtu, 04 Agustus 2012

Cobaan


Membaca berita di surat kabar dan juga melihat berita di stasiun televisi, hati Atah Roy selalu berdebar. Bedebar bukan karena takut atau gentar, tetapi berdebar disebabkan Atah Roy belum mampu menampakkan eksistensinya sebagai muslim yang baik. Atah Roy memang menjalankan ibadah puasa dan sholat, tetapi ibadah itu belumlah cukup untuk mengantarkan dirinya menjadi muslim sejati. Masih banyak saudara-saudara muslim, baik di negeri ini, maupun di luar negeri, mendapat perlakukan tidak semestinya. Selalu saja ibadah yang dilakukan oleh umat muslim, terutama di luar negeri, mendapat tantangan yang luar biasa.
Atah Roy pun menitik air mata, ketika membaca berita sebanyak 20 ribu muslim Rohingya dibantai di Negara Myanmar. Hati Atah Roy benar-benar terluka. Muncul semangat membela sesama muslim dalam diri Atah Roy, namun Atah roy tidak memiliki kekuatan untuk membela saudara-saudara muslim di Myanmar itu.
Belum usai air mata Atah Roy berjatuhan membaca berita pembantaian Muslim Rohingnya, kembali kesedihan melanda Atah Roy. Di bagian neger Perancis, ada walikotanya melarang warga muslimnya untuk berpuasa. Hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan dalam bekerja, terutama bagi guru. Alasan mereka lagi, bahwa dengan berpuasa, kondisi tubuh menjadi lemah dan akan menyebabkan anak didik mereka terabaikan.
Selain berita dari Perancis, Atah Roy kembali harus mengeluarkan air matanya kembali. Kali ini berita datang dari negera Cina yang melarang muslim di Provinsi Xinjiang di sana untuk berpuasa. Berbagai cara pemerintah Cina menghalangi muslim Uighur untuk tidak berpuasa. Hal ini, bagi Atah Roy, benar-benar sudah keterlaluan. Atah Roy tidak habis pikir kenapa Islam selalu dijadikan musuh oleh negara yang mayoritas bukan Islam? Padahal di Indonesia yang mayoritas rakyatnya Islam terbesar di dunia, tidak pernah menghalangi umat lain melakukan ibadah.
Islam bagi Atah Roy, adalah agama penyeimbang dunia dan akhirat. Maka sebab itulah, ajaran Islam selalu mengajarkan umatnya untuk melakukan kebiakan sesama manusia, agar di akhirat nanti tidak menuai bala. Manusia, apapun agamanya, dalam ajaran Islam haruslah disayangi. Nabi Muhammad SAW, telah mencotohkan bagaimana Islam tidak bermusuhan dengan agama lain. Islam itu adalah agama pencerahan.
Menurut ilmu pengetahuan yang Atah Roy miliki, agama Islam selalu membuka ruang menjunjung nilai kemanusiaan untuk seluruh manusia, agar terjadi keharmonisan di atas dunia ini. Selain itu, ajaran Islam juga penuh pertimbangan untuk melakukan tindakan. “Jangan kami terus ditikam, perlawanan kami mengatasnamakan Allah Maha Besar lebih dahsyat, dan kami rela binasa,” ucap Atah Roy dalam hati.
Leman Lengkung tiba-tiba muncul di hadapan Atah Roy. Leman Lengkung membawa koran di tangannya. Leman Lengkung menggelengkan kepala, ada sesuatu yang merisaukan di benaknya.
“Cobaan kita memang berat, Tah,” Leman Lengkung membuka cerita.
“Memang, Man. Kite harus bersatu padu dan bangkit untuk lepasdari cobaan ini,” ujar Atah Roy.
“Betul tu, Tah. Kita harus tampakan diri kite sebagai orang yang tidak lemah. Kite harus tetap berdiri dengan dada dibusungkan ke depan,” tambah Leman Lengkung.
“Ajaran agama kite mewajibkan kite menjadi pemenang, dan itu harus kite laksanakan,” Atah Roy bersemangat.
“Jangan takut Tah, saye akan tetap berdiri di belakang Atah, kalau dibolehkan, saye yang di hadapan,” Leman Lengkung ikut bersemangat.
“Alhamdulillah. Semangat generasi mude Islam, memang harus senantiasa berkobar, agar Islam tetap berdiri kokoh. Aku bangga dengan dikau, Man,” Atah Roy menepuk pundak Leman Lengkung.
“Tenang, Tah. Siape lagi yang mendukung semangat bapak saudare, kalau bukan anak saudarenye sendiri. Saye tetap mendukung Atah,” semangat Leman Lengkung berapi-api, sampai-sampai kepalanya berasap (campur bengaklah).
“Hebat dikau, Man. Tidak sie-sie aku mendidik dikau,” Atah Roy menarik nafas panjang dan bangga dengan Leman Lengkung.
“Untuk kepentingan bersame menyambut hari raye ini, saye akan berusaha sekuat tenaga bekerje, Tah,” ucap Leman Lengkung.
Atah Roy mulai bingung apa yang dikatakan Leman Lengkung. Dengan muka serius Atah Roy menatap muka anak saudaranya itu.
“Maksud dikau, ape ni, Man?”
“Semue barang, dah melonjak naik, Tah. Semue pakaian hargenye melambanung tinggi. Jangan percaye diskon, Tah. Orang toko tu menaikan harge setinggi-tingginye, kemudian baru mereke pasang lebel diskon,” Leman Lengkung menjelaskan kepada Atah Roy.
“Ape maksud dikau ni, Man?” Atah Roy mengulangi pertanyaannya.
“Nak dekat hari raye ni Tah, semue barang dah naik,” jelas Leman Lengkung.
“Astaqfirullahalazim, orang bercakap masalah muslim di dunia ini selalu mendapat ketidakadilan, die sibuk masalah pakaian! Tak terketuk hati dikau membace berita pembantaian muslim Rohingnya di Myanmar sedikit pun? Tak ibe dikau melihat muslim di Perancis dan Cina dilarang puase? Ape nak jadi dengan diku ni, Man!” Atah Roy geram.
“Ibelah Tah. Saye ni muslim juge. Saye juge ibe menenguk muslim di negara ini ditelantarkan. Rate-rate yang miskin di negara ini orang Islam, Tah,” ucap Leman Lengkung.
Atah Roy terdiam. Ia mengedipkan matanya, tak terasa air matanya berjatuhan ke pipinya.
“Memang besar cobaan jadi Islam ni ye, Man?” suara Atah Roy lirih.
“Cobaan, cobaan…,” Leman Lengkung menyambung.  

Malu, Memalukan


Semua orang, temasuk Atah Roy, sepakat bahwa ngara kita ini telah dianugrahi kekayaan alam yang melimpah-ruah. Maka tidak salahlah nyanyian yang menggambarkan kekayaan negara ini. Indonesia ini tanah surga, semue bisa dimanfaatkan untuk kemajuan negara dan kesejahteraan rakyatnya. Tapi entah mengapa, kekayaan alam yang dimiliki negara ini, menjadi penyebab pertengkaran bahkan lebih banyak menyengsarakan rakyatnya. Hal ini baru terpikir oleh Atah Roy setelah berkunjung ke rumah Kalsum, kakak sepupunya.
“Sebenarnya, aku malu jadi orang Indonesia, Roy,” ujar Kalsum ketika Atah Roy berkunjung ke rumahnya.
“Ape pasal kakak malu? Bukankah negara kite ini negara yang terpandang disebabkan luas dan kayenye?” Atah Roy penasaran.
“Gara-gara itulah aku malu, Roy,” jawab Kak Kalsum.
“Kenape pulak gara-gara kekayaan dan luasnye negara ini, Kakak jadi malu?” Atah Roy bertambah penasaran.
“Dikau dengar atau bace beritakan, Roy?”
“Walaupun saye ini orang kampung, kalau berita memberita, saye tak pernah ketinggalan, Kak. Jadi ape masalahnye ni?”
“Malu pertame aku disebabkan negara ini mengimpor kedelai untuk buat tempe dan tahu,” jelas Kak Kalsum.
“Baguslah Kak, terkenal juge negara kite sebagai pengimpor kedelai di manca negara,” Atah roy tak mengerti.
“Bagus apenye? Dikau jangan jadi bodoh, Roy. Tanah kite ini seluas-luasnye, ape ditanam semuenye tumbuh. Di pulau Jawa yang padat tu je, masih bisa orang menanam kedelai, apelagi pulau-pulau di luar Pulau jawa, masih bertambun ayak tanah yang belum terpakai. Kalaulah tanah itu digunekan betul-betul, tidak kepentingan atau keuntungan sesaat, pasti masalah kedelai ni, tak akan pernah muncul,” Kak Kalzium mulai panas.
“Betul juge, ye Kak,” Atah Roy matan alias serius mendengarkan cakap Kak Kalsum.
“Negara kite ini, dikelilingi oleh laut, bisa garam nak untuk memasak didatangkan dari luar negeri. Untuk ape Tuhan menciptakan laut, kalau hanye untuk dipandang saje? Inilah yang membuat aku malu jadi orang Indonesia. Orang kite lebih senang mengurus hal-hal yang bukan urusan kite; berkelahi memilih pimpinan; menipu kalau membangun; membengak kalau bercakap, semuenya tak ade yang betul. Para tokoh kite, sibuk nak menjadi yang paling hebat, padahal tak ade satu pun prestasi yang pernah ditorehkannye untuk kepentingan rakyat negara ini,” Kak Kalsum tambah pans.
“Tapi kan Kak, pemimpin kitekan sibuk ngurus untuk membangkitkan citranye, Kak. Dengan demikian, mereka dapat berbuat lebih besar lagi untuk rakyat apebile dah terpandang,” celetuk Atah Roy.
“Roy, rakyat macam kite ini tak butuh citra mencitra de. Paling penting rakyat macam kite ni, nak makan tak susah, nak berjualan mudah, nak minum pun senang, itu saje. Kalau semue dah mudah, sejahteralah rakyat ni. Rakyat dah kenyang dengan teori anu, teori ini, bagi rakyat harus mampu mewujudkan kesejahteraan,” ujar Kak Kalsum lagi.
“Susah Kak, para tokoh kite banyak termakan budi. Nak berbuat ini kang, takut yang memberi budi tersinggung,” Atah Roy menyangkal.
“Ape pulak susah. Banyak contoh-contoh pimpinan Islam yang berhasil tanpa menyinggung perasaan yang lain. Nabi Muhammad SAW, telah mencontohkan bagaimana menjadi pimpinan yang baik. Begitu juga Umar Bin Khatab mampu menciptakan kewibawaannya melalui kerja yang menyentuh ke rakyatnya. Beliau turun langsung ke bawah, bukan nunggu di rumah. Kalau pemimpin kite lebih banyak menunggu, dan die asik mengurus yang luar dibandingkan di dalam. Selain itu, orang-orang yang dipercayainye, asik pulak nak membengak kerjenye. Bukan rakyat yang diperhatikannye, tapi mereka lebih memperhatikan dirinye sendiri,” tambah Kak Kalsum.
“Jadi ape yang hendak kite buat, Kak?” tanye Atah Roy.
“Pokoknye, aku malu jadi orang Indonesia,” ujar Kak Kalsum tegas.
“Cakap Kakak ni macam puisi Taufik Ismail pulak,” kata Atah Roy.
“Negara kita dah macam ini, siape pun malu, Roy. Nak buat tempe dan tahu, bahannye datang dari luar negeri. Nak masak pakai garam, garamnye pun dari luar negeri, jadi ape yang hendak kite banggakan dari negara kite ni? Para tokohnya, sibuk berkelahi. Orang yang dipercayai rakyat, asik nak membengak rakyat, dan rakyatnye pula, tak tahu nak buat ape lagi. Semue dah kacau balau,” geram Kak Kalsum.
Percakapan dengan Kak Kalsum, memang menjadi beban di otak Atah Roy. Atah Roy membayangkan seandainya negara ini betul-betul diurus dengan baik, maka negara ini memang menjadi negara yang paling mantap seantero dunia ini. Tapi sayang, inilah kenyataannya, dimana-mana terjadi perselisihan. Rakyat terus memprotes karena hk mereka tidak terpenuhi. Sementara para pemimpinnya, sibuk membesar-besarkan dirinya sendiri.
Leman Lengkung tiba-tiba datang.
“Tah, saye lulus masuk universitas di Amerika. Atah ade duit membiayai saye?” tanya Leman Lengkung sambil menyodorkan selembar kertas.
Atah Roy memandang Leman Lengkung dengan mata sembab. Lalu kertas di tangan Leman Lengkung diambilnya.
“Man, negara kite lagi kacau. Jangankan nak menyekolahkan putra-putri terbaik bangsa ini keluar negeri, kedelai, dan garam pun kite tak punye,” ucap Atah Roy sambil menitik air mata. “Malu aku, Man, memalukan!” tambah Atah Roy sambil meninggalkan Leman Lengkung sendiri.