Kembali negeri
ini diselimuti asap. Orang-orang hanya bisa mengeluh dan mengutuk. Keluhan
diserang penyakit, tentu ditujukan kepada kita sendiri, tapi kutukan, entah
kepada siapa hendak dialamatkan. Kepada pemerintah? Pemerintah tak juga jadi ‘batu’.
Pada pihak swasta, pihak swasta semakin kaya saja.
Untuk mengatasi
masalah asap ini, Atah Roy bermeditasi alias bertapa di kamarnya. Sudah dua
hari, dua malam Atah Roy bertapa. Makan dan minum tak disentuhnya. Melihat keadaan
seperti ini, Leman Lengkung ketakutan juga. Leman Lengkung takut sakit lain
pula yang mendera Atah Roy. Hendak menyadarkan Atah Roy, Leman Lengkung
ketakutan juga. Manalah tahu, Atah Roy mengamuk sebab pertapaannya terganggu.
Hari ini, sudah
masuk hari yang ketiga. Seperti biasa, Leman Lengkung mengantarkan makanan dan
minuman untuk Atah Roy. Walaupun makanan dan minuman semalam belum disentuh
Atah Roy, namun Leman Lengkung tetap menyediakan. Mana tahu, Atah Rou lapar
seketika, bisa langsung menyantap makanan yang sudah tersedia. Tanda-tanda Atah
Roy akan menyantap makanan dan minuman, tidak juga muncul. Leman Lengkung
bertambah khawatir. Namun beberapa saat kemudian, tangan Atah Roy bergerak.
Semakin lama, semakin cepat gerakan tangan Atah Roy. Atah Roy seperti penari
Olang-olang; berdiri menghentakkan kakinya sambil menggerakkan tangan semakin
cepat.
Leman Lengkung
terkejut. Ia ingin memegang tubuh Atah Roy, namun tangan Atah Roy menyepak
alias menguak Leman Lengkung. Mata Atah Roy masih tertutu rapat, mulutnya
berkomat-kamit, seperti membacakan mantra. Tapi Leman Lengkung belum dapat
mengartikan gerak mulut Atah Roy.
“Akulah alam
yang kalian sia-siakan. Akulah udara cemas yang kalian isap. Kalian tak
menepati janji. Kalian terlalu serakah akan hidup. Kalian berkhianat kepadaku,”
ujar Atah Roy dengan mata masih tertutup.
Leman Lengkung
panik. Ia tidak dapat berbuat apa-apa, selain memandang bapak saudaranya dengan
mulut sedikit menganga.
“Aku telah cukup
sabar membiarkan kalian berbuat sesuka hati kalian. Membakar hutan, menebang
hutan, mengeruk isi perut bumi, namun kalian tidak pernah bersyukur. Kalian
akan binasa disebabkan perbuatan serakah kalian sendiri,” tubuh Atah Roy
semakin kencang bergerak. Atah Roy seperti burung terbang mengelilingi angkasa.
“Ape masalahnye
ni, Tah?” Leman Lengkung tak mampu berdiam diri.
“Akulah alam
yang kalian sia-siakan!” suara Atah Roy semakin keras.
“Ape hubungannye
dengan saye?” Leman Lengkung kembali bertanya.
“Halangi
keserakahan itu, sebelum aku membinasakan kalian. Tidak ada bedanya, kalau
kalian yang tidak berbuat menyengsarakan aku hanya diam menyaksikan akibat
keserakahan orang-orang yang berbuat itu. Kalian harus melakukan perlawanan
terhadap orang-orang serakah itu. Apa gunanya kalian diberikan pikiran dan
kekuatan, kalau hanya diam menyaksikan aku dimusnahkan? Kalian lihatlah asap
menyerang kalian setiap saat. Tak mungkin asap hadir tanpa ada api, dan tentu
saja api itu datang dari hutan yang dibakar! Bertahun-tahun kalian melakukan keserakahan
yang sama, tanpa ada jalan penyelesaiannya. Kalian tidak berlajar dari nenek
moyang kalian yang memanfaatkan kami dahulu. Alam bagi nenek moyang kalian
adalah diri mereka sendiri. Sakit alam adalah sakit mereka, musnah alam adalah
kemusnahan mereka. Pada hari ini, kalian semakin tamak dan loba memanfaatkan
kami!” Atah Roy semakin tidak dapat dikendalikan. Tubuhnya semakin kencang
bergerak.
Leman Lengkung
kembali berusaha menyadarkan Atah Roy, namun kembali tangan Atah Roy menyepak
Leman Lengkung. Kali ini Leman Lengkung terduduk disepak Atah Roy. Leman
Lengkung meringih kesakitan.
“Jangan halangi
aku menuntut balas kepada kalian. Asap yang kalian ciptakan sendiri dengan
membakar hutan akan menjadi bala bagi kalian, namun kalian diam saja. Kalian
seperti tidak tahu saja. Padahal asap itu kalian hirup dan akan menjadi sumber
penyakit. Kalian terlalu tidak percaya diri, selalu dikalahkan oleh pemilik
modal. Kekuasaan kalian hanya diukur dengan uang. Kalian terlalu diperbudak
uang. Kalian akan melihat anak-cucu kalian tidak diserang penyakit yang
mematikan karena kalian kualat dengan alam!” setelah mengeluarkan kaliamat
tersebut, Atah Roy jatuh terkulai tidak sadarkan diri. Leman Lengkung
cepat-cepat mendekati Atah Roy.
“Tah, Atah Roy,
bangket Tah,” kata Leman Lengkung sambil menggoyangkan badan Atah Roy.
Atah Roy tak
bergerak. Leman Lengkung semakin khawatir. Leman Lengkung meletakkan kepala
Atah Roy di atas bantal, kemudia Leman Lengkung mengambil air putih. Lalu Leman
Lengkung menghusap muka Atah Roy dengan air putih tersebut. Perlahan-lahan Atah
Roy siuman. Melaihat Atah Roay sadar, Leman Lengkung memberi minum kepada Atah
Roy.
“Ape yang
terjadi, Man?” tanya Atah Roy.
“Atah seperti kemasukan
tadi. Atah bercakap panjang lebo tentang masalah asap yang melanda negeri ini,”
ujar Leman Lengkung.
“Apa yang aku
ucapkan tadi, Man?” tanya Atah Roy lagi.
“Banyak Tah, tak
ingat saye de,” jawab Leman Lengkung.
“Intinye?”
“Kite tak berbuat
ape-ape pun terhadap keserakahan di depan mate kite,” jelas Leman Lengkung.
“Betul tu, Man.
Kite jadi penakut berhadapan dengan ketamakan dan kerakusan,” Atah Roy agak
kesal.
“Ape yang harus
kite lakukan, Tah?”
“Entahlah Man,
aku pun kehilangan akal.”
“Nampaknye Tah,
kite harus ngumpulkan kekuatan. Kite unjuk rase beramai-ramai,” Leman Lengkung
semangat.
“Demonstrasi tak
dipandang orang lagi, Man. Dah berape banyak orang yang demo, tapi tetap saje
tak didengo,” ujar Atah Roy patah semangat.
“Jadi, ape yang
hendak kite buat, Tah?”
“Kite jadi asap
ajelah, senang kite masuk ke tubuh manusie lainnye, dan kite bebas nak kemane,”
jawan Atah Roy kehilangan semangat.
“Kite bio saje
negeri kite tetap diselimuti asap, Tah?”
“Kite tunggu aje
kebaikan dari Sang Pencipta untuk menyelamatkan kite, Man. Orang yang punye
kuasa pun tak berbuat ape-ape,” tambah Atah Roy lemas.