Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Sabtu, 14 Januari 2012

Pelawan


Masa lalu selalu dijadikan rujukan untuk menghindar dari kelemahan yang menyebabkan diri terluka. Padahal masa lalu spirit untuk membentengi diri dari serangan musuh agar diri tak lumpuh. Maka tidak salahlah apabila Atah Roy sampai sekarang ini sangat mengagungi Hang Jebat sebagai tokoh favoritnya dalam meneguhkan hati menjadi seorang ‘pelawan’. “Kite perlu pelawan sekarang ini, bukan penurut. Banyak kebijakan hari ini berlawan dengan hati nurani. Dalam cerita lama, Hang Jebat mewkili sosok pelawan itu,” ucap Atah Roy dalam hati sambil meletakkan surat kabar yang ia baca di atas meja.
Atah Roy tak habis pikir, kenapa peristiwa di setiap surat kabar di negeri ini, selalu saja peristiwa air mata yang disebabkan kebijakan yang diterapkan oleh penguasa. Mulai dari peristiwa bank yang bermasalah, Mesuji, jahit mulut Pulau Padang, anak muda mencuri sandal jepit, sampai masalah merebut kursi kekuasaan, pada akhirnya yang lemah selalu dikalahkan. “Inikah yang dinamakan kesetiaan, sehingga orang memilih diam seperti Hang Tuah dibandingkan melawan seperti Hang Jebat untuk mengarifi keadaan ini?” Atah Roy bertanya dalam hati.
Atah Roy juga kesal, kenapa seorang pelawan selalu saja dimusuhi, padahal dengan adanya seorang pelawan kita mengetahui kesalahan kita. “Sultan Mahmud dalam Hikayat Hang Tuah, tidak akn pernah menyadri arti pentingnya sosok HangTuah, kalau Hang Jebat tidak melawan kebijakan sultan yang menghukum pancung HangTuah,” bisik Atah Roydalam hati.
Pelawan menurut Atah Roy, terjadi disebabkan ada sesutu yang tak kena dengan sikap atau kebijakan yang diputuskan. Atah Roy juga pernah dilawan oleh Leman Lengkung, ketika mau menikah lagi dengan seorang gadis. Saat itu Atah Roy sangat tersinggung dengan sikap Leman Lengkung yang tidak mendukungnya. Seharusnya, pikir Atah Roy waktu itu, sebagai keponakan yang dibesarkan dengan susah payah, Leman Lengkung harus mati-matian membela keinginan Atah Roy, bukan menentang. Akibat Leman Lengkung mengambil sikap melawan, keinginan Atah Roy menikahi gadis tersebut kandas di tebing kecewa.
Selama 3 bulan Atah Roy tidak bertegur sapa dengan Leman Lengkung. Bagi Atah Roy, memandang Leman Lengkung pada waktu itu, sama memandang najis yang tak tahu diuntung. Setiap kali Leman ingin membuka pembicaraan agar hubungan mereka harmonis kembali, berkali-kali pula Atah Roy pergi. Hati Atah Roy benar-benar terluka. Kelemahan manusia adalah selalu menganggap dirinya yang paling betul, padahal kebenaran seseorang itu kadang kala datang dari orang lain. Seperti Sultan Mahmud, Atah Roy juga menyadari bahwa kehadiran Leman Lengkung sangat dibutuhkan, setelah diketahui gadis yang ingin dinikahinya, gadis yang tidak betul. Ini terbukti setelah menikah selama 3 bulan dengan seorang lelaki, gadis itu selingkuh dengan lelaki lain. Cerita itu cepat tersebar, dan akhirnya sampai ke telinga Atah Roy.
“Saye tahu bahwa gadis itu tak betul, Tah. Itu sebabnya saya tak setuju Atah nikah dengan die,” ucap Leman Lengkung waktu itu. Atah Roy terpaku.
“Pengalaman menciptakan manusia lebih arif untuk bersikap,” kalimat itulah yang selalu bermain di benak Atah Roy saat ini. Maka Atah Roy pun heran, kenapa di negeri ini orang selalu terjebak melakukan kesalahan yang sama. Kenapa manusia pada hari ini, pikir Atah Roy, tak belajar dari pengalaman. “Mengapa orang yang selalu menentang atau melawan keinginan kita, kite jadikan musuh?” Atah Roy bertnya dalam hati.
Di saat Atah Roy bertanya dalam hati, Leman Lengkung datang tergopoh-gopoh alias tergesa-gesa. Atah Roy terkejut melihat raut muka Leman Lengkung macam dikejar Hantu Kopik.
“Ngape engkau, Man? Kene kejar hantu?”
“Anu, Tah….,” Leman tak jelas.
“Anu ape? Tenang melambangkan kebijaksanaa,” ucap Atah Roy menenangkan Leman Lengkung.
“Rumah Utih Uar diserang warga,” jelas Leman Lengkung dengan tebata-bata.
“Astaqfirullahalzim. Kenape warga kampung kite tak menerime perbedaan pendapat? Apekah negeri ini memang sudah dikutuk,  sehingga setiap orang tak setuju harus dimusnahkan?” Atah Roy menggeleng-gelengkan kepala.
Atah Roy tahu punca masalahnya. Azuar atau yang dipanggil Leman Lengkung Utih Uar, melawan ketika kebun sagunya mau dibeli oleh perusahaan yang hendak menjadikan hutan dan kebun sagu di kampungnya wilayah hutan tanaman industri. Menurut Azuar seminggu yang lalu, selain tanah di kampung ini tak cocok dengan tanaman yang akan diganti, sagu merupakan bagian dari hidupnya yang sudah berlangsung sejak dari nenek moyangnya. “Aku bisa hidup dengan kebun sagu. Aku tak butuh perusahaan itu! Selama ini, aku hidup juge tanpe perusahaan itu!” ujar Azuar di depan warga ketika diadakan pertemuan warga, camat dan juga pihak perusahaan.
Semenjak itulah Azuar dimusuhi oleh orang-orang dan sampai rumah Azuar diserang warga pada hari ini. Atah Roy tertegun tak berdaya. Atah Roy seakan kehilangan daya untuk berbuat sesuatu menyelsaikan masalah ini. Orang-orang sudah tak dapat membedakan mana yang harus dibela, dan mana yang harus didukung. Pelawan tetap saja menjadi musuh. Orang tak pernah berlajar dari masa lalu. Orang sudah engan menafsir cerita-cerita lama, sehingga tak tahu lagi mana emasdan mana loyang.
“Yang lebih parahnye, Tah, orang yang tahu berdiam diri tanpa berbuat apa-apa dan membiarkan kesalahan tetap berkuasa,” ujar Leman Lengkung, seperti menampar wajah Atah Roy.
“Kite harus membela Azuar!” ujar Atah sambil berdiri. Tapi tiba-tiba saja perut Atah sakit. “Aku nak buang air besar dulu, Man,” kata Atah Roy sambil meninggalkan Leman Lengkung sendiri.
“Jadi pelawan itu berat rupenye,” Leman Lengkung tersenyum.                        
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar