Masa lalu selalu dijadikan rujukan untuk menghindar dari
kelemahan yang menyebabkan diri terluka. Padahal masa lalu spirit untuk
membentengi diri dari serangan musuh agar diri tak lumpuh. Maka tidak salahlah
apabila Atah Roy sampai sekarang ini sangat mengagungi Hang Jebat sebagai tokoh
favoritnya dalam meneguhkan hati menjadi seorang ‘pelawan’. “Kite perlu pelawan
sekarang ini, bukan penurut. Banyak kebijakan hari ini berlawan dengan hati
nurani. Dalam cerita lama, Hang Jebat mewkili sosok pelawan itu,” ucap Atah Roy
dalam hati sambil meletakkan surat kabar yang ia baca di atas meja.
Atah Roy tak habis pikir, kenapa peristiwa di setiap surat
kabar di negeri ini, selalu saja peristiwa air mata yang disebabkan kebijakan
yang diterapkan oleh penguasa. Mulai dari peristiwa bank yang bermasalah,
Mesuji, jahit mulut Pulau Padang, anak muda mencuri sandal jepit, sampai
masalah merebut kursi kekuasaan, pada akhirnya yang lemah selalu dikalahkan. “Inikah
yang dinamakan kesetiaan, sehingga orang memilih diam seperti Hang Tuah
dibandingkan melawan seperti Hang Jebat untuk mengarifi keadaan ini?” Atah Roy
bertanya dalam hati.
Atah Roy juga kesal, kenapa seorang pelawan selalu saja dimusuhi,
padahal dengan adanya seorang pelawan kita mengetahui kesalahan kita. “Sultan
Mahmud dalam Hikayat Hang Tuah, tidak akn pernah menyadri arti pentingnya sosok
HangTuah, kalau Hang Jebat tidak melawan kebijakan sultan yang menghukum
pancung HangTuah,” bisik Atah Roydalam hati.
Pelawan menurut Atah Roy, terjadi disebabkan ada sesutu yang
tak kena dengan sikap atau kebijakan yang diputuskan. Atah Roy juga pernah
dilawan oleh Leman Lengkung, ketika mau menikah lagi dengan seorang gadis. Saat
itu Atah Roy sangat tersinggung dengan sikap Leman Lengkung yang tidak
mendukungnya. Seharusnya, pikir Atah Roy waktu itu, sebagai keponakan yang
dibesarkan dengan susah payah, Leman Lengkung harus mati-matian membela
keinginan Atah Roy, bukan menentang. Akibat Leman Lengkung mengambil sikap
melawan, keinginan Atah Roy menikahi gadis tersebut kandas di tebing kecewa.
Selama 3 bulan Atah Roy tidak bertegur sapa dengan Leman
Lengkung. Bagi Atah Roy, memandang Leman Lengkung pada waktu itu, sama
memandang najis yang tak tahu diuntung. Setiap kali Leman ingin membuka pembicaraan
agar hubungan mereka harmonis kembali, berkali-kali pula Atah Roy pergi. Hati
Atah Roy benar-benar terluka. Kelemahan manusia adalah selalu menganggap
dirinya yang paling betul, padahal kebenaran seseorang itu kadang kala datang dari
orang lain. Seperti Sultan Mahmud, Atah Roy juga menyadari bahwa kehadiran
Leman Lengkung sangat dibutuhkan, setelah diketahui gadis yang ingin
dinikahinya, gadis yang tidak betul. Ini terbukti setelah menikah selama 3
bulan dengan seorang lelaki, gadis itu selingkuh dengan lelaki lain. Cerita itu
cepat tersebar, dan akhirnya sampai ke telinga Atah Roy.
“Saye tahu bahwa gadis itu tak betul, Tah. Itu sebabnya saya
tak setuju Atah nikah dengan die,” ucap Leman Lengkung waktu itu. Atah Roy
terpaku.
“Pengalaman menciptakan manusia lebih arif untuk bersikap,”
kalimat itulah yang selalu bermain di benak Atah Roy saat ini. Maka Atah Roy
pun heran, kenapa di negeri ini orang selalu terjebak melakukan kesalahan yang
sama. Kenapa manusia pada hari ini, pikir Atah Roy, tak belajar dari
pengalaman. “Mengapa orang yang selalu menentang atau melawan keinginan kita,
kite jadikan musuh?” Atah Roy bertnya dalam hati.
Di saat Atah Roy bertanya dalam hati, Leman Lengkung datang
tergopoh-gopoh alias tergesa-gesa. Atah Roy terkejut melihat raut muka Leman
Lengkung macam dikejar Hantu Kopik.
“Ngape engkau, Man? Kene kejar hantu?”
“Anu, Tah….,” Leman tak jelas.
“Anu ape? Tenang melambangkan kebijaksanaa,” ucap Atah Roy
menenangkan Leman Lengkung.
“Rumah Utih Uar diserang warga,” jelas Leman Lengkung dengan
tebata-bata.
“Astaqfirullahalzim. Kenape warga kampung kite tak menerime
perbedaan pendapat? Apekah negeri ini memang sudah dikutuk, sehingga setiap orang tak setuju harus
dimusnahkan?” Atah Roy menggeleng-gelengkan kepala.
Atah Roy tahu punca masalahnya. Azuar atau yang dipanggil
Leman Lengkung Utih Uar, melawan ketika kebun sagunya mau dibeli oleh
perusahaan yang hendak menjadikan hutan dan kebun sagu di kampungnya wilayah
hutan tanaman industri. Menurut Azuar seminggu yang lalu, selain tanah di
kampung ini tak cocok dengan tanaman yang akan diganti, sagu merupakan bagian
dari hidupnya yang sudah berlangsung sejak dari nenek moyangnya. “Aku bisa
hidup dengan kebun sagu. Aku tak butuh perusahaan itu! Selama ini, aku hidup
juge tanpe perusahaan itu!” ujar Azuar di depan warga ketika diadakan pertemuan
warga, camat dan juga pihak perusahaan.
Semenjak itulah Azuar dimusuhi oleh orang-orang dan sampai
rumah Azuar diserang warga pada hari ini. Atah Roy tertegun tak berdaya. Atah
Roy seakan kehilangan daya untuk berbuat sesuatu menyelsaikan masalah ini.
Orang-orang sudah tak dapat membedakan mana yang harus dibela, dan mana yang
harus didukung. Pelawan tetap saja menjadi musuh. Orang tak pernah berlajar
dari masa lalu. Orang sudah engan menafsir cerita-cerita lama, sehingga tak
tahu lagi mana emasdan mana loyang.
“Yang lebih parahnye, Tah, orang yang tahu berdiam diri tanpa
berbuat apa-apa dan membiarkan kesalahan tetap berkuasa,” ujar Leman Lengkung,
seperti menampar wajah Atah Roy.
“Kite harus membela Azuar!” ujar Atah sambil berdiri. Tapi
tiba-tiba saja perut Atah sakit. “Aku nak buang air besar dulu, Man,” kata Atah
Roy sambil meninggalkan Leman Lengkung sendiri.
“Jadi pelawan itu berat rupenye,” Leman Lengkung tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar