Atah Roy tak habis pikir, kenapa perkembangan zaman menyebabkan
orang-orang memandang masa lalu menjadi sesuatu penghalang. Padahal masa kenen
alias masa kini hadir disebabkan masa lalu. Itu sudah pasti. Atah Roy risau,
orang kenen kehilangan kesejetian sebagai anak negeri. Mereka, orang kenen
menurut Atah Roy, kehilangan identitas disebabkan terlalu percaya kepada
pandangan keterbukaan. Tersebab terlalu terbuka, segala yang berasal dari luar
masuk. Celakanya, orang kenen di negeri ini belum menyiapkan pondasi kebudayaan
yang kuat, mereka langsung membangun kebudayaan baru dengan mengunakan
bahan-bahan kebudayaan asing. Tak dapat dipungkiri lagi, jadilah generasi kenen
sebagai pendurhaka, tak peduli dengan cakap orang tua lagi. Orang tua juga
salah, asik berteking untuk menegak benang basah, tersebab ada kepentingan
lain.
Atah Roy palak alias sakit hati
melihat generasi kenen seperti orang buta melanggar nilai-nilai orang yang
mendiami negeri ini. Lebih palak lagi, orang tua hanya diam, bahkan ikut-ikutan
ambil bagian membelasah nilai itu. Mereka menjadi pengikut tulen, tanpa dapat membedakan mana yang menyinggung keturunannya, dan
mana yang harus dikembangkan. Sepele memang, menurut Atah Roy, tapi dapat
membunuh dan sekaligus mempermalukan sepanjang masa diri sendiri.
Contoh yang paling sederhana, tetapi memunculkan citra orang menjadi
buruk. Kata LEBAI, Atah Roy mencontohkan, bergeser makna menjadi sesuatu yang
negatif. Padahal, menurut Atah Roy, kata Lebai identik dengan agama Islam. Orang
yang dipanggil Lebai adalah orang alim, mengetahui ajaran agama Islam secara
mendalam. Kata Lebai juga bermakna penjaga mesjid atau orang yang mengurus
suatu pekerjaan yang bertalian dengan
agama Islam. Hari ini, kata Lebai itu dipermainkan dan menjadi alat mengejek
atau menceme’eh orang-orang yang berlebih-lebihan.
Secara tidak langsung, menurut Atah Roy, kata Lebai pada hari ini,
memperolok-olok orang alim. Tentu saja, kalau sudah mengolok-olok orang alim,
berarti mengolok-olok agama Islam. Atah Roy tidak mau menerima kenyataan ini.
Orang kenen, paling tidak orang di kampungnya, harus diselamatkan dari
penyelewengan makna kata. Kata Lebai harus kembali kepada maknanya yang
sebenarnya.
Atah Roy memutar otak mencari cara mengembalikan makna kata Lebai itu.
Terlintas di benak Atah Roy hendak melaksanakan seminar membahas kata Lebai
ini, namu dibantah oleh Atah Roy sendiri. Seminar hanya menghabiskan duit. Lagi
pula kalau diadakan seminar, hanya diikuti oleh beberapa orang saja.
Untung-untung kalau yang mengikut seminar itu membagikan hasil seminar itu pada
orang lain. Biasanya kebanyakan yang mengikut seminar hanya mencari sertifikat
untuk kenaikan pangkat. Kalau banyak sertifikat, maka banyak pulalah duitnya.
Atah Roy tak mau hal seperti itu terjadi, kebenaran ilmiah tidak bisa diperjual
belikan. Hehehe… macam ye betul.
Sempat juga Atah Roy terpikir, mengembalikan makna kata Lebai ini dengan
mengadakan pementasan drama, namun dibantah Atah Roy kembali. Pementasan drama
biayanya besar, sementara orang-orang tidak mau membantu pementasan drama lagi.
Orang drama tak pandai mengangkat lanpa alias cari muka pada pejabat negeri
ini. Selain itu, orang sudah tak mau menonton drama disebabkan pementasan drama
akhir-akhir ini tidak berkualitas. Orang lebih senang menonton tv, yang
memperlihatkan cerita dengan memamerkan perempuan cantik, lelaki ganteng,
padahal ceritanya sedikit pun tak mendidik.
Pening juga Atah Roy hendak mengembalikan makna kata Lebai ini. Lama Atah
Roy berpikir, dan akhirnya niat tulus berbuah solusi yang baik pula. Atah Roy
pun bergegas masuk ke kamarnya. Atah Roy membongkar lemari baju, dan mengambil jubah
berwarna putih. Tak lupa, Atah Roy juga mengambil sorbannya. Beberapa saat
kemudian, Atah Roy sudah seperti orang Arab; pakai jubah dan di kepalanya
sorban putih terpasang dengan rapi. “Aku akan cube mengembalikan makna kata
Lebai dengan care aku sendiri,” ucap Atah Roy mantap.
Dengan menggunakan jubah berwarna putih dan sorban di atas kepalanya, Atah
Roy berjalan keliling kampung. Sikap Atah Roy tenang, memandang penuh dengan
makna. Pas di depan kedai Aziz Teling, Atah Roy berjumpe Kadan Botak. Kadang
Botak agak heran melihat penampilan Atah Roy.
“Nak kemane, Lebai?” sapa Kadan Botak.
Atah Roy cepat-cepat menghampiri Kadan Botak dan langsung bertanya.
“Ape maksud dikau memanggil aku lebai?”
“Lebai itu kan orang alim, Tah.”
“Bagus, dikau belum tercemar nampaknye,” Atah Roy senang.
“Maksud Atah?” Kadan Botak penasaran.
“Pokoknye, dikau masih bersih. Assalammualaikum,” Atah Roy langsung pergi
meninggalkan Kadan Botak. Kadang Botak hanye bisa termenung menenguk Atah Roy
pergi begitu saja.
Atah Roy terus berjalan dengan sikap tenangnya. Tidak jauh di depan kantor
penghulu, Atah Roy berjumpa Kasim Jalak. Atah Roy tak menyapa Kasim Jalak,
karena Atah Roy berharap Kasim terlebih dahulu menyapa. Rupanya harapan Atah
Roy menjadi kenyataan.
“Assallammualaikum, Lebai. Dari mane?”
Atah Roy cepat-cepat melangkah mendekati Kasim Jalak. Kasim Jalak agak
tergegau alias terkejut juga meneguk Atah Roy bergegas mendekatinya.
“Lebai dari mane?” tanye Kasim Jalak lembut.
“Ape maksud dikau memanggil aku lebai?”
“Kalau dah penampilan macam ini kan, Atah ni dah termasuk pemuka agama,”
Kasim Jalak agak takut.
“Dikau masih bersih,” kata Atah roy langsung pergi meninggalkan Kasim
Jalak. Kasim Jalak heran, tak tahu apa maksud Atah Roy. Sambil menggaru
kepalanya yang tidak gatal, Kasim Jalak pun pergi.
Atah Roy agak senang. Rupanya orang di kampung masih mempertahankan makna
kata Lebai itu. Atah Roy pun tersenyum, namun beberapa saat kemudian senyumnya
berubah, ketika Leman Lengkung menghampirinya.
“Atah ni ngape lebai betul?” tanye Leman Lengkung.
“Maksud dikau memanggil aku lebai, ape?” Atah Roy agak geram.
“Tah, sebagai anak saudare, aku malu nenguk Atah berpakaian
berlebih-lebihan macam ini, tak elok ditenguk orang” Leman Lengkung kesal.
“Budak tak tahu diuntung betul dikau ni, Man! Rupenye anak saudare aku
sendiri yang dah tercemar oleh gerakan yang hendak menjatuhkan marwah Islam! Aku
juge yang salah!” Atah Roy pergi sambil melepaskan sorbannye. Air mata Atah Roy
menggalir ke pipi.
“Maksud, Atah?” Leman Lengkung bertanye, namun Atah Roy tidak peduli. Atah
Roy terus pergi.
“Gajah di seberang lautan tampak, tungau di kelopak mata terabaikan,” ucap
Atah Roy sedih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar