Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Minggu, 11 Maret 2012

Kata Lebai


Atah Roy tak habis pikir, kenapa perkembangan zaman menyebabkan orang-orang memandang masa lalu menjadi sesuatu penghalang. Padahal masa kenen alias masa kini hadir disebabkan masa lalu. Itu sudah pasti. Atah Roy risau, orang kenen kehilangan kesejetian sebagai anak negeri. Mereka, orang kenen menurut Atah Roy, kehilangan identitas disebabkan terlalu percaya kepada pandangan keterbukaan. Tersebab terlalu terbuka, segala yang berasal dari luar masuk. Celakanya, orang kenen di negeri ini belum menyiapkan pondasi kebudayaan yang kuat, mereka langsung membangun kebudayaan baru dengan mengunakan bahan-bahan kebudayaan asing. Tak dapat dipungkiri lagi, jadilah generasi kenen sebagai pendurhaka, tak peduli dengan cakap orang tua lagi. Orang tua juga salah, asik berteking untuk menegak benang basah, tersebab ada kepentingan lain.  
Atah Roy palak alias sakit hati melihat generasi kenen seperti orang buta melanggar nilai-nilai orang yang mendiami negeri ini. Lebih palak lagi, orang tua hanya diam, bahkan ikut-ikutan ambil bagian membelasah nilai itu. Mereka menjadi pengikut tulen, tanpa dapat membedakan mana yang menyinggung keturunannya, dan mana yang harus dikembangkan. Sepele memang, menurut Atah Roy, tapi dapat membunuh dan sekaligus mempermalukan sepanjang masa diri sendiri.
Contoh yang paling sederhana, tetapi memunculkan citra orang menjadi buruk. Kata LEBAI, Atah Roy mencontohkan, bergeser makna menjadi sesuatu yang negatif. Padahal, menurut Atah Roy, kata Lebai identik dengan agama Islam. Orang yang dipanggil Lebai adalah orang alim, mengetahui ajaran agama Islam secara mendalam. Kata Lebai juga bermakna penjaga mesjid atau orang yang mengurus suatu  pekerjaan yang bertalian dengan agama Islam. Hari ini, kata Lebai itu dipermainkan dan menjadi alat mengejek atau menceme’eh orang-orang yang berlebih-lebihan.
Secara tidak langsung, menurut Atah Roy, kata Lebai pada hari ini, memperolok-olok orang alim. Tentu saja, kalau sudah mengolok-olok orang alim, berarti mengolok-olok agama Islam. Atah Roy tidak mau menerima kenyataan ini. Orang kenen, paling tidak orang di kampungnya, harus diselamatkan dari penyelewengan makna kata. Kata Lebai harus kembali kepada maknanya yang sebenarnya.
Atah Roy memutar otak mencari cara mengembalikan makna kata Lebai itu. Terlintas di benak Atah Roy hendak melaksanakan seminar membahas kata Lebai ini, namu dibantah oleh Atah Roy sendiri. Seminar hanya menghabiskan duit. Lagi pula kalau diadakan seminar, hanya diikuti oleh beberapa orang saja. Untung-untung kalau yang mengikut seminar itu membagikan hasil seminar itu pada orang lain. Biasanya kebanyakan yang mengikut seminar hanya mencari sertifikat untuk kenaikan pangkat. Kalau banyak sertifikat, maka banyak pulalah duitnya. Atah Roy tak mau hal seperti itu terjadi, kebenaran ilmiah tidak bisa diperjual belikan. Hehehe… macam ye betul.
Sempat juga Atah Roy terpikir, mengembalikan makna kata Lebai ini dengan mengadakan pementasan drama, namun dibantah Atah Roy kembali. Pementasan drama biayanya besar, sementara orang-orang tidak mau membantu pementasan drama lagi. Orang drama tak pandai mengangkat lanpa alias cari muka pada pejabat negeri ini. Selain itu, orang sudah tak mau menonton drama disebabkan pementasan drama akhir-akhir ini tidak berkualitas. Orang lebih senang menonton tv, yang memperlihatkan cerita dengan memamerkan perempuan cantik, lelaki ganteng, padahal ceritanya sedikit pun tak mendidik.
Pening juga Atah Roy hendak mengembalikan makna kata Lebai ini. Lama Atah Roy berpikir, dan akhirnya niat tulus berbuah solusi yang baik pula. Atah Roy pun bergegas masuk ke kamarnya. Atah Roy membongkar lemari baju, dan mengambil jubah berwarna putih. Tak lupa, Atah Roy juga mengambil sorbannya. Beberapa saat kemudian, Atah Roy sudah seperti orang Arab; pakai jubah dan di kepalanya sorban putih terpasang dengan rapi. “Aku akan cube mengembalikan makna kata Lebai dengan care aku sendiri,” ucap Atah Roy mantap.
Dengan menggunakan jubah berwarna putih dan sorban di atas kepalanya, Atah Roy berjalan keliling kampung. Sikap Atah Roy tenang, memandang penuh dengan makna. Pas di depan kedai Aziz Teling, Atah Roy berjumpe Kadan Botak. Kadang Botak agak heran melihat penampilan Atah Roy.
“Nak kemane, Lebai?” sapa Kadan Botak.
Atah Roy cepat-cepat menghampiri Kadan Botak dan langsung bertanya.
“Ape maksud dikau memanggil aku lebai?”
“Lebai itu kan orang alim, Tah.”
“Bagus, dikau belum tercemar nampaknye,” Atah Roy senang.
“Maksud Atah?” Kadan Botak penasaran.
“Pokoknye, dikau masih bersih. Assalammualaikum,” Atah Roy langsung pergi meninggalkan Kadan Botak. Kadang Botak hanye bisa termenung menenguk Atah Roy pergi begitu saja.
Atah Roy terus berjalan dengan sikap tenangnya. Tidak jauh di depan kantor penghulu, Atah Roy berjumpa Kasim Jalak. Atah Roy tak menyapa Kasim Jalak, karena Atah Roy berharap Kasim terlebih dahulu menyapa. Rupanya harapan Atah Roy menjadi kenyataan.
“Assallammualaikum, Lebai. Dari mane?”
Atah Roy cepat-cepat melangkah mendekati Kasim Jalak. Kasim Jalak agak tergegau alias terkejut juga meneguk Atah Roy bergegas mendekatinya.
“Lebai dari mane?” tanye Kasim Jalak lembut.
“Ape maksud dikau memanggil aku lebai?”
“Kalau dah penampilan macam ini kan, Atah ni dah termasuk pemuka agama,” Kasim Jalak agak takut.
“Dikau masih bersih,” kata Atah roy langsung pergi meninggalkan Kasim Jalak. Kasim Jalak heran, tak tahu apa maksud Atah Roy. Sambil menggaru kepalanya yang tidak gatal, Kasim Jalak pun pergi.
Atah Roy agak senang. Rupanya orang di kampung masih mempertahankan makna kata Lebai itu. Atah Roy pun tersenyum, namun beberapa saat kemudian senyumnya berubah, ketika Leman Lengkung menghampirinya.
“Atah ni ngape lebai betul?” tanye Leman Lengkung.
“Maksud dikau memanggil aku lebai, ape?” Atah Roy agak geram.
“Tah, sebagai anak saudare, aku malu nenguk Atah berpakaian berlebih-lebihan macam ini, tak elok ditenguk orang” Leman Lengkung kesal.
“Budak tak tahu diuntung betul dikau ni, Man! Rupenye anak saudare aku sendiri yang dah tercemar oleh gerakan yang hendak menjatuhkan marwah Islam! Aku juge yang salah!” Atah Roy pergi sambil melepaskan sorbannye. Air mata Atah Roy menggalir ke pipi.
“Maksud, Atah?” Leman Lengkung bertanye, namun Atah Roy tidak peduli. Atah Roy terus pergi.
“Gajah di seberang lautan tampak, tungau di kelopak mata terabaikan,” ucap Atah Roy sedih.           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar