Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Sabtu, 03 Maret 2012

Dari Albert Enstein Sampai Kambing Jantan

Keteguhan berpegang kepada kebenaran untuk kepentingan orang ramai, memang berat. Atah Roy merasakan hal itu. Untuk menegakkan tiang kebenaran inilah, Atah Roy menyembunyikan kepentingan pribadi ke lubuk hati yang paling dalam. Atah Roy harus merelakan melapangkan hati untuk menampung segala hasratnya, agar kebenaran untuk kepentingan orang ramai berdiri tegak nantinya, walaupun pahit bagi Atah Roy. Bagimana tidak pahit, Atah Roy harus merelakan keinginan pribadinya disingkirkan.
Kerelaan Atah Roy mengedepankan kepentingan orang ramai dan tetap menjunjung kebenaran, mendapat ceme’ehan dari orang-orang terdekatnya. Tidak ketinggalan Leman Lengkung, anak saudara Atah Roy, menganggap bapak saudara terlalu lugu dan polos. Padahal, kata Leman Lengkung, di zaman kenen (sekarang), orang yang terlalu mengedepankan nilai idealis akan terpinggirkan. Untuk itulah orang-orang terdekat Atah Roy berharap kepada Leman Lengkung meneshati Atah Roy. Orang-orang terdekat Atah Roy takut nantinya, Atah Roy dimusuhi oleh banyak orang gara-gara berpegang teguh kepada kebenarannya.
Leman Lengkung menyanggupi apa yang disarankan orang-orang agar mengingatkan Atah Roy. Berat, tapi Leman Lengkung harus mengatakannya, karena ini menyangkut masalah keluarga dan diri Atah Roy sendiri. Kalau dibiarkan berlarut-larut, Atah Roy dan keluarganya, termasuk Leman Lengkung, akan benar-benar terkucil dari kampung. Bukankah sudah banyak contoh bagaimana kebenaran menjadi kesalahan disaat kebenran itu berlawanan dengan orang banyak, walaupun kebenaran itu untuk kepentingan orang banyak.
“Tidak! Aku tetap pade pendirian aku! Tak ade yang dapat menawar-nawar lagi, walaupun akhirnye aku tidak dipedulikan oleh orang kampung!” ujar Atah Roy ketika Leman Lengkung menyampaikan harapan orang-orang terdekat Atah Roy.
“Atah, untuk ape kite mempertahankan kebenaran kalau orang lain tidak menghendakinye? Bukankah kebenaran untuk orang banyak, bukan untuk diri sendiri?” Leman Lengkung terus membujuk Atah Roy.
“Leman, dikau tahu Albert Enstein?”
“Tahulah Tah, bukankah die yang menyempurnakan teori gravitasi bumi, kan?”
“Albert Enstein itu rela mengorbankan dirinya untuk sebuah kepentingan dan kebenaran untuk orang banyak di muka bumi ini. Padahal die ditawarkan duit yang tidak sedikit, untuk bekerja di sebuah perguruan tinggi, asalkan die mau bekerja untuk kepentingan orang Jerman saja. Pade masa itu kan Jerman sedang berperang dengan bangsa lainnye, dan Jerman yang dikomandoi oleh Hitler hendak membuat senjata pemusnah masal, dan ilmuan Jerman mengajak Enstein bergabung. Enstein menolak. Die yakin ilmu pengetahuan dan kebenaran itu tidak dapat dibeli dengan apepun juge. Kebenaran dan ilmu pengetahuan untuk kepentingan orang banyak, baik hari ini maupun untuk masa yang akan datang. Selain itu, Enstein kawan aku tu, sanggup hidup berita tak ade duit. Die ditinggalkan istrinye, diputus oleh pacarnye, sampai-sampai die hidup macam orang gile. Tapi die tetap tegar menghadapinye. Enstein tahu, kebenaran itu memang pahit, tapi apebile mampu mempertahankannye, akan berbuah kebahagiaan yang luar biasa. Membuat orang lain tersenyum lebih baik dibandingkan kite hidup sejahtera, dan Albert Estein sudah membuktikannye,” Atah Roy panjang lebar menjelaskan tentang kebenaran yang dipegang teguh oleh Albert Enstein kepada Leman Lengkung.
“Zamannye berbede, Tah. Pak Cik Enstein hidup di zaman orang-orang belum memandang kekayaan segala-galanya. Pada zaman kenen, orang yang tidak memiliki kekayaan akan tersingkirkan, walaupun die pandai,” Leman Lengkung beralasan.
“Siape cakap di zaman Enstein hidup, kekayaan bukanlah menjadi hal yang terpenting? Same saje zaman Enstein hidup dengan zaman kenen ni, tapi dulu Enstein dan beberape orang memiliki sikap dan berpendirian teguh, makanye kebenaran tetaplah kebenaran, tidak dapat digantikan!” Atah Roy mulai geram dengan Leman Lengkung.
Leman Lengkung mulai takut, namun dia memberanikan diri untuk tetap bertahan membujuk Atah Roy. Di pundaknya ada harapan orang-orang terdekat Atah Roy, dan Leman Lengkung tidak mau orang-orang itu kecewa disebabkan dirinye menyerah karena hanya dibentak oleh Atah Roy. Harapan orang-orang terdekatAtah Roy merupakan kebenaran bagi Leman Lengkung. Untuk itulah Leman Lengkung tetap bertahan.
“Tapi Tah, kan tidak salah kalau Atah mengalah siket, agar orang-orang senang,” suara Leman Lengkung sedikit menggigil, rupanya rasa takut Leman Lengkung menusuk sampai ke jantungnya.
“Tidak! Aku tetap bertahan. Biolah orang-orang terdekat aku menganggap aku keras kepale hari ini, tapi pada hari yang akan datang, mereke pasti menerime keyakinan aku sebagai kebenaran yang memang harus dipertahankan,” Atah Roy semakin yakin.
“Sebenarnye ape yang menyebabkan Atah harus tetap bertahan?” Leman Lengkung penasaran dengan sikap Atah Roy yang tidak mau melunak sedikit pun.
“Dikau tahukan, Man, kambing jantan kite tu adelah satu-satu kambing yang bisa berkokuk macam ayam, kalau aku jual kambing tu, make tak ade lagi kebangaan kampung ini. Kalaulah kambing itu punye keturunan dan dapat berkokuk macam die, baru aku jual. Kalau tidak, jangan diharap Man, walaupun aku dibayo 4 miliar, tetap tak aku jual,” Atah Roy tegas.
“Tapi Tah, kalau kambing itu dijual, name kampung kite juge terangkat,” Leman Lengkung membujuk Atah Roy.
“Untuk setahun, mungkin name kampung kite masih disebut, tapi lewat dari itu, tak akan ade orang mengingat asal kambing yang bisa berkokuk itu! Dikau harus ingat itu, Man! Jangan dikau pujuk aku lagi. Biolah aku macam Albert Enstein bertahan dengan kebenaran aku demi kepentingan kampung kite di mase akan datang!”
“Tapi…”
“Tak ade tapi-tapi lagi! Kalau dikau masih membujuk aku, aku lempang dikau!” Suara Atah Roy semakin meninggi. Lemang Lengkung terdiam, tak dapat bertahan. Leman Lengkung pun pergi meninggalkan Atah Roy seorang diri dengan perasaan kecewa.
“Albert Enstein, aku mau seperti dirimu!” teriak Atah Roy mantap.    

         


  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar