Keteguhan berpegang kepada kebenaran untuk kepentingan orang ramai, memang
berat. Atah Roy merasakan hal itu. Untuk menegakkan tiang kebenaran inilah,
Atah Roy menyembunyikan kepentingan pribadi ke lubuk hati yang paling dalam. Atah
Roy harus merelakan melapangkan hati untuk menampung segala hasratnya, agar
kebenaran untuk kepentingan orang ramai berdiri tegak nantinya, walaupun pahit
bagi Atah Roy. Bagimana tidak pahit, Atah Roy harus merelakan keinginan pribadinya
disingkirkan.
Kerelaan Atah Roy mengedepankan kepentingan orang ramai dan tetap
menjunjung kebenaran, mendapat ceme’ehan dari orang-orang terdekatnya. Tidak
ketinggalan Leman Lengkung, anak saudara Atah Roy, menganggap bapak saudara
terlalu lugu dan polos. Padahal, kata Leman Lengkung, di zaman kenen (sekarang),
orang yang terlalu mengedepankan nilai idealis akan terpinggirkan. Untuk itulah
orang-orang terdekat Atah Roy berharap kepada Leman Lengkung meneshati Atah
Roy. Orang-orang terdekat Atah Roy takut nantinya, Atah Roy dimusuhi oleh banyak
orang gara-gara berpegang teguh kepada kebenarannya.
Leman Lengkung menyanggupi apa yang disarankan orang-orang agar
mengingatkan Atah Roy. Berat, tapi Leman Lengkung harus mengatakannya, karena
ini menyangkut masalah keluarga dan diri Atah Roy sendiri. Kalau dibiarkan berlarut-larut,
Atah Roy dan keluarganya, termasuk Leman Lengkung, akan benar-benar terkucil
dari kampung. Bukankah sudah banyak contoh bagaimana kebenaran menjadi
kesalahan disaat kebenran itu berlawanan dengan orang banyak, walaupun kebenaran
itu untuk kepentingan orang banyak.
“Tidak! Aku tetap pade pendirian aku! Tak ade yang dapat menawar-nawar
lagi, walaupun akhirnye aku tidak dipedulikan oleh orang kampung!” ujar Atah
Roy ketika Leman Lengkung menyampaikan harapan orang-orang terdekat Atah Roy.
“Atah, untuk ape kite mempertahankan kebenaran kalau orang lain tidak
menghendakinye? Bukankah kebenaran untuk orang banyak, bukan untuk diri
sendiri?” Leman Lengkung terus membujuk Atah Roy.
“Leman, dikau tahu Albert Enstein?”
“Tahulah Tah, bukankah die yang menyempurnakan teori gravitasi bumi, kan?”
“Albert Enstein itu rela mengorbankan dirinya untuk sebuah kepentingan dan
kebenaran untuk orang banyak di muka bumi ini. Padahal die ditawarkan duit yang
tidak sedikit, untuk bekerja di sebuah perguruan tinggi, asalkan die mau
bekerja untuk kepentingan orang Jerman saja. Pade masa itu kan Jerman sedang
berperang dengan bangsa lainnye, dan Jerman yang dikomandoi oleh Hitler hendak
membuat senjata pemusnah masal, dan ilmuan Jerman mengajak Enstein bergabung.
Enstein menolak. Die yakin ilmu pengetahuan dan kebenaran itu tidak dapat
dibeli dengan apepun juge. Kebenaran dan ilmu pengetahuan untuk kepentingan
orang banyak, baik hari ini maupun untuk masa yang akan datang. Selain itu,
Enstein kawan aku tu, sanggup hidup berita tak ade duit. Die ditinggalkan
istrinye, diputus oleh pacarnye, sampai-sampai die hidup macam orang gile. Tapi
die tetap tegar menghadapinye. Enstein tahu, kebenaran itu memang pahit, tapi
apebile mampu mempertahankannye, akan berbuah kebahagiaan yang luar biasa.
Membuat orang lain tersenyum lebih baik dibandingkan kite hidup sejahtera, dan
Albert Estein sudah membuktikannye,” Atah Roy panjang lebar menjelaskan tentang
kebenaran yang dipegang teguh oleh Albert Enstein kepada Leman Lengkung.
“Zamannye berbede, Tah. Pak Cik Enstein hidup di zaman orang-orang belum
memandang kekayaan segala-galanya. Pada zaman kenen, orang yang tidak memiliki
kekayaan akan tersingkirkan, walaupun die pandai,” Leman Lengkung beralasan.
“Siape cakap di zaman Enstein hidup, kekayaan bukanlah menjadi hal yang
terpenting? Same saje zaman Enstein hidup dengan zaman kenen ni, tapi dulu
Enstein dan beberape orang memiliki sikap dan berpendirian teguh, makanye
kebenaran tetaplah kebenaran, tidak dapat digantikan!” Atah Roy mulai geram
dengan Leman Lengkung.
Leman Lengkung mulai takut, namun dia memberanikan diri untuk tetap
bertahan membujuk Atah Roy. Di pundaknya ada harapan orang-orang terdekat Atah
Roy, dan Leman Lengkung tidak mau orang-orang itu kecewa disebabkan dirinye
menyerah karena hanya dibentak oleh Atah Roy. Harapan orang-orang terdekatAtah
Roy merupakan kebenaran bagi Leman Lengkung. Untuk itulah Leman Lengkung tetap
bertahan.
“Tapi Tah, kan tidak salah kalau Atah mengalah siket, agar orang-orang
senang,” suara Leman Lengkung sedikit menggigil, rupanya rasa takut Leman
Lengkung menusuk sampai ke jantungnya.
“Tidak! Aku tetap bertahan. Biolah orang-orang terdekat aku menganggap aku
keras kepale hari ini, tapi pada hari yang akan datang, mereke pasti menerime
keyakinan aku sebagai kebenaran yang memang harus dipertahankan,” Atah Roy
semakin yakin.
“Sebenarnye ape yang menyebabkan Atah harus tetap bertahan?” Leman
Lengkung penasaran dengan sikap Atah Roy yang tidak mau melunak sedikit pun.
“Dikau tahukan, Man, kambing jantan kite tu adelah satu-satu kambing yang
bisa berkokuk macam ayam, kalau aku jual kambing tu, make tak ade lagi
kebangaan kampung ini. Kalaulah kambing itu punye keturunan dan dapat berkokuk
macam die, baru aku jual. Kalau tidak, jangan diharap Man, walaupun aku dibayo
4 miliar, tetap tak aku jual,” Atah Roy tegas.
“Tapi Tah, kalau kambing itu dijual, name kampung kite juge terangkat,”
Leman Lengkung membujuk Atah Roy.
“Untuk setahun, mungkin name kampung kite masih disebut, tapi lewat dari
itu, tak akan ade orang mengingat asal kambing yang bisa berkokuk itu! Dikau
harus ingat itu, Man! Jangan dikau pujuk aku lagi. Biolah aku macam Albert
Enstein bertahan dengan kebenaran aku demi kepentingan kampung kite di mase
akan datang!”
“Tapi…”
“Tak ade tapi-tapi lagi! Kalau dikau masih membujuk aku, aku lempang
dikau!” Suara Atah Roy semakin meninggi. Lemang Lengkung terdiam, tak dapat
bertahan. Leman Lengkung pun pergi meninggalkan Atah Roy seorang diri dengan
perasaan kecewa.
“Albert Enstein, aku mau seperti dirimu!” teriak Atah Roy mantap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar