Memang kematian selalu mengetuk pintu ruang kenangan, lalu menyemburkan
segala kisah yang pernah kita rajut bersama. Kita tersentak, terhenyak, dan
rasa sedih membangun puing-puing peristiwa yang pernah dilalui. Dari
puing-puing peristiwa ini, kita merasakan sangat beratnya perpisahan yang
disebabkan kematian. Kita pun merangkai setiap serpihan tawa, sedih yang pernah
bersebati ketika kematian belum menjelma. Maka setiap kenangan menjadi sesuatu
yang sangat berarti untuk mendekati diri dengan orang yang telah ‘pergi’.
Innalillahiwainahirojiun. Dia sudah pergi, tak akan kembali lagi. Sungguh
terasa berat, namun manusia tidak akan pernah dapat menghindar dari kematian.
Kita menyadari, sungguh menyadari,
perjalanan hidup akan berhenti di terminal kematian. Kita pun hanya mampu
menjawab dengan air mata. Air mata yang hadir dari peristiwa yang pernah
dilalui bersama. Begitulah, kematian selalu menyediakan suatu ruang untuk kita
mengingat perjumpaan.
Pada tanggal 31 Maret 2012, pukul 23.45 WIB, dia telah meninggalkan
kisahnya kepada kita semua. Tiada rampai
lagi yang dapat kita teguk dari pemikiran berliannya. Tiada lagi kelincahan Murai Malam mengajak kita berkicau di
sembarang musim. Tiada Pengantin Boneka
membujuk kita untuk tetap setia pada keriangan berkarya, dan tiada juga
nantinya Burung Tiung Seri Gading
terbang dengan sayap mengeliling dunia. Kita hanya mampu mengenangnya.
Kenanganlah nantinya memperjumpakan kita.
Jalan yang terbentang yang kita lalui bersama Hasan
Junus, kini tak akan berulang lagi, namun kenangan bersamanya, rasanya tidak
mungkin terlupakan. Sosok Hasan Junus bukan saja menjadi guru, dia juga
menjelma sebagai kawan. Hasan Junus tidak pernah menutup diri, apabila ada
orang lain ‘meminta’ ilmunya. Hasan Junus seperti hujan di musim kemarau, tidak
pernah berhenti menyirami kesegaran di ‘tanah’ sastra Riau. Dimanapun berjumpa
Hasan Junus, dia akan terus becerita dan bercerita tenang keperkasaan karya
sastra. Segala karya sastra yang terbentang di dunia ini, dengan petah
disampaikan kepada lawan ceritanya. Dia tidak lokik (pelit) untuk membagi ilmu.
Panjang lebar dia bentang, sampai pendengarnya yang lelah, namun dia tetap
bercerita.
Dari mulut Hasan Junus banyak sastrawan-sastrawan muda
Riau termotivasi untuk berkarya. Hasan Junus bukan ‘pandai bercakap’ saja,
kehidupannya diserahkan kepada dunia sastra. Dia hidup dari sastra, dia
besardari sastra, dia ‘terbang’ menggunakan sastra. Hasan Junus identik dengan
dunia sastra, karena dia hidup untuk sastra. Tidak ada yang dapat menggoyah
ketegarannya untuk tetap berada di ‘istana” kata-kata itu. “Aku ini penulis
karya sastra, maka hidupku adalah karya sastra itu sendiri,” Hasan Junus pernah
berucap kepada penulis muda di Dewan Kesenian Riau beberapa waktu dulu.
Mengenang Hasan Junus, tentu saja kekhawatiran kita,
terutama dunia sastra Riau, semakin bertambah. Gamang memang, disaat ‘penjaga
gawang’ sastra Riau tidak akan lagi melepaskan fatwa-fatwa mengenai kehidupan
sastra, kita benar-benar kehilangan jambatan untuk menyeberang lautan sastra
dunia. Kita tidak akan menemukan ‘perpustakaan berjalan’ itu lagi. Kita pun
tiada tempat bertanya lagi mengenai karya sastra dunia.
Hasan Junus merupakan cahaya sastra Riau. Cahaya yang
tidak pernah redup sampai kematian datang menjemput. Hasan Junus tidak pernah
sungkan memberikan ilmunya kepada siapapun juga. Dia tidak pernah ragu bergaul
dengan siapa saja, apalagi bergaul dengan penulis-penulis muda yang menimba
ilmu sastra darinya. Hasan Junus akan berapi-api bercerita mengenai karya sastra
kepada siapapun juga. Dia merasa bahagia apabila ada generasi muda
yang’mencuri’ ilmu dari percakapan yang berlangsung.
Orang tua ‘degil’ itu tidak akan pernah kita jumpai lagi.
Kita benar-benar kehilangan untuk bergembira mengarungi lautan sastra ini. Kita
pun semakin sepi, pelita itu telah padam sebelum sempat melihat mazhab sastra
Riau benar-benar berdiri kokoh. Pada masa hidupnya, Hasan Junus terus memompa
semangat setiap genersi muda untuk tetap berkarya. Bagi Hasan Junus orang yang
dipandang mulia adalah orang yang tetap bekarya dan berkarya. Hasan Junus tak
ingin dunia sastra Riau terendam dalam sunyi, tanpa ada gnerasi muda berkarya.
Dengan Karya sastra, Riau akan tetap jaya.
Kini Hasan Junus telah meninggalkan kita untuk selamanya.
Kita tidak mungkin terus berduka. Kita harus tetap berkarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar