Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Sabtu, 07 April 2012

Hasan Junus


Memang kematian selalu mengetuk pintu ruang kenangan, lalu menyemburkan segala kisah yang pernah kita rajut bersama. Kita tersentak, terhenyak, dan rasa sedih membangun puing-puing peristiwa yang pernah dilalui. Dari puing-puing peristiwa ini, kita merasakan sangat beratnya perpisahan yang disebabkan kematian. Kita pun merangkai setiap serpihan tawa, sedih yang pernah bersebati ketika kematian belum menjelma. Maka setiap kenangan menjadi sesuatu yang sangat berarti untuk mendekati diri dengan orang yang telah ‘pergi’.
Innalillahiwainahirojiun. Dia sudah pergi, tak akan kembali lagi. Sungguh terasa berat, namun manusia tidak akan pernah dapat menghindar dari kematian. Kita menyadari, sungguh  menyadari, perjalanan hidup akan berhenti di terminal kematian. Kita pun hanya mampu menjawab dengan air mata. Air mata yang hadir dari peristiwa yang pernah dilalui bersama. Begitulah, kematian selalu menyediakan suatu ruang untuk kita mengingat perjumpaan.
Pada tanggal 31 Maret 2012, pukul 23.45 WIB, dia telah meninggalkan kisahnya kepada kita semua. Tiada rampai lagi yang dapat kita teguk dari pemikiran berliannya. Tiada lagi kelincahan Murai Malam mengajak kita berkicau di sembarang musim. Tiada Pengantin Boneka membujuk kita untuk tetap setia pada keriangan berkarya, dan tiada juga nantinya Burung Tiung Seri Gading terbang dengan sayap mengeliling dunia. Kita hanya mampu mengenangnya. Kenanganlah nantinya memperjumpakan kita.
            Jalan yang terbentang yang kita lalui bersama Hasan Junus, kini tak akan berulang lagi, namun kenangan bersamanya, rasanya tidak mungkin terlupakan. Sosok Hasan Junus bukan saja menjadi guru, dia juga menjelma sebagai kawan. Hasan Junus tidak pernah menutup diri, apabila ada orang lain ‘meminta’ ilmunya. Hasan Junus seperti hujan di musim kemarau, tidak pernah berhenti menyirami kesegaran di ‘tanah’ sastra Riau. Dimanapun berjumpa Hasan Junus, dia akan terus becerita dan bercerita tenang keperkasaan karya sastra. Segala karya sastra yang terbentang di dunia ini, dengan petah disampaikan kepada lawan ceritanya. Dia tidak lokik (pelit) untuk membagi ilmu. Panjang lebar dia bentang, sampai pendengarnya yang lelah, namun dia tetap bercerita.
            Dari mulut Hasan Junus banyak sastrawan-sastrawan muda Riau termotivasi untuk berkarya. Hasan Junus bukan ‘pandai bercakap’ saja, kehidupannya diserahkan kepada dunia sastra. Dia hidup dari sastra, dia besardari sastra, dia ‘terbang’ menggunakan sastra. Hasan Junus identik dengan dunia sastra, karena dia hidup untuk sastra. Tidak ada yang dapat menggoyah ketegarannya untuk tetap berada di ‘istana” kata-kata itu. “Aku ini penulis karya sastra, maka hidupku adalah karya sastra itu sendiri,” Hasan Junus pernah berucap kepada penulis muda di Dewan Kesenian Riau beberapa waktu dulu.
            Mengenang Hasan Junus, tentu saja kekhawatiran kita, terutama dunia sastra Riau, semakin bertambah. Gamang memang, disaat ‘penjaga gawang’ sastra Riau tidak akan lagi melepaskan fatwa-fatwa mengenai kehidupan sastra, kita benar-benar kehilangan jambatan untuk menyeberang lautan sastra dunia. Kita tidak akan menemukan ‘perpustakaan berjalan’ itu lagi. Kita pun tiada tempat bertanya lagi mengenai karya sastra dunia.
            Hasan Junus merupakan cahaya sastra Riau. Cahaya yang tidak pernah redup sampai kematian datang menjemput. Hasan Junus tidak pernah sungkan memberikan ilmunya kepada siapapun juga. Dia tidak pernah ragu bergaul dengan siapa saja, apalagi bergaul dengan penulis-penulis muda yang menimba ilmu sastra darinya. Hasan Junus akan berapi-api bercerita mengenai karya sastra kepada siapapun juga. Dia merasa bahagia apabila ada generasi muda yang’mencuri’ ilmu dari percakapan yang berlangsung.
            Orang tua ‘degil’ itu tidak akan pernah kita jumpai lagi. Kita benar-benar kehilangan untuk bergembira mengarungi lautan sastra ini. Kita pun semakin sepi, pelita itu telah padam sebelum sempat melihat mazhab sastra Riau benar-benar berdiri kokoh. Pada masa hidupnya, Hasan Junus terus memompa semangat setiap genersi muda untuk tetap berkarya. Bagi Hasan Junus orang yang dipandang mulia adalah orang yang tetap bekarya dan berkarya. Hasan Junus tak ingin dunia sastra Riau terendam dalam sunyi, tanpa ada gnerasi muda berkarya. Dengan Karya sastra, Riau akan tetap jaya.
            Kini Hasan Junus telah meninggalkan kita untuk selamanya. Kita tidak mungkin terus berduka. Kita harus tetap berkarya.          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar