Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Sabtu, 07 April 2012

Sama Saja


Atah Roy tertegun ketika membaca raning teks di sebuah stasiun televisi, tentang dua peristiwa yang terjadi di Riau. Peristiwa pertama tentang penggrebekan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pekanbaru oleh Wamenkumham. Tidak tanggung-tanggung, Lapas Pekanbaru jadi terkenal dengan pengedaran narkoba dalam lapas. Tiga tersangka langsung di bawa ke Jakarta. Peristiwa kedua, tertangkapnya 11 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Riau oleh KPK dengan kasus suap pembangunan fasilitas untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012, dan akhirnya 2 anggota DPRD Riau yang ditahan, yang lain menjadi saksi. Tidak tertutup kemungkinan menjadi tersangka.
Dua peristiwa ini membuat uban Atah Roy bertambah. Atah Roy tak habis pikir, kenapa orang orang Riau tak dapat menciptakan peristiwa yang dapat membangka negeri ini. Atah Roy memang tak dapat bercakap ape lagi, Riau yang kaya tidak memiliki kekuatan memunculkan peristiwa yang dapat membusungkan dada. Semua peristiwa di Riau sepertinya mengarah pada hal yang negatif alias peristiwa mencorengkan muka orang Riau itu sendiri.
Atah Roy putus asa? Tidak. Segala peristiwa bagi Atah Roy adalah pelajaran yang paling berharga. Untuk itulah, Atah Roy berkeinginan mengumpul semua pemuda yang ada di Riau dan mengajak mereka bersatu padu untuk membangun negeri ini dengan hati. Atah Roy sadar, bahwa 2 peristiwa dan peristiwa-peristiwa yang merugikan Riau disebabkan orang yang mendiami negeri ini sudah kehilangan hati. Kalau hati sudah didustai, maka semua pekerjaan akan mendatangkan celaka.
Untuk mewujudkan niatnya, Atah Roy pun memanggil Leman Lengkung dan beberapa kawan Leman lainnya. Atah Roy mencoba memulai mengangkat marwah Riau melalui pikiran orang kampung. Orang kampung biasanya memiliki pikiran dan hati yang masih bersih. Maklum di kampung tidak banyak godaan seperti di kota. Orang kota banyak tergoda; melihat orang pakai mobil mewah, mau juga mobil mewah, padahal gaji tak cukup. Tentu saja untuk memenuhi keinginan itu, jalan pintas mendapatkan duit dilakukan. Maka tak jarang generasi muda Riau menjadi pengedar narkoba, dan tak tertutup kemungkinan generasi muda Riau yang memiliki daya dobrak kuat di masyarakat, menjadi sorang koruptor. Semuanya disebabkan keinginan mau lebih dibandingkan dengan orang lain.
Kali ini, Atah Roy bersungguh-sungguh mau melakukan perubahan. Perubahan hati murni yang datang dari kampung. Orang kota tidak dapat diharap lagi, semuanya sudah tercemar oleh keinginan memiliki kekayaan yang melimpah. Tak ada lagi rasa bersalah dan segan, semuanya nak disapu. Kini orang kampung yang mengambil alih.
Atah Roy sadar bahwa untuk mewujudkan keinginannya melakukan perubahan, tidak akan mampu dikerjakan senidiri. Untuk itulah Atah Roy mencari Leman Lengkung dan kawan-kawannya. Leman Lengkung ini pula, apabila diperlukan, tak muncul, kalau tak diperlukan tercongguk sebelah Atah Roy.
“Kemane pulak pegi budak Leman ni. Bebulu hati aku menunggu die,” ucap Atah Roy pelan. Di tangannya masih memegang surat kabar yang memberitakan 2 peristiwa besar yang terjadi di negeri ini.
Atah Roy gelisah. Atah Roy takut semangatnya yang sedang berkobar ini hilang disapu angin. Semangat yang mengebu-ngebu tidak boleh didiamkan, kalau didiamkan akan holang selamanya. Ada gagasan nak berbuat, langsung berbuat, jangan banyak cakap. Banyak cakap banyak pulak bengaknya.
“Ape kesah budak-budak ni?” Atah Roy bertanya sendiri. “Budak kampung macam ini pulak, tak boleh diharap sedikit pun,” sungut Atah Roy.
Menunggu merupakan pekerjaan yang paling menjemukan. Untuk mengatasi kejemuan ini, Atah Roy pun mengambil alternatif mencari Leman Lengkung dan kawan-kawan ke pasar Biasanya, Leman Lengkung dan kawan-kawan selalu duduk di kedai kopi Alang Atan sampai petang.
Atah Roy tergesa-gesa menuju kedai kopi Alang Atan. Atah Roy tak dapat lagi membendung keinginannya untuk mengubah negeri ini dengan semangat kampung. Orang kampung harus ambil bagian dalam perubahan negeri ini. Nasib negeri ini berada di pundak orang kampung yang masih memelihara hati nurani. Setiap langkah Atah Roy adalah harapan. Otak Atah Roy pun terbayangkan lagu Iwan Fals tentang kekuatan yang dimiliki oleh orang kampung.
Di tengah jalan, Atah Roy berjumpe Razak Condung. Kenapa condung, karena Razak berjalan macam pohon kelapa ditiup angin, miring. Dengan ramah Razak menyapa Atah Roy.
“Nak kemane, Tah? Saye nak ke rumah Atah ni,” ucap Razak.
“Aku nak cari Leman dan kawan-kawannye,” balas Atah Roy.
“Saye pun nak mencari Leman, Tah.”
“Ape pasal dikau nak mencari Leman? Dikau nak melakukan perubahan juge?” Atah Roy semangat.
“Perubahan ape, Tah?” Razak Condung heran.
“Di tangan orang kampunglah negeri ini bisa berubah. Kita harus bersatu padu membuktikan bahwa orang kampung tidak tergile harte bende,” Atah Roy semakin semangat.
“Maksud Atah?” Razak masih heran.
“Dikau tak bace koran, bahwe generasi kita yang di kota banyak yang menyalahkan kepercayaan orang banyak,” Atah Roy sedikit ketus.
“Same juge Tah, generasi kampung kite ini pun dah kacau,” ujar Razak.
“Maksud dikau?” Atah Roy pula yang bingung.
“ Leman Lengkung dan kawan-kawannye tertangkap basah sedang mencuri getah Haji Yusuf pagi tadi. Sekarang Leman Lengkung dan kawan-kawannye ditahan di kantor polisi.”
“Astaqfirullahalazim. Kalau pemuda kampung juge same dengan pemuda kota, pade siape lagi nak diharapkan perubahan itu muncul?” tanye Atah Roy sedih.
“Kota, kampung, same aje, Tah. Duit punye pasal,” kata Razak Condung.
Atah Roy tidak dapat berkata apa-apa lagi. Keinginannya terbang bersama tiupan angin. “Nasiblah negeri ini,” Atah Roy membelalakan matanya.  
    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar