Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Sabtu, 08 Juni 2013

Mantra


Ada apa dengan mantra? Kenapa mantra? Pertanyaan ini bermain di benak Atah Roy ketika berkunjung ke Jambi untuk menenguk perhelatan Temu Karya Taman Budaya se-Indonesia, 4-8 Juni 2013. Mantra pada pertemuan itu terus diperbincangkan. Kekuatan Mantra Dalam Prespektif Kebudayaan Indonesia, inilah tema besar mengikat perhelatan tersebut. Masing-masing provinsi menampilkan mantra yang dikolaborasikan dengan tarian, teater, seni rupa. Kenapa di zaman kenen alias zaman modern ini, mantra kembali mendapat perhatian? Apakah benar susunan kata-kata yang membentuk irama itu (mantra) memiliki kekuatan magis, sehingga mampu menyatukan bangsa Indonesia yang sedang mengidap penyakit perpecahan ini?
Lama Atah Roy memandang baliho dan spanduk yang bertuliskan kekuatan mantra terpasang di Taman Budaya Jambi. Atah Roy mencoba menjelajah pikirannya dan merangkul segala macam kenangan dan pengetahuan tentang mantra. Mantra merupakan ucapan-ucapan yang selalu melompat dari mulut dukun atau bomo atau kemantan untuk menaklukkan kekuatan gaib. Biasanya mantra dibaca disaat dukun, bomo, kemantan melakukan ritual pengobatan, semah kampung, mengambil kekayaan alam. Mantralah sebagai media permohonan untuk keinginan menaklukkan sesuatu yang diyakini memiliki kekuatan super natural.
Untuk menetralkan pikirannya, Atah Roy pun duduk di kedai kopi dekat Taman Budaya Jambi tersebut. Atah Roy memesan kopi segelas. Setelah kopi datang, Atah Roy pun menghirup kopi yang masih panas itu. Otak Atah Roy masih saja meneroka kata mantra yang dipakai menjadi tema dalam kegiatan tersebut. “Mungkin kite harus kembali kepade kekuatan alam,” pikir Atah Roy.
Dengan kekuatan pikirannya, Atah Roy mencoba merangkai kesimpulan. Orang dulu, menurut Atah Roy, sangat arif memanfaatkan alam untuk kehidupan mereka. Mereka selalu meminta izin terlebih dahulu kepada alam. Dan mantra merupakan jalan untuk menyampaikan keinginan mereka. Maka dirangkailah kata-kata pilihan memperkuat sekaligus meneguhkan hati menjadi semangat. Mantra diyakini mampu menundukan makhluk-makhluk lain sehingga tidak menganggu keinginan manusia.
Ketika Atah Roy sedang berpikir menyimpulkan mantra menjadi tema kegiatan Taman Budaya ini, tiba-tiba muncul Salim Sulah kawan lama Atah Roy.
“Roy?” sapa Salim Sulah masih ragu.
“Ye. Dikau Salim?” tanya Atah Roy pula.
“Ye, Roy,” jawab Salim Sulah gembira. Mereka pun saling berpelukan. Dua sahabat yang sudah 20 tahun tidak bertemu itu, saling melepas rindu.
“Sudah lame kite tak bertemu, Roy,” ujar Salim Sulah.
“Ye, Lim. Aku pikir kite tak akan berjumpe lagi,” wajah Atah Roy terlihat gembira.
“Inilah rahasia Sang Maha Pencipta yang tak pernah dapat kita duga. Kehidupan ini penuh dengan rahasia-rahasia,” tambah Salim Sulah.
“Betul, Lim. Sudah lame kite berpisah, namun batin kite sebenarnya menyatu. Mungkin disebabkan kekuatan hati kite ini, makenye kite berjumpe di sini,” ucap Atah Roy.
“Tak salah Roy. Sudah 20 tahun aku pindah ke Jambi ni dan tak balik-balik, disini pulak kite berjumpe. Dikau ikut acara Temu Karya Taman Budaya se Indonesia ini, Roy?” tanye Salim Sulah.
“Aku diajak kawan untuk menyaksikan pegelaran seni di Jambi ini. Aku terkejut juge, bahwe keragaman kebudayaan dapat disatukan dengan satu kehendak, yaitu kebersamaan, dan mantra menjadi kekuatan penyatuan tersebut,” ucap Atah Roy.
“Ye, Roy. Waktu aku lewat di Taman Budaya Jambi ni, aku melihat bahwa bangsa kite ini dapat disatukan dengan mantra. Mantra merupakan simbol penyatuan manusia dengan alam. Alam yang terbentang ini merupakan kebutuhan manusia yang tidak mungkin dapat dihindari. Aku berpikir bahwa tujuan manusia itu sama, yaitu hidup dalam kesejahteraan, dan memanfaatkan alam sebaik-baiknye merupekan jalan menuju kesejahteraan itu. Di negera kite yang kaye raye ini, nampaknye harus disatukan kembali dengan kekuatan alam. Menghargai alam, menghormati alam, memanfaatkan alam sesuai dengan kebutuhan manusie. Mantra menjadi pembuka mengarifi alam ini,” ujar Salim Sulah panjang lebar.
“Aku sepakat dengan dikau, Lim. Aku ingat waktu kite kecik-kecik dulu, Aki Jumat selalu mengajari kite dengan mantra-mantra penyatu dengan alam. Mantra-mantra itu berisi menyanjung alam beserta makhluk yang mendiami alam dimana kite hendak mengambil kekayaannya. Mantra itu cara kite agar tidak diganggu. Kite pun mengambil kekayaan alam itu sesuai dengan kebutuhan kite,” tambah Atah Roy.
“Tidak salahlah kalau mantra dijadikan tema dalam kegiatan ini. Negara kite ini memiliki mantra-mantra yang dapat menyatukan kite. Memang care kite berbeda, namun mantra membawa kite dalam satu tujuan, same-same menghargai makhluk yang ade di muke bumi ini. Mantra yang diciptakan oleh nenek-moyang kite, harus diaplikasikan pade hari ini. kite harus membuktikan bahwa kite adalah satu demi kemajuan negera ini,” ujar Salim Sulah pula.
“Itulah Lim, negara kite ini jatuh disebabkan keserakahan, ketamakan. Tidak seperti orang dulu. Aku masih ingat, orang dulu mengambil madu di batang Sialang. Mereka membace mantra terlebih dahulu. Mantra itu mengajak makhluk yang ade di sekitar batang Sialang itu untuk bersahabat. Dalam mantra itu juge disampaikan maksud mereka untuk mengambil madu lebah sesuai dengan kebutuhan. Mantra dibaca dengkan keyakinan tinggi, dan menjadi daya semangat bagi mereka,” Atah Roy yakin.
“Aku juge berpikir same. Mungkin juge, kite berjumpe di sini karene panggilan mantra,” ujar Salim Sulah dengan senyuman senang.
“Ye tak ye juge, ye Lim. Mantra memanggil kite bersatu kembali, walau dah terpisah 20 tahun,” Atah Roy pun tertawa.       


Tidak ada komentar:

Posting Komentar