Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Selasa, 09 Agustus 2011

Unjuk Rasa Tikus

Pukul 18.30 WIB, setelah sholat Mahgrib, Leman Lengkung pontang-panting lari dan langsung masuk ke rumah. Di ruangan tamu yang tidak begitu besar, kira-kira berukuran 4 x 6 meter, di ruangan itu Atah Roy sedang membaca Al Quran di sebuah kursi yang terbuat dari kayu. Kehadiran Lemang Lengkung tergesa-gesa, membuat Atah Roy terperanjat. Atah Roy cepat-cepat mengucap. Leman Lengkung melihat ke arah pintu dengan terengah-engah.

“Ade ape, Man?” Atah Roy bertanya.

“Anu Tah, anu...,”

“Anu ape kebende, Man?”

“Anu, anu tikus...,”

“Anu tikus apeeee?” Atah Roy sedikit kesal.

“Tikus mengamuk, Tah,” jelas Leman Lengkung masih melihat ke arah pintu.

Atah Roy masih belum dapat menangkap apa sebenarnya yang mau disampaikan Leman Lengkung. “Cobe dikau mengucap, insyaallah dikau akan tenang,” Atah Roy mencoba menenangkan Leman Lengkung.

Leman menarik nafas dalam-dalam, dan mengucap dengan tenang. Beberapa detik Leman melakukan apa yang disuruh Atah Roy dengan menutup matanya. Perlahan-lahan, Leman Lengkung dapat menguasai gemuruh hatinya. Leman Lengkung agak tenang. Atah Roy tersenyum.

“Ape yang terjadi? Cobe dikau ceritekan,” Atah Roy penasaran.

“Tikus melakukan unjuk rasa, Tah,” wajah Leman Lengkung kecut.

“Ape?” Atah Roy terkejut tak percaye, kemudian Atah Roy ketawe sejadi-jadinye.

“Tah, saye serius ni. Kalau Atah tak percaye, tenguklah di luo tu,” suara Leman Lengkung gemetar antara takut bercampur geram.

“Dikau dah gile, Man,” Atah Roy tidak percaya.

“Tenguklah dilou tu, Tah!” suara Leman Lengkung agak keras.

Atah Roy terpana mendengar suara Leman Lengkung agak keras. “Dikau jangan bergurau, Man,” Atah Roy nampak serius, dan melangkahkan kakinya menuju pintu. Di depan pintu, mulut Atah Roy terbuka lebar-lebar. Atah Roy seperti orang ditegur hantu tanah. Tubuhnya kaku. Matanya terbelalak. Di tanah, tepatnya di halaman rumah Atah Roy, beribu tikus berkumpul. Mereka bersuara dengan kerasnya. Atah Roy tak percaya apa yang ia lihat. Atah Roy mengusap matanya, namun tikus-tikus itu masih tetap ada. “Ini bukan mimpi, ini kenyataan upenye,” bisik Atah Roy.

Melihat Atah Roy berdiri kaku, Leman Lengkung memberanikan diri mendekati Atah Roy. “Saye tak bengak kan Tah?” pertanyaan Leman Lengkung menyadarkan Atah Roy.

“Astaqfirullahalzim. Ape yang hendak tikus ni, Man?” mata Atah Roy masih menenguk ke arah ribuan tikus di halaman rumahnya.

“Kami minta supaya manusie tidak menggunekan kami lagi atas perbuatan yang manusie lakukan!” teriak seekor tikus yang berada di depan barisan tikus lainnya. Mungkin tikus itu ketua rombongan unjuk rasa para tikus tersebut.

“Betul, betul, betul...,” teriak tikus lainnya.

Atah Roy dan Leman Lengkung semakin terperangah mendengar para tikus itu bisa bicara. Atah Roy mau pingsan, namun Leman Lengkung cepat-cepat memegang Atah Roy.

“Atah jangan pingsan, nyawe saye menghadapi tikus-tikus ni kan,” ujar Leman Lengkung penuh harap.

“Baik, baik... tak jadi aku pingsan,” Atah Roy menguat-nguatkan dirinya.

“Kami juge menuntut manusie membersihkan name baik kami! Kami tidak pernah menggunekan name manusie atas perbuatan yang kami lakukan! Gentlemanlah siket hai mike manusie!” suara tikus yang berada di depan semakin keras.

“Manusie penakut! Tak berani mengakui berbuatannye!” suara tikus agak kurus, yang berada di tengah ribuan tikus lainnya, nyaring terdengar. Teriakannya di sambut oleh suara ribuan tikus lainnya. “Manusia penakut! Manusia penakut! Manusia Pengecut!” suara semakin gaduh.

“Tenang, tenang, tenang...!” teriakan tikus yang berada di depan, mungkin ketua unjuk rasa para tikus, tak bisa menghentikan suara gaduh tikus lainnya yang sudah sangat emosi. Seekor tikus yang bulunya sopak-sopak, tidak sempurna lagi (mungkin terkena penyakit kulit), menyerahkan mickropone kepada ketua tikus.

Dengan pengeras suara di tangan, ketua tikus (agaknye) kembali bersuara. “Tenang, tenang saudara-saudaraku! Kita bukanlah manusia yang selalu emosional berhadapan dengan masalah, kita adalah tikus yang mulia, Jadi saye berharap kepade saudara-saudaraku untuk membuang sifat manusia itu jauh-jauh. Suai!” teriak tikus yang berada di depan tersebut dengan pengeras suaranya.

“Suai sangatlah tu!” teriak seribu tikus yang sedang berunjuk rasa tersebut.

Suasana hening kembali. Atah Roy dan Leman Lengkung tak dapat berkata-kata. Mereka berdua kehilangan keberanian untuk berbicara di depan ribuan tikus tersebut.

“Bagaimana Atah Roy, Leman Lengkung, sanggupkah mike berdue membersihkan name kami?” tikus yang berada di depan dengan menggunakan pengeras suara bertanya kepada Atah Roy dan Leman Lengkung.

“Ape yang telah manusie lakukan, sehingge mike semue memintak name mike dipulihkan kembali?” suara Atah Roy menggigil.

“Atah Roy, Atah Roy... Atah kan tahu, setiap manusie melakukan korupsi, pastilah gambo kami yang terpampang. Untuk itulah, kami minta kepade Atah dan juge dikau, Leman Lengkung, memberitahukan kepade manusie lainnye, jangan kami dilibatkan disetiap perbuatan yang dilakukan oleh manusie!” suara tikus yang memegang pengeras suara itu, tegar.

“Aku bukan raje atau presiden yang bisa memerintah manusie yang ade di negeri ini,” Atah Roy ketakutan.

“Kami tak peduli! Tugas manusie yang kami tahu, mengingatkan manusie lainnye. Kalau permintaan kami tidak dipenuhi, make kami akan berunjuk rasa dengan mengerah seluruh tikus yang ade di atas bumi ini! Ingat itu, Tah!” tikus yang memegang pengeras suara semakin tegas.

“Insyaallah,” jawab Atah Roy singkat.

“Ingat Tah, manusie itu dipegang pade janjinye, kalau manusie tidak menepati janjinya, lebih baik kami saje yang mengurus dunie ini!” tambah tikus yang berada di depan tersebut.

Setelah merasakan Atah Roy sanggup mengemban tuntutan mereka, tikus yang berada di depan dan memegang pengeras suara, mengajak tikus-tikus lainnya bersurai. Dengan tertib, ribuan tikus membubarkan diri. Atah Roy dan Leman Lengkung saling berpandangan.

“Ape kehe ni, Man?”

“Entahlah,” Leman Lengkung pun menjawab tak pasti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar