Menurut Atah Roy, mencintai tanah kelahiran bukanlah dosa, bahkan
merupakan suatu keharusan. Bukan berarti Atah Roy tidak nasionalis, karena
sifat nasionalisme yang mengebu-ngebulah Atah Roy harus mencintai tanah
kelahirannya dengan segenap jiwa dan raga. Menurut pikiran Atah Roy, tak
mungkin disebabkan hendak menjunjung nilai nasionalis, memaksa dirinya
mencintai negara ini secara menyeluruh. Manusia memiliki keterbatasan, dan
keterbatasan ini bukan menjadi kelemahan, sebaliknya keterbatasan merupakan
kekuatan untuk mengenal diri lebih dekat lagi.
Tersebab Atah Roy menyadari keterbatasan manusia untuk mewujudkan nilai
nasionalis, maka Atah Roy harus bersungguh-sungguh mencintai tanah
kelahirannya. Dengan mencintai tanah kelahirannya, Atah Roy dapat menuangkan
segala gagasan dan tenaga untuk memajukan tanah kelahiran. Ujung-ujungnya tanah
kelahiran maju dan masyarakatnya sejahtrea, Bukankah kesejahteraan masyarakat
dan negara ini maju merupakan mimpi nasionalisme itu.
Tidak mungkin berharap pada orang lain mencintai tanah kelahiran kita,
kalau bukan kita sendiri. Orang lain juga punya tanah kelahiran yang harus
dicintai dengan segenap jiwa dan tenaga. Maka Atah Roy pun berpesan kepada
seluruh masyarakat Riau, terutama orang-orang Riau yang memiliki kekuatan
politi, ekonomi dan yang mengatasnamakan Riau kepentingan mereka, berjalanlah
atas nama cinta untuk tanah kelahiran. Tanah Riau ini telah berjasa membesarkan
kita, dan sepantasnyalah kita juga memberikan yang terbaik untuk tanah Riau
ini.
Tanah Riau merupakan tanah diberkati. Kekayaan alamnya melimpah, tak usah
dicakap lagi kekayaannya seperti apa, semue orang sudah tahu. Sudah banyak
perguruan tinggi melakukan penelitian tentang kekayaan alam di Riau, cuma belum
ada lembaga baik dari perguruan tinggi maupun lembaga penelitian lainnya,
meneliti berapa kadar rasa cinta orang Riau terhadap tanah kelahirannya.
Atah Roy berpandangan bahwa mencintai tanah kelahiran merupakan modal yang
sangat penting untuk membangun Riau. Tentu saja, pembangunan bukan diartikan
sempit, pembangunan fisik saja, tetapi pembangunan jiwa merupakan hal yang
sangat penting. Atah Roy tidak menafikan bahwa pembangunan di Riau ini,
terutama di Pekanbaru, sangatlah pesat. Pekanbaru disulap menjadi kota
metropolis yang menyediakan apa saja, tapi cuma dijengah ke kampung, masyarakat
hidup dalam kesulitan. Transpotasi tak mendukung, apelagi serana lainnya,
semuanya hancur.
Atah Roy pun berandai-andai, seandainya orang-orang Riau yang memiliki
posisi penting di republik ini bersatu dan bermufakat membangun Riau, maka
tidak mustahil, bukan saja Kota Pekanbaru, tapi Provinsi Riau ini akan menjadi
provinsi yang paling makmur. Seharusnya orang-orang yang mengatasnamakan
masyarakat Riau, memiliki rasa cinta terhadap tanah ini lebih lagi dibandingkan
orang yang tidak mengatasnamakan tanah Riau ini. Mereka, menurut Atah Roy,
punya kekuatan, memiliki posisi tawar menawar yang kuat untuk membangun Riau ini.
Seandainya mereka mau mewujudkan cinta mereka pada tanah Riau ini dengan
tindakan, maka Riau akan muncul seperti gelombang, menghempas karang, beting
dan pantai Indonesia, dan serta merta Riau akan dilirik.
Sebenarnya, kata Atah Roy, setiap orang memiliki rasa cinta terhadap tanah
kelahirannya, namun rasa cinta itu terkikis disebabkan kepentingan sesaat, ego
hendak muncul sendiri, hendak kaya sendiri. Padahal seandainya orang yang
mengatasnamakan masyarakat Riau itu mau menuangkan kepentingan bersama, pasti
mereka akan dapat lebih dari semua itu, asalkan cinta kepada tanah kelahiran
ini dijunjung tinggi-tinggi. “Ini tidak, dah dekat pemilihan gubernur,
pemeilihan DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten atau dah dekat pemilihan
Kepala Desa, baru sibuk menganggap dirinye putra pilihan mewujudkan Riau
makmur. Hehaaiiii…” bisik Atah Roy dalam hati.
“Tanah Riau ini sudah ditakdirkan memberi demi kemajuan republik ini
agaknya. Atau kite saje yang tak bisa kompak,” pikir Atah Roy. Menjunjung
nasionalisme, menurut Atah Roy, tidaklah harus menggadai kemakmuran Riau. “Riau
ini harus mendapat tempat di republik yang kita cintai ini. Tentu saje,
orang-orang Riau memperjuangkannye. Kalau kite diam saje, menerime ape yang
dikatekan orang pusat, make siap-siaplah Riau ni gulung tikar,” ujar Atah Roy
sambil termenung.
Tak habis pikir Atah Roy adalah mengapa orang Riau tidak berani menekan.
Padahal kalau diturut-turut, Riau ini punya segala-galanya. Mulai dari sejarah
yang gemilang, sampai saat ini, Riau selalu dilirik orang lain. Lebih parah
lagi, orang Riau selalu tidak percaya dengan orang Riau lainnya. Inilah punca
permasalahan; orang Riau tidak mau berembuk, duduk semeja, bersepakat untuk
Riau ke depan. Orang Riau, menurut Atah Roy, nak berkelahi sesamanya, padahal
cita-cita sama, cuma pandangan saja yang berbeda. “Kalau dah berbede pandangan,
maka sampai tujuh keturunan tak bertegur. Orang pandai pun disingkirkan, kalau
dah berbede pandangan. Jadilah nak membangun Riau dengan orang-orang bermuke
seribu dan pandai menjilat,” Atah Roy geram.
Sebagai rakyat kecil, Atah Roy cuma bisa memberi semangat kepada
orang-orang terdekatnya. Kalau mau diterima, alhamdulillah, kalau tidak
diterima, tak jadi masalah. Keikhlasan mencintai ini harus dimulai dari
sendiri. Kalau cinta itu sudah muncul pada diri, maka orang terdekat pun
terhimbas. Orang terdekat akan membawa pula kepada teman terdekatnya, kalau hal
ini sudah terwujud, maka tidak mustahil Riau ini akan jadi gelombang besar yang
selalu dipandang orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar