Tanggal 14 Juli, ada sesuatu
peristiwa kehilangan bagi Atah Roy. 9 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 14 Juli
2003, Sang Burung Waktu tak mampu mengepak sayapnya lagi. Penyakit yang
menderanya mengantarkan pada akhir kisah. Dia menghembuskan nafas terakhir di
Rumah Sakit Tabrani Rab di usia 71 tahun. Si Burung Waktu, Sang Fenomenal, Si
Pemberani itu, semasa hidupnya, kesenian merupakan mahkota yang dipakai dimana
saja. Demi kesenian, dia sanggup mengadaikan kekayaannya yang tak seberapa.
Denyut nadinya adalah puisi, tarikan nafasnya adalah teater, langkah kakinya
adalah tarian, suaranya adalah musik, renungannya adalah lukisan, maka siapa
saja’menganggu’ kesenian, dia berada di garis terdepan membela kesenian. Itulah
gaya Almarhum Idrus Tintin, tokoh seniman Riau yang tidak pernah mengenal kata
menyerah membela kesenian. Terkenang beliau, Atah Roy pun menulis sesuatu yang
entah ditujukan kepada siapa. Inilah tulisan Atah Roy itu:
“Waktu terus bergerak meninggalkan
sekaligus menciptakan peristiwa. Patah satu, tumbuh seribu; merupakan kalimat
pembangkit semangat agar manusia tidak terlindas oleh gerakan waktu. Namun pada
hari ini, ‘tumbuh seribu’ tidak beridentitas; tumbuh seperti parasit, membunuh
tempat tumbuhnya. Tiada yang peduli asal-muasal atau sejarah yang telah
membesarkan mereka. Jadilah masa lalu ‘rumah’ sunyi tanpa ada yang sudi
mengunjungi. Orang-orang hari ini sibuk berkemas untuk dirinya sendiri. Menyingkirkan
siapa saja yang dianggap tidak sepaham atau melawan. Hidup hari ini berdasarkan
kepentingan pribadi, bukan berdasarkan kepentingan orang banyak.
Aku teringat kepada Idrus Tintin
dan peristiwa berkesenian yang dilaluinya. Untuk berkesenian, Almarhum Idrus
Tintin pernah menggadaikan cincin istrinya. Hasil dari menggadaikan cincin itu,
dipergunakan untuk pementasan teaternya. Jangankan mendapat keuntungan dari
pementasan itu, balik modal saja tidak. Tapi itulah Idrus Tintin, ia berbuat
untuk kesenian, tanpa memikirkan kepentingan pribadinya. Kesenian harus tetap
hidup, walaupun harus berkorban.
Idrus Tintin juga terkenal sebagai
seorang tokoh seniman yang mampu merangkul semua golongan seniman. Generasi tua
atau sebaya dengan dirinya adalah kawan, usia di bawahnya sedikit adalah adik,
dan seniman yang baru tumbuh dijadikan anaknya. Bersama-sama seniman tua, muda,
Idrus Tintin menggerakan roda kesenian di Riau. Bertempat di Kompleks Dang
Merdu, sekarang tercacak gedung Bank Riau yang megah, Idrus Tintin bergerak
menjalankan aktivitas keseniannya. Setiap malam Ahad di Teater Arena Dang Merdu
itu, pementasan seni tidak pernah putus. Padahal biaya produksi yang disediakan
tidaklah besar. Rp 300.000 saja, namun geliat kesenian Riau terasa. Dari
berbagai daerah yang ada di Provinsi Riau ini, dan dari luar Provinsi Riau,
bersemangat mementaskan kreativitas mereka. Mengeluh adalah sesuatu yang wajar,
tetapi kreativitas berkesenian terus menyala.
Idrus Tintin juga mampu menjadikan
kesenian sebagai kekuatan yang tidak bisa diintervensi oleh siapa pun juga.
Kesenian membangun jiwa manusia tidak perlu dibumbui dengan
kepentingan-kepetingan pribadi. Idrus Tintin berdiri tegak sambil menghunus
semangat heroik berkesenian apabila ada lembaga baik pemerintah maupun swasta menyalah.
Beliau pernah mengumpulkan para seniman melakukan unjuk rasa terkait masalah
asap yang melanda Riau ini. Sensitivitas membela masyarakat banyak bukan saja
ditunjukan dalam karya, tetapi ditunjukan dengan melakukan protes langsung ke
instansi terkait.
Begitu juge ketika pembiayaan
kesenian disunat, Idrus Tintin kembali mengajak seniman turun berunjuk rasa.
Bagi Idrus Tintin, kesenian bukanlah sekadar hiburan belaka. Kesenian adalah
ladang untuk menyemai semangat hidup sekaligus sebagai tempat memperkokoh
identitas untuk negeri ini. Maka siapa saja mengusik kesenian dengan
masalah-masalah pribadi yang bersifat temporer, Idrus Tintin maju ke depan.
Idrus Tintin itu orangnya
pemberani. Dia tidak akan pernah segan menyuarakan kepentingan kesenian dimana
saja. Di seminar-seminar, Idrus Tintin tetap menongkah kesenian sebagai
kekuatannya. Begitu juga dipertemuan-pertemuan tidak formal, suaranya tetap
mengarah pada kepentingan kesenian di Riau.
Nasionalisme? Jangan ditanya. Idrus
Tintin merupakan seorang nasinolis sejati. Pernah pada acara pembacaan puisi di
Teater Arena Dang Merdu, Idrus Tintin memarahi seorang penyair muda Riau.
Ketika membaca puisi, penyair muda Riau itu mengoyak bendera Merah Putih
sebagai wujud ekspresi kegeraman terhadap negara yang kita cintai ini. Setelah
membaca puisi, penyiar muda itu didatangi Idrus Tintin. Dengan suara lantang
Idrus Tintin mengatakan bahwa untuk Merah putih ini, sudah tidak terhitung lagi
nyawa melayang.
Aku juga berpikir bahwa rasa cinta
terhadap kesenian, merupakan wujud nasionalisme Idrus Tintin. Dengan mencintai kesenian,
Idrus Tintin dapat mencurahkan gagasan mencintai negeri ini tanpa mengurui,
tanpa menyakiti, tanpa menyinggung perasaan orang lain. Bukankah kewajiban kita
mencintai negeri ini tanpa melukai manusia yang mendiami negara ini?
Energi yang dimunculkan oleh karya
seni seperti gelombang kesadaran yang tidak memporakperandakan bangunan yang
sudah ada. Kesenian bertugas membangkitkan kesadaran saling menghargai, saling
mencintai yang tersuruk di lubuk hati. Pada hakikatnya manusia yang lahir di
dunia ini adalah sama, namun pada perjalanan hidupnya, kadang kala manusia
mengubah arah. Jadilah manusia dengan segenap perangainya.
Idrus Tintin juga dikenal sebagai seorang
darmawan. Dia tidak pelit memberikan uang yang dia dapat kepada seniman muda. Pernah
satu kali, seniman muda menyerahkan uang sagu hati sebagai narasumber pelatihan
pemeranan di Taman Budaya Riau. Uangnya tidaklah seberapa, sekitar Rp 150.000.
Dengan keikhlasan, Idrus Tintin menyodorkan uang Rp 50.000 kepada seniman muda
itu. Seniman muda itu menolak pemberian Idrus Tintin. Idrus Tintin dengan suara
lembut mengatakan, “Ambillah. Aku tahu kau pasti tak punya duit.” Dengan rasa
sedih seniman muda itu mengambil uang yang disodorkan Idrus Tintin. Rupanya
Idrus Tintin paham betul, bahwa menjadi seniman tidak akan kaya raya oleh
harta. Kekayaan seniman adalah kekayaan kasih sayang.”
Inilah tulisan Atah Roy untuk
mengenang Idrus Tintin. Idrus Tintin lahir pada tanggal 10 November 1932 , di
Rengat. Tutup usia tanggal 14 Juli 2003, di Pekanbaru. Apa yang telah diperbuat
Idrus Tintin untuk kesenian Riau, mudah-mudahan akan tetap terjaga oleh seniman
muda Riau. Amin.
salam hormat,berserta doa buat beliau semoga amal ibadah beliau di terima disisi ALLAH swt...semoga semangat beliau terus tumbuh di dada seniman-seniman riau untuk terus berkarya..."terkenal atau pun tidak yang penting terus berkarya.....AMIN
BalasHapusAmin. Mudah-mudahan semangatnye tetap hidup di hati seniman Riau. Amin.
Hapus