Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Sabtu, 14 Juli 2012

Idrus Tintin (1932-2003)


Tanggal 14 Juli, ada sesuatu peristiwa kehilangan bagi Atah Roy. 9 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 14 Juli 2003, Sang Burung Waktu tak mampu mengepak sayapnya lagi. Penyakit yang menderanya mengantarkan pada akhir kisah. Dia menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Tabrani Rab di usia 71 tahun. Si Burung Waktu, Sang Fenomenal, Si Pemberani itu, semasa hidupnya, kesenian merupakan mahkota yang dipakai dimana saja. Demi kesenian, dia sanggup mengadaikan kekayaannya yang tak seberapa. Denyut nadinya adalah puisi, tarikan nafasnya adalah teater, langkah kakinya adalah tarian, suaranya adalah musik, renungannya adalah lukisan, maka siapa saja’menganggu’ kesenian, dia berada di garis terdepan membela kesenian. Itulah gaya Almarhum Idrus Tintin, tokoh seniman Riau yang tidak pernah mengenal kata menyerah membela kesenian. Terkenang beliau, Atah Roy pun menulis sesuatu yang entah ditujukan kepada siapa. Inilah tulisan Atah Roy itu:     
“Waktu terus bergerak meninggalkan sekaligus menciptakan peristiwa. Patah satu, tumbuh seribu; merupakan kalimat pembangkit semangat agar manusia tidak terlindas oleh gerakan waktu. Namun pada hari ini, ‘tumbuh seribu’ tidak beridentitas; tumbuh seperti parasit, membunuh tempat tumbuhnya. Tiada yang peduli asal-muasal atau sejarah yang telah membesarkan mereka. Jadilah masa lalu ‘rumah’ sunyi tanpa ada yang sudi mengunjungi. Orang-orang hari ini sibuk berkemas untuk dirinya sendiri. Menyingkirkan siapa saja yang dianggap tidak sepaham atau melawan. Hidup hari ini berdasarkan kepentingan pribadi, bukan berdasarkan kepentingan orang banyak.
Aku teringat kepada Idrus Tintin dan peristiwa berkesenian yang dilaluinya. Untuk berkesenian, Almarhum Idrus Tintin pernah menggadaikan cincin istrinya. Hasil dari menggadaikan cincin itu, dipergunakan untuk pementasan teaternya. Jangankan mendapat keuntungan dari pementasan itu, balik modal saja tidak. Tapi itulah Idrus Tintin, ia berbuat untuk kesenian, tanpa memikirkan kepentingan pribadinya. Kesenian harus tetap hidup, walaupun harus berkorban.
Idrus Tintin juga terkenal sebagai seorang tokoh seniman yang mampu merangkul semua golongan seniman. Generasi tua atau sebaya dengan dirinya adalah kawan, usia di bawahnya sedikit adalah adik, dan seniman yang baru tumbuh dijadikan anaknya. Bersama-sama seniman tua, muda, Idrus Tintin menggerakan roda kesenian di Riau. Bertempat di Kompleks Dang Merdu, sekarang tercacak gedung Bank Riau yang megah, Idrus Tintin bergerak menjalankan aktivitas keseniannya. Setiap malam Ahad di Teater Arena Dang Merdu itu, pementasan seni tidak pernah putus. Padahal biaya produksi yang disediakan tidaklah besar. Rp 300.000 saja, namun geliat kesenian Riau terasa. Dari berbagai daerah yang ada di Provinsi Riau ini, dan dari luar Provinsi Riau, bersemangat mementaskan kreativitas mereka. Mengeluh adalah sesuatu yang wajar, tetapi kreativitas berkesenian terus menyala.
Idrus Tintin juga mampu menjadikan kesenian sebagai kekuatan yang tidak bisa diintervensi oleh siapa pun juga. Kesenian membangun jiwa manusia tidak perlu dibumbui dengan kepentingan-kepetingan pribadi. Idrus Tintin berdiri tegak sambil menghunus semangat heroik berkesenian apabila ada lembaga baik pemerintah maupun swasta menyalah. Beliau pernah mengumpulkan para seniman melakukan unjuk rasa terkait masalah asap yang melanda Riau ini. Sensitivitas membela masyarakat banyak bukan saja ditunjukan dalam karya, tetapi ditunjukan dengan melakukan protes langsung ke instansi terkait.
Begitu juge ketika pembiayaan kesenian disunat, Idrus Tintin kembali mengajak seniman turun berunjuk rasa. Bagi Idrus Tintin, kesenian bukanlah sekadar hiburan belaka. Kesenian adalah ladang untuk menyemai semangat hidup sekaligus sebagai tempat memperkokoh identitas untuk negeri ini. Maka siapa saja mengusik kesenian dengan masalah-masalah pribadi yang bersifat temporer, Idrus Tintin maju ke depan.
Idrus Tintin itu orangnya pemberani. Dia tidak akan pernah segan menyuarakan kepentingan kesenian dimana saja. Di seminar-seminar, Idrus Tintin tetap menongkah kesenian sebagai kekuatannya. Begitu juga dipertemuan-pertemuan tidak formal, suaranya tetap mengarah pada kepentingan kesenian di Riau.
Nasionalisme? Jangan ditanya. Idrus Tintin merupakan seorang nasinolis sejati. Pernah pada acara pembacaan puisi di Teater Arena Dang Merdu, Idrus Tintin memarahi seorang penyair muda Riau. Ketika membaca puisi, penyair muda Riau itu mengoyak bendera Merah Putih sebagai wujud ekspresi kegeraman terhadap negara yang kita cintai ini. Setelah membaca puisi, penyiar muda itu didatangi Idrus Tintin. Dengan suara lantang Idrus Tintin mengatakan bahwa untuk Merah putih ini, sudah tidak terhitung lagi nyawa melayang.
Aku juga berpikir bahwa rasa cinta terhadap kesenian, merupakan wujud nasionalisme Idrus Tintin. Dengan mencintai kesenian, Idrus Tintin dapat mencurahkan gagasan mencintai negeri ini tanpa mengurui, tanpa menyakiti, tanpa menyinggung perasaan orang lain. Bukankah kewajiban kita mencintai negeri ini tanpa melukai manusia yang mendiami negara ini?
Energi yang dimunculkan oleh karya seni seperti gelombang kesadaran yang tidak memporakperandakan bangunan yang sudah ada. Kesenian bertugas membangkitkan kesadaran saling menghargai, saling mencintai yang tersuruk di lubuk hati. Pada hakikatnya manusia yang lahir di dunia ini adalah sama, namun pada perjalanan hidupnya, kadang kala manusia mengubah arah. Jadilah manusia dengan segenap perangainya.
 Idrus Tintin juga dikenal sebagai seorang darmawan. Dia tidak pelit memberikan uang yang dia dapat kepada seniman muda. Pernah satu kali, seniman muda menyerahkan uang sagu hati sebagai narasumber pelatihan pemeranan di Taman Budaya Riau. Uangnya tidaklah seberapa, sekitar Rp 150.000. Dengan keikhlasan, Idrus Tintin menyodorkan uang Rp 50.000 kepada seniman muda itu. Seniman muda itu menolak pemberian Idrus Tintin. Idrus Tintin dengan suara lembut mengatakan, “Ambillah. Aku tahu kau pasti tak punya duit.” Dengan rasa sedih seniman muda itu mengambil uang yang disodorkan Idrus Tintin. Rupanya Idrus Tintin paham betul, bahwa menjadi seniman tidak akan kaya raya oleh harta. Kekayaan seniman adalah kekayaan kasih sayang.”
Inilah tulisan Atah Roy untuk mengenang Idrus Tintin. Idrus Tintin lahir pada tanggal 10 November 1932 , di Rengat. Tutup usia tanggal 14 Juli 2003, di Pekanbaru. Apa yang telah diperbuat Idrus Tintin untuk kesenian Riau, mudah-mudahan akan tetap terjaga oleh seniman muda Riau. Amin.              
          
        

2 komentar:

  1. salam hormat,berserta doa buat beliau semoga amal ibadah beliau di terima disisi ALLAH swt...semoga semangat beliau terus tumbuh di dada seniman-seniman riau untuk terus berkarya..."terkenal atau pun tidak yang penting terus berkarya.....AMIN

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin. Mudah-mudahan semangatnye tetap hidup di hati seniman Riau. Amin.

      Hapus