Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Sabtu, 11 Agustus 2012

Sedekah Menyalah

Setiap tahun pada bulan Ramadhan, bangsa kita selalu saja disuguhkan peristiwa menyedihkan. Keinginan berbuat baik, berbuah malapetaka bagi orang lain. Ironisnya yang menjadi korban selalu saja orang muslim. Atah Roy tidak habis pikir, kenapa setiap tahun terjadi peristiwa seperti ini; orang-orang berdesakkan, bahkan memakan korban, demi uang Rp 10.000, atau sembako ala kadarnya yang disedekah oleh orang mampu. Menurut Atah Roy, seharusnya masa lalu menjadi pelajaran pada tahun ini atau tahun di masa akan datang. Tak usah lagi bersedekah, kalau korban lebih banyak berjatuhan. Kalaupun mau bersedekah tidak usah pamer-pamer, datang saja ke rumah warga yang tak mampu, beri langsung sedekah itu.
Islam, bagi Atah Roy adalah agama yang paling menjaga keharmonisan umatnya, bahkan umat non Islam. Dalam ajaran Islam, kata Atah Roy, berpegang teguh pada suatu prinsip tidak sombong. Bahkan dalam Islam, tangan kanan yang memberi, hendaklah tangan kiri jangan tahu. Hal ini dilakukan agar orang-orang kaya yang bersedekah tidak terperangkap dalam kesombongan. Bukankah sedekah untuk membantu orang susah? Bukan sebaliknya, orang susah bertambah susah.
Entah mengapa, tahun ini, peristiwa miris itu masih terjadi. Kita, kata Atah Roy seakan tidak pernah insaf dan seakan memang sengaja mengazab orang miskin. Kita sepertinya senang melihat orang susah berdesakkan datang mengantri di depan rumah, lalu bertolak-tolak sampai ada yang jatuh korban. Bangsa ini, menurut Atah Roy, bangsa senang melihat orang susah.
Menurut pikiran Atah Roy, pemerintah harus membantu mengatasi masalah ini. Mengatasi kemiskinan, sehingga apabila ada orang kaya bersedekah, tidak ada lagi orang yang mau menerima sedekah. Bukankah orang miskin dan terlantar merupakan kewajiban pemerintah menyejahterakan mereka? Jangan pemerintah hanya mengakui bahwa kekayaan alam yang ada di negara ini milikinya, orang miskin juga milik pemerintah.
Atah Roy memang tidak bisa berbuat apa-apa, apabila ada orang sedekah dan mengumpul orang miskin untuk menerima sedekah itu. Sedekah itu memang perbuatan terpuji dan dianjurkan Islam. “Janganlah sedekah dijadikan alat untuk menaikan populeritas. Bersedekahlah dengan ikhlas, dan buat orang lain tidak menerima,” pikir Atah Roy.
Tiba-tiba Leman Lengkung datang dengan tergopoh-gopoh alias terengah-engah. Leman Lengkung seperti dikejar hantu. Melihat Leman Lengkung seperti itu, Atah Roy heran. Atah Roy menenangkan Leman Lengkung.
“Tarik nafas panjang-panjang, dikau harus dapat menguasai diri,” ujar Atah Roy.
Leman Lengkung pun menarik nafas panjang-panjang. Hala ini dilakukan berulang-ulang kali. Setelah agak normal, Leman Lengkung pun menyampaikan berita kepada Atah Roy.
“Anu, Tah...,”
“Anu ape, Man?”
“Kita harus cepat-cepat ke rumah Dollah Boyak,” tutur Leman Lengkung lagi.
“Ngape kite harus ke rumah Dillah Boyak?” Atah Roy penasaran.
“Dollah Boyak bersedekah sembako kepade warga kampung, Tah,” jelas Leman Lengkung.
“Alhamdulillah. Terbuka juge pintu hati Dollah berbuat kebaikan,” tambah Atah Roy.
“Kite harus cepat-cepat ke rumah Pak Cik Dollah tu, Tah.”
“Kenape pulak kite harus ke rumah Dollah tu?” Atah Roy penasaran kembali.
“Kalau kite terlambat, make kite tak dapat sembako dari Pak Cik Dollah. Menurut orang-orang, Pak Cik mengundang semue orang kampung ke rumahnye,” Leman Lengkung berharap Atah Roy bersiap-siap pergi bersama dirinya. “Kalau sampai di rumah Pak Cik Dollah nanti Tah, Atah langsung aje masuk ke rumahnye, kan Atah kawan dekat dengan die, dan jatah yang dibagikan oleh bawahannye, bio saye yang ngambik. Dapat due kite, Tah,” Leman Lengkung menambahkan.
“Man, aku ni masih punye harga diri, dan aku masih kuat berkerje menoreh getah. Kalaulah berharap 5 kilo beras, dan 2 kilo gule, aku masih sanggup mencarinye, Man. Tak usah dikau makse aku,” Atah Roy mulai tersinggung. “Walaupun hidup kite tidak seberape, tapi meletakkan tangan di bawah, memang pementang nenek moyang aku,” Atah Roy kembali menjelaskan kepada Leman Lengkung.
“Tah, ini lain Tah. Pak Cik Dollah mengundang banyak wartawan. Menurut orang-orang, orang tv juge ade, Tah. Kalau kite pergi dapat kite masuk tv, Tah,” Leman Lengkung masih berharap agar Atah Roy mau pergi.
“Inilah yang aku tak suke, kalau nak bersedekah, bersedekah ajelah, ape pasal Dollah mengundang wartawan juge?”
“Atah tak mengikuti perkembangan kampung. Pak Cik Dollah tu kan tim sukses salah seorang calon pemimpin kite. Dari calon itulah Pak Cik dapat duit. Kate orang-orang lagi Tah, calon yang di dukung Pak Cik Dollah tu datang juge,” tambah Leman Lengkung bersemangat.
“Kalau macam itu, jangan dikau pergi ke rumah Dollah Boyak tu. Aku tak sudi punye anak saudare dapat dijengkal dengan sembako sekampet,” Atah Roy mulai geram.
“Tapi Tah...,”
“Tak ade tapi-tapi, Man. Kalau sedekah, jangan mengharapkan balasan orang, bio Allah yang membalas perbuatan sedekah tu, itu yang dinamekan sedekah yang ikhlas. Kalau bersedekah berharap sesuatu dari yang kite beri sedekah, itulah namenye sedekah menyalah. Sedekah itu membantu orang yang susah, bukan menambah susah orang,” tambah Atah Roy sambil meninggalkan Leman Lengkung sendiri.
“Tapi Tah, hari raye dah dekat ni, tepung di rumah kite tak ade,” ujar Leman Lengkung.
Atah Roy menghentikan langkahnya, dan membalikan badannya, lalu menatap Leman Lengkung dalam-dalam.
“Bio tak ade kue di rumah ni, untuk meletakkan tangan aku di bawah, minta maaf dululah,” ujar Atah Roy tegas.
Leman Lengkung hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sedekah yang salah, atau yang menerime sedekah yang salah?” tanye Leman Lengkung dalam hati. “Entahlah,” jawab Leman Lengkung juge dalam hati.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar