Setiap tahun
pada bulan Ramadhan, bangsa kita selalu saja disuguhkan peristiwa menyedihkan.
Keinginan berbuat baik, berbuah malapetaka bagi orang lain. Ironisnya yang
menjadi korban selalu saja orang muslim. Atah Roy tidak habis pikir, kenapa
setiap tahun terjadi peristiwa seperti ini; orang-orang berdesakkan, bahkan
memakan korban, demi uang Rp 10.000, atau sembako ala kadarnya yang disedekah
oleh orang mampu. Menurut Atah Roy, seharusnya masa lalu menjadi pelajaran pada
tahun ini atau tahun di masa akan datang. Tak usah lagi bersedekah, kalau
korban lebih banyak berjatuhan. Kalaupun mau bersedekah tidak usah pamer-pamer,
datang saja ke rumah warga yang tak mampu, beri langsung sedekah itu.
Islam, bagi Atah
Roy adalah agama yang paling menjaga keharmonisan umatnya, bahkan umat non
Islam. Dalam ajaran Islam, kata Atah Roy, berpegang teguh pada suatu prinsip
tidak sombong. Bahkan dalam Islam, tangan kanan yang memberi, hendaklah tangan
kiri jangan tahu. Hal ini dilakukan agar orang-orang kaya yang bersedekah tidak
terperangkap dalam kesombongan. Bukankah sedekah untuk membantu orang susah?
Bukan sebaliknya, orang susah bertambah susah.
Entah mengapa,
tahun ini, peristiwa miris itu masih terjadi. Kita, kata Atah Roy seakan tidak
pernah insaf dan seakan memang sengaja mengazab orang miskin. Kita sepertinya
senang melihat orang susah berdesakkan datang mengantri di depan rumah, lalu
bertolak-tolak sampai ada yang jatuh korban. Bangsa ini, menurut Atah Roy,
bangsa senang melihat orang susah.
Menurut pikiran
Atah Roy, pemerintah harus membantu mengatasi masalah ini. Mengatasi
kemiskinan, sehingga apabila ada orang kaya bersedekah, tidak ada lagi orang
yang mau menerima sedekah. Bukankah orang miskin dan terlantar merupakan
kewajiban pemerintah menyejahterakan mereka? Jangan pemerintah hanya mengakui
bahwa kekayaan alam yang ada di negara ini milikinya, orang miskin juga milik
pemerintah.
Atah Roy memang
tidak bisa berbuat apa-apa, apabila ada orang sedekah dan mengumpul orang
miskin untuk menerima sedekah itu. Sedekah itu memang perbuatan terpuji dan
dianjurkan Islam. “Janganlah sedekah dijadikan alat untuk menaikan populeritas.
Bersedekahlah dengan ikhlas, dan buat orang lain tidak menerima,” pikir Atah
Roy.
Tiba-tiba Leman
Lengkung datang dengan tergopoh-gopoh alias terengah-engah. Leman Lengkung
seperti dikejar hantu. Melihat Leman Lengkung seperti itu, Atah Roy heran. Atah
Roy menenangkan Leman Lengkung.
“Tarik nafas
panjang-panjang, dikau harus dapat menguasai diri,” ujar Atah Roy.
Leman Lengkung
pun menarik nafas panjang-panjang. Hala ini dilakukan berulang-ulang kali.
Setelah agak normal, Leman Lengkung pun menyampaikan berita kepada Atah Roy.
“Anu, Tah...,”
“Anu ape, Man?”
“Kita harus
cepat-cepat ke rumah Dollah Boyak,” tutur Leman Lengkung lagi.
“Ngape kite
harus ke rumah Dillah Boyak?” Atah Roy penasaran.
“Dollah Boyak
bersedekah sembako kepade warga kampung, Tah,” jelas Leman Lengkung.
“Alhamdulillah.
Terbuka juge pintu hati Dollah berbuat kebaikan,” tambah Atah Roy.
“Kite harus
cepat-cepat ke rumah Pak Cik Dollah tu, Tah.”
“Kenape pulak
kite harus ke rumah Dollah tu?” Atah Roy penasaran kembali.
“Kalau kite
terlambat, make kite tak dapat sembako dari Pak Cik Dollah. Menurut
orang-orang, Pak Cik mengundang semue orang kampung ke rumahnye,” Leman
Lengkung berharap Atah Roy bersiap-siap pergi bersama dirinya. “Kalau sampai di
rumah Pak Cik Dollah nanti Tah, Atah langsung aje masuk ke rumahnye, kan Atah
kawan dekat dengan die, dan jatah yang dibagikan oleh bawahannye, bio saye yang
ngambik. Dapat due kite, Tah,” Leman Lengkung menambahkan.
“Man, aku ni
masih punye harga diri, dan aku masih kuat berkerje menoreh getah. Kalaulah
berharap 5 kilo beras, dan 2 kilo gule, aku masih sanggup mencarinye, Man. Tak
usah dikau makse aku,” Atah Roy mulai tersinggung. “Walaupun hidup kite tidak
seberape, tapi meletakkan tangan di bawah, memang pementang nenek moyang aku,”
Atah Roy kembali menjelaskan kepada Leman Lengkung.
“Tah, ini lain
Tah. Pak Cik Dollah mengundang banyak wartawan. Menurut orang-orang, orang tv
juge ade, Tah. Kalau kite pergi dapat kite masuk tv, Tah,” Leman Lengkung masih
berharap agar Atah Roy mau pergi.
“Inilah yang aku
tak suke, kalau nak bersedekah, bersedekah ajelah, ape pasal Dollah mengundang
wartawan juge?”
“Atah tak
mengikuti perkembangan kampung. Pak Cik Dollah tu kan tim sukses salah seorang
calon pemimpin kite. Dari calon itulah Pak Cik dapat duit. Kate orang-orang
lagi Tah, calon yang di dukung Pak Cik Dollah tu datang juge,” tambah Leman
Lengkung bersemangat.
“Kalau macam
itu, jangan dikau pergi ke rumah Dollah Boyak tu. Aku tak sudi punye anak
saudare dapat dijengkal dengan sembako sekampet,” Atah Roy mulai geram.
“Tapi Tah...,”
“Tak ade
tapi-tapi, Man. Kalau sedekah, jangan mengharapkan balasan orang, bio Allah
yang membalas perbuatan sedekah tu, itu yang dinamekan sedekah yang ikhlas.
Kalau bersedekah berharap sesuatu dari yang kite beri sedekah, itulah namenye
sedekah menyalah. Sedekah itu membantu orang yang susah, bukan menambah susah
orang,” tambah Atah Roy sambil meninggalkan Leman Lengkung sendiri.
“Tapi Tah, hari
raye dah dekat ni, tepung di rumah kite tak ade,” ujar Leman Lengkung.
Atah Roy
menghentikan langkahnya, dan membalikan badannya, lalu menatap Leman Lengkung
dalam-dalam.
“Bio tak ade kue
di rumah ni, untuk meletakkan tangan aku di bawah, minta maaf dululah,” ujar
Atah Roy tegas.
Leman Lengkung
hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sedekah yang salah, atau yang menerime
sedekah yang salah?” tanye Leman Lengkung dalam hati. “Entahlah,” jawab Leman
Lengkung juge dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar