Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Sabtu, 25 Agustus 2012

Tersebab Kejujuran


Seandainya di dunia ini ada kedai menjual kejujuran, maka Atah Roy berazam akan mendatangi kedai itu, lalu memborong semua kejujuran yang dijual di kedai tersebut. Kejujuran itu akan dibagi percuma kepada semua orang di negeri ini, agar negeri ini kembali kepada kesucian. Apa mau dikata, seluruh kawan Atah Roy yang tersebar di tengah, maupun di sudut-sudut dunia, tidak menemukan kedai menjual kejujuran. Atah Roy ingin menyesal, tapi menyesal tiada gunanya (macam lagu pula).  
Kehancuran negeri ini, menurut Atah Roy, disebabkan kejujuran telah lenyap dari sanubari manusia yang mendiami negeri ini. Semua orang menggadaikan kejujuran kepada kepentingan pribadi yang bersifat sesaat. Tiada suatu lembaga pun yang dapat untuk menggantungkan harapan agar negeri ini benar-benar bersih. Semuanya ingin menipu; semuanya mau membengak. Tak tanggung-tanggung, pembengak sudah menjadi kebiasaan; kalau tak membengak, tak kren. Maka di negeri ini, orang yang tersenyum pun dicurigai sedang bengak.
Tersebab kejujuran inilah, Atah Roy siang-malam tidak tidur, berpikir untuk mendapatkan formula menciptakan kejujuran. Atah Roy membaca semua buku, lalu membaca alam, kemudian dipadankan dengan tingkah laku dirinya sendiri sehari-hari. Hampir dapat, namun hilang lagi, karena Atah Roy terlalu asik dengan dirinya, tidak peduli dengan Leman Lengkung, jiran, apalagi dengan orang sekampung. Keasikan pada diri sendiri rupanya melenyapkan otak jernih.
Atah Roy terpikir bahwa Yang Maha Kuasa menciptakan manusia di dunia ini untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya. Setelah mengenal, manusia akan melakukan hal yang terbaik agar kehidupan mereka harmonis. Namun keharmonisan itu tidak bertahan lama, hal ini disebabkan rasa ingin berkuasa, menguasai orang lain menjadi virus menelan kejujuran. Atah Roy coba menyimpulkan, bahwa ingin menguasai orang lain merupakan penyebab lenyapnya kejujuran.
Atah Roy mencoba menguraikan kenapa orang ingin menguasai orang lain. Lama Atah Roy menyulam imajinasinya, lalu mengaitkan imajinasinya pada realitas yang terjadi di negeri ini. Atah Roy tercengang, lalu menyimpulkan bahwa menguasai orang lain itu sangat mengasikan, menyenangkan, menggembirakan, walapun hanya bersifat sesaat.
Pantas sajalah, pikir Atah Roy, kebohongan atau bengak yang selama ini dilakukan, hanya untuk menguasai Leman Lengkung, dan itu sangat menyenangkan. Atah Roy terbayang wajah lugu Leman Lengkung dengan menganggukkan kepalanya tanda setuju apa yang dikatakan Atah Roy.
“Man, aku ni dulu, sebelum dikau lahir, termasuk pemuda yang aktif membangun kampung ni. Semua aku kerjekan demi kampung ni, sehingge aku pernah dicalonkan jadi ketue pemuda, tapo aku tolak. Bagi aku, bekerje untuk kampung, tidak mengharapkan apepun juge. Jadi Man, dikau tak usahlah sombong kepade aku, walaupun dikau itu sekretaris organisasi pemuda kampung ni,” ucap Atah Roy beberapa tahun yang lalu. Leman Lengkung mengangguk.
Mengingat ucapan itu pada hari ini, apelagi melihat raut muka Leman Lengkung pada waktu itu, Atah Roy tersenyum. Ucapan Atah Roy itu bengak semata, yang benarnya, Atah Roy kalah dalam pemilihan untuk duduk menjadi Ketua Pemuda. Agar Atah Roy tidak diremehkan oleh Leman Lengkung, terpaksalah Atah Roy membengak.
Rupanya, pikir Atah Roy, kerja membengak ini mengasikkan. Bagimana tidak mengasikkan, orang yang terkena bengak, menganggap orang sedang membengak itu hebat, muncullah rasa kagum. Rasa kagum inilah menjadi pemicu untuk melakukan bengak berikutnya. “Maka, waspadalah!” pikir Atah Roy.
Leman Lengkung datang. Atah Roy bersikap wibawa. Semua pikiran mau membeli kejujuran hilang dibenak Atah Roy. Di depan Leman Lengkung, Atah Roy harus berpenampilan segak dan berwibawa, kalau berpenampilan kusut, maka Leman Lengkung pun tidak akan menghargai dirinya.
“Ade ape, Man? Nampak aku kusut masai je muke dikau? Adekah sesuatu yang dapat aku bantu?” tanya Atah Roy dengan nada suara dibuat-buat wibawa.
“Gawat Tah, semue orang dah mengaku jujur, sehingge payah nak membedekan mana orang yang betul-betul jujur dengan orang pembengak,” ujar Leman Lengkung sambil mengelap keringat di dahinya.
“Jujur itu, Man, tidak diucapkan, tapi dilakukan. Kalau ade orang yang banyak bercakap die jujur, make orang tu paling pembengak,” jelas Atah Roy.
“Banyak di spanduk, baleho maupun di poster-poster terpampang, dan mereka mengatakan mereke jujur, Tah,” ucap Leman Lengkung penasaran.
“Oooo..., tulisan orang-orang nak nuju kursi I tu?”
“Agaknye, Tah. Saye tak kenal betul orang-orang tu.”
“Senang aje nak memastikan mereke jujur atau tidaknye.”
“Macam mane carenye, Tah?”
“Tenguk latar belakangnye sebelum nak duduk di kursi I tu,” jelas Atah Roy.
“Tapi ape ade orang jujur sekarang ni, Tah?”
“Tentulah ade. Ngape dikau tanye macam itu?” balik Atah Roy bertanya.
“Saye ragu, Tah. Kebutuhan sekarang ni, tak tanggung-tanggung mahalnye. Atah yang duduk di kampung ni aje, kalau tak pandai bengak, dah lame tak dipandang orang,” jelas Leman Lengkung.
Atah Roy tercengang dengan kata-kata Leman Lengkung.
“Maksud dikau ni, ape Man? Jangan membangkitkan harimau yang sedang tidur ni,” Atah Roy tersinggung.
“Alah, Tah, bukan saye tak tahu.”
“Maksudmu?” karena geram Atah Roy menggunakan bahasa Indonesia.
“Besi tue di belakang rumah kite tu, Atah yang jualkan?”
“Konteks dengan pembicaraa kita?” kembali Atah Roy menggunakan bahasa Indonesia.
“Pade orang terdekat saje, kite sanggup bengak, apalagi pade orang lain. Atah tahu tak, besi tue tu,  lame saye kumpul untuk menambah beli sepeda. Atah sedap-sedap je menjual tanpe sepengetahuan saye. Atah pun bercakap, besi tue tu dicuri orang. Kalau ade di dunie ni orang menjual kejujuran, saye orang pertame yang membeli kejujuran itu untuk Atah,” jelas Leman Lengkung panjang lebar, dan Leman Lengkung langsung pergi.
“Eeee..., awak pulak nak kene beli kejujuran tu, padahal awak yang menghayal pertame. Memang, kejujuran itu pahit, tapi harus kite lakukan, agar kite tidak dipandang rendah dan dihina di kemudian hari,” ucap Atah Roy.
  
         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar