Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Sabtu, 16 Maret 2013

Drama Politik


Dunia politik di negeri ini, memang sangat mengkhawatirkan. Para petinggi kelompok yang mengatasnamakan untuk kesejahteraan, ketentraman dan kedamaian rakyat ini, terbabet masalah. Rakyat kehilangan kepercayaan kepada figur-figur yang dibesar-besarkan oleh partai politik. Partai politik seperti sarang untuk menetaskan para ‘penjahat’. Tokoh-tokoh muda, sebelum masuk partai politik, terkenal dengan ‘kebengisan’ ideologi tinggi, menjadi seperti seekor kerbau. Tiada bersuara untuk kebenaran orang ramai, yang ada hanya kebenaran golongan, Maka rekayasa menjadi senjata untuk menumbangkan, menguburkan, dan juga menjadi propaganda membangun citra.
Sebagai seorang aktivis drama dulunya, Atah Roy selalu tampil sebagai sutradara. Kerja seorang sutradara ‘mengakali’ peristiwa, ruang, dan waktu sehingga menghasilkan drama berkualitas tinggi. Para aktor atau pemain drama, memang dipersiapkan menjadi tokoh-tokoh dalam lakonan. ‘Mengakali’ dalam drama yang sesungguhnya merupakan upaya menarik rasa simpatik penonton, sehingga penonton betah menonton drama itu sampai selesai.
Rekayasa dalam drama merupakan keharusan. Ianya bukan bertujuan untuk menipu penonton, tetapi ingin penonton masuk dalam peristiwa, ruang dan waktu yang didedahkan pada pementasan drama itu. Bukankah drama yang baik dapat mengajak penonton merasakan apa yang terjadi di atas panggung? Bagaimana dengan drama politik?
Atah Roy menggaru-garukan kepalanya yang tidak gatal. Dua kata ini, drama politik, mengusik pikiran Atah Roy akhir-akhir ini. Dua kata itu menjadi perbincangan hangat di kedai kopi Nah Me’un. Orang-orang menjadi pintar menganalisis peristiwa di negeri ini. Mereka seperti penonton yang memang masuk dalam peristiwa itu, dan memang ada benarnya. Sebab para ‘pelakon’ yang sedang berperan di panggung drama politik itu adalah orang-orang yang menentukan nasib rakyat kecil.
“Drama politik di negeri kite ini, bertambah gawat. Semue aktor utamanya terlibat saling menyerang, semue nak jadi protagonis,” ujar Sidik Cengkung sambil meneguk kopinya.
“Parahnya lagi, pengikut-pngikut atau kalau dalam drama tokoh-tokoh pigurannye, membela membabi bute mendukung siape yang punye banyak duit dan kekuasaan,” tambah Ijal Pelo.
“Kite memang dibuat bingung dengan permasalahan negeri kite ini, tokoh-tokoh utama sibuk membangun konflik, sementara kebutuhan keseharian hargenye melambung tinggi. Belum lagi duit untuk kebutuhan rakyat dipelupuh ramai-ramai. Tukang pelupuh tu pulak dah kehilangan rasa keibaannye; baik yang macam ustazd sampai macam preman dah tak ade bede lagi, belantak melupuh duit rakyat,” tambah Tamam Tengkes geram.
“Yang menyakitkan hati, mereke semue tidak pulak merase bersalah. Bahkan menganggap diri mereke itu sang pembela kehidupan rakyat,” kata Yusup Cacing pula.
Atah Roy menggeleng-geleng kepala. Dengan seksama Atah Roy mendengar percakapan orang-orang di sebelah mejanya.
“Atah Roy, ape Atah tak ade komen kedaan negeri kite sekarang ni?” tiba-tiba Tamam Tengkese bertanya kepada Atah Roy.
Atah Roy menarik nafas panjang, lalu Atah Roy menatap satu persatu orang-orang itu, kemudian Atah Roy tersenyum.
“Usah senyum-senyum je Tah, masalah negeri ini tidak selesai dengan senyum de,” ujar Ijal Pelo.
“Aku tersenyum mendengo mike-mike bebual ni, macam ye betul, padahal ape ke tidak aje,” jawab Atah Roy.
“Atah, tak sedap betul bunyi kate-kate Atah tu, bebulu telinge saye mendengonye,” sindir Yusup Cacing.
“Makan boleh sembaarang makan Tah, tapi cakap jangan sembarang cakap!” tambah Tamam Cengkung geram.
“Kalau hanye sekadar mengomentar ape yang terjadi di negeri kite ni, tak ade gunenye de. Kalau betul kite mencintai negeri ini dengan setulus hati, mari kite bergerak dengan melakukan perlawanan. Kalau perlu sabutase semue kebijakkan yang telah mereka buat. Jangan bercakap aje, yang kite butuhkan sekarang ini aksi, bukan bebual di kedai kopi. Dan aku berharap pade aksi itu tidak ade tawar-menawar lagi,” jawab Atah Roy panjang lebar.
“ Ape maksud Atah dengan  ucapan ‘tak ade tawar-menawar’ tu?” tanya Tamam Cengkung.
“Maksudnye, orang atau kite nantinye melakukan perlawanan terhadap aktor-aktor utama negeri kite ni, tak gentar dan tak melunak dengan ape pun bujukan. Selame ini para aktor-aktor yang berteriak dengan aksi melawan kebijakan ini, lemah apebile dikasi duit setumpuk. Mereke berpaling arah, lalu memuto luan mereke, bahkan lebih geram lagi, mereke masuk pulak dalam sistem yang hendak mereke runtuhkan itu. Kalau dah macam ini, jangan harap negeri ini akan berubah!” ujar Atah Roy geram.
“Jadi, kite harus mecam mane?” tanye Usup Cacing.
“Diam je?” Tamam Cengkung ragu.
“Kite sehrusnye aksi, protes terus sampai perubahan itu memang datang dari hati orang-orang mendiami negeri kite ini,” tambah Atah Roy dengan yakin.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar