Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Minggu, 24 Maret 2013

Masih Berkesenian


Konsep berkesenian orang Melayu adalah memberi manfaat dan berfaedah untuk orang yang menikmati kesenian itu. Sebagai orang Melayu, Atah Roy berpegang teguh kepada konsep tersebut. Tanpa ada pikiran lain, yang penting penikmat kesenian tanah ini terpuaskan, Atah Roy pun rela menyediakan waktu, pikiran, tenaga dan juga duit untuk tetap berkesenian. Atah Roy dengan semangat berapi-api mengumpulkan beberapa pemuda-pemudi untuk menaja perhelatan kesenian.
Semangat mengebu-ngebu Atah Roy tidak direspon Leman Lengkung. Di benak pikiran Leman Lengkung terbayang dua tahun yang lalu, bagaimana peningnya Atah Roy setelah menaja hajatan yang sama pada hari. Waktu itu Atah Roy juga menaja pementasan teater alias drama alias sandiwara. Setelah perhelatan selesai Atah Roy pening untuk membayar utang akibat perhelatan kesenian tersebut. Leman Lengkung tidak mau kejadian itu terulang kembali pada Atah Roy saat ini.
Leman Lengkung berusaha menghasut pemuda-pemudi di kampung tidak mendukung keinginan Atah Roy menaja perhelatan yang sama. Hasutan Leman Lengkung akhirnya singgah juga ke telinga Atah Roy. Atah Roy naik pitam alias geram setengah mati pad Leman Lengkung. Dengan emosi meluap-luap, Atah Roy pun mendatangi Leman Lengkung yang sedang sibuk mengumpulkan getah di kebun.
“Ape maksud dikau menghalang-halang aku untuk berkesenian, Man?” pertanyaan Atah Roy bernada geram.
“Saye tak menghalang Atah, tapi saye takut Atah gile disebabkan berkesenian,” jawab Leman Lengkung dengan tenang.
“Maksud dikau ape?” Atah Roy semakin geram.
“Ape yang Atah dapat dari berkesenian?” balik Leman Lengkung bertanya.
“Kepuasan bathin itu melebihi segale-galenye, Man. Dan dengan berkesenian, bathin aku terpuaskan!” Atah Roy menjawab masih dengan nada emosi.
“Kepuasan bathin seperti ape, Tah? Setelah mengadekan pementasan drama, lepas itu Atah dikejo-kejo orang untuk menagih utang, apekah itu yang dinamekan kepuasan bathin, Tah?” Leman Lengkung mulai berani.
“Dikau jangan mengaju itik berenang, Man. Aku ini dah banyak makan asam garam berkesenian. Kawan-kawan aku kan banyak, dan perusahaan di kampung kite ini mau membantu perhelatan ini semue!” sergah Atah Roy.
“Dulu Atah bercakap macam itu juge, tapi nyatenye tak satu pun kawan Atah dan juge perusahaan itu tak membantu Atah. Atah sorang yang menanggung semuenye, sampai-sampai hasil penjualan getah kite semuenye terpakai untuk membayo utang Atah itu,” Leman Lengkung juga meninggikan suaranya.
“Ini menyangkut marwah kite sebagai orang Melayu, Man. Kalau tak kite yang menjage marwah kite melalui seni, siape lagi? Kesenianlah yang masih dapat diharapkan mejage marwah orang Melayu pade hari ini. Dikau jangan lupe Man, dengan seni identitas diri orang Melayu dipertahankan!” ujar Atah Roy panjang lebar.
“Itu menurut Atah, tapi tidak orang Melayu lainnye. Atah bisa tenguk, bagaimane kesenian pade hari ini hanye untuk kepentingan politis, kalau ade pejabat atau tokoh masyarakat nak sesuatu, baghu kesenian dijulang-julang. Begitu juge orang berkesenian hari ini disebabkan faktor kedekatan dengan orang-orang penting. Sementare Atah, jangankan dekat dengan orang penting, dengan Pek RT aje tak dekat Atah menjauh. Dari mane Atah nak nutup biaya pementasan drama Atah tu? Terpakse juge hasil getah kite ini jadi sasarannye,” jelas Leman Lengkung panjang lebar.
“Dikau jangan menghina aku, Man. Kalau dikau tak ikhlas membantu aku, tak usah dikau bantu aku lagi, lebih baik kite putus persaudaraan anak-beranak!” Atah Roy bertambah emosi, dan langsung meninggalkan Leman Lengkung sendiri.
“Kalau aku bercakap, tahu salah je. Payah jadi anak saudare ni,” Leman Lengkung besungut.
Atah Roy dengan geram melangkahkan kakinya. Sambil melangkah, Atah Roy berpikir apa yang dikatakan Leman Lengkung tadi. Dalam hati Atah Roy membenarkan apa yang dikatakan Leman Lengkung. Pengalaman sudah banyak, setiap kali mengadakan pertunjukan seni, pasti utang berkeliling pinggang.
“Kadang ade betul juge ape yang dikatekan Leman tu, tapi kalau tak berbuat, lain pulak perasaan ini,” bisik Atah Roy dalam hati.
Atah Roy pun terbayang masa lampau, dimana dia pernah mau membunuh diri dengan terjun ke laut, gara-gara utang setelah perhelatan seni. Kepuasan bathin setelah pementasan hanya sekejap, tapi kelukaan bathin disebabkan utang pementasan lama. Atah Roy jadi ragu untuk tetap berkesenian.
“Aku harus ambil sikap, aku harus tetap berkesenian. Utang atau pun rugi, itu bisa diselesaikan, tapi rugi atau utang hati, tidak bisa terganti!” Atah Roy menjawab keraguannya sendiri. Dengan semangat tetap berapi-api, Atah Roy akan mengadakan perhelatan atau pementasan drama dengan melibatkan lebih banyak orang lagi.
“Pantang Melayu surut ke belakang!” ujar Atah Roy yakin.         

1 komentar: