Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Sabtu, 16 Juli 2011

Zaman Lagak

Leman Lengkung tahu bahwa di zaman modern (kenen) ini telah terbangun ‘budaya imej’. Leman Lengkung mendefenisikan ‘budaya imej’ dengan berpenampilan serba mewah, maka supaya tidak ketinggalan zaman Leman Lengkung harus berpenampilan seperti bintang sinetron. Dan Leman Lengkung pun tidak segan-segan menjual semua karet alias ojol dari hasil menoreh alias menakik di kebun karet Atah Roy. Biasanya karet hasil menoreh yang dilakukan Leman Lengkung diserahkan kepada Atah Roy, namun karena tuntutan zaman, Leman Lengkung dengan berani menjual sendiri karet Atah Roy ke Akiong. Duit hasil menjual karet Atah Roy inilah yang digunakan Leman Lengkung membeli pakaian baru, sepatu baru, jam tangan baru, dan asesoris lainnya yang ‘berbau modern’. Muncullah sosok Leman Lengkung modernis tulen; celana jeans baru, baju, jam tangan sepatu, topi dan parfum merk luar negeri.

Agar penampilannya diketahui oleh orang banyak, Leman Lengkung berkeliling kampung dengan menggunakan motor sewa miliki Amzah. Setiap berjumpa dengan orang kampung di jalan, Leman Lengkung melambaikan tangannya dan kadang kala Leman Lengkung berhenti dekat orang tersebut. Basabasi sedikit dengan menanyakan kabar atau sambil mengipas-ngipas badannya dengan tangan, Leman Lengkung berkomentar tentang cuaca yang semakin panas. Padahal tujuan Leman adalah memamerkan penampilannya kepada orang yang ia jumpai di sepanjang jalan.

“Tuntutan zaman selalu membuat kite panas, ye Rim?” ucap Leman Lengkung ketika berjumpa dengan Karim di simpang empat jalan kampung.

“Bukan main segak dikau hari ini Man, macam nak pegi berangkat,” komentar Karim.

“Zaman selalu memakse mengubah orang untuk tidak menjadi dirinye sendiri,” kata Leman sambil merapikan kerah bajunya.

“Dikau nak pegi kemane, Man?” Karim penasaran.

“Setiap saat adalah kesempatan untuk ditenguk orang,” ucap Leman. Karim menggaruk kepalanya yang tak gatal. Karim tak mengerti apa yang dikatakan Leman Lengkung. “Jangan bingung, orang bingung selalu didatangi kemelaratan,” tambah Leman Lengkung.

“Makin tak paham ape yang dikau cakapkan, Man,” Karim semakin kuat menggaruk kepalanya.

“Tak perlu paham, yang paling penting, nikmati aje,” kate Leman Lengkung sambil mengengkol motor buruk yang ia sewa dari Amzah. “Santai bro, jangan masuk hati. Bergayalah selagi kau bisa bergaya, sebelum kau dipandang hina,” kate Leman Lengkung sambil mengas motor sewaannya meninggalkan Karim sendiri dengan penuh pertanyaan di benak.

“Leman ni dah gile atau... Ah, ngape pulak aku yang risau? Penampilan Leman mantap juge,” Karim bicara sendiri, kemudian melanjutkan perjalanan menuju sungai untuk menangkap ikan.

Atah Roy menyadari bahwa Leman Lengkung pasti mengubah gaya hidupnya. Pendapat ini diperkuat dengan tidak adanya ojol terkumpul di belakang rumah. “Untuk memenuhi segale kebutuhan hari ini, orang akan melakukan apepun, termasuk menjual milik orang. Halal dan haram terlalu tipis bedenye pade hari ini,” sungut Atah Roy.

Leman Lengkung dengan motor buruk sewaannya, balek ke rumah. Suara bising dari knalpot motor itu, menyadarkan Atah Roy bahwa Leman Lengkung sudah balek. Atah Roy bergegas mendekati asal suara motor. Atah Roy melihat Leman Lengkung dengan stel berbeda, bercermin di kaca spion motor.

“Bukan main dikau ye Man?” Atah Roy menggelengkan kepalanya.

“Tah, zaman menuntut kite untuk melakukan perubahan,” Leman Lengkung yakin.

“Aku sepakat itu, tapi perubahan yang harus dilakukan tidak dengan memakse diri”, suara Atah Roy sedikit meninggi.

“Atah kuno. Atah terlalu banyak pertimbangan, padahal hari ini, pertimbangan membuat orang tidak kreatif. Pertimbangan menyebab orang akan jadi penakut. Atah harus tahu, orang yang tidak mampu mengikut rentak zaman akan tertinggal terus,” kate Leman Lengkung sambil menarik bitelnya.

“Oooo... macam itu ye?”

“Ye, macam itu Tah. Saye kasi tahu lagi ye Tah, zaman sekarang ini, supaya kite mendapat tempat, kite harus berupaye bergaya. Macam saye ni,” Leman Lengkung melihatkan pakaian yang ia kenakan kepada Atah Roy dengan memutar diri seperti seorang model. “Saye berbuat seperti ini, agar saye diperhatikan orang. Orang yang dihargai pade hari ini adalah orang yang bergaya, walaupun kerjenye menipu,” tambah Leman Lengkung.

“Ooo... gitu. Jadi penampilan pisik lebih diutamekan dibandingkan kejujuran?” Atah Roy menggigit bibirnya petanda geram.

“Paham Atah tu,” Leman Lengkung sombong.

“Jadi untuk mengikuti zaman, kite boleh melakukan ape saje ye? Menjual barang yang bukan milik kite dibolehkan. Mencuri harte orang lain dibolehkan. Menipu orang dibolehkan. Memanfaatkan orang lain untuk kepentingan kite, dibolehkan. Pokonye di zaman modern ni, antara dose dan pahale tak ade bedenye ye?” Atah Roy pura-pura bertanya.

Leman Lengkung merasa di atas angin. Dengan wibawa yang dibuat-buat, Leman Lengkung menganggukkan kepala. “Atah dah paham nampaknye dengan tuntutan zaman.”

“Kalau macam itu, tunggu kejap ye Man,” kate Atah Roy sambil masuk ke dalam rumah.

Leman Lengkung kembali menganggukkan kepalanya. Dengan gaya dibuat-buat Leman Lengkung berjalan mondar-mandir, seperti seorang model sedang beraksi di atas panggung. Beberapa saat kemudian Atah Roy datang sambil mengacungkan parang panjang mau menebak Leman Lengkung. Melihat Atah Roy seperti itu, Leman Lengkung terkejut. Leman Lengkung terpana sebentar, namun cepat sadar, kalau ia menunggu Atah Roy dekat, pastilah kepalanya pecah diparang Atah Roy. Leman pun mengambil langkah dua juta, lari.

“Jangan lari Man! Ini zaman modern, orang berhak mengamuk disebabkan hak miliknye dicuri! Jangan lari Man!” Atah Roy berteriak. Leman Lengkung, tanpa melihat ke belakang terus berlari.

“Zaman sekarang ni, zaman lagak! Bergaya, bio ditenguk orang, melakukan segala cara!” Sok!” Atah Roy terus bersungut masih memegang parang panjang. Sementara Leman Lengkung sudah tak nampak lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar