Atan Kedel, sepupu Atah Roy itu, berjanji akan memperbaiki jalan di
kampungnya yang sudah rusak parah. Atah Roy tidak tahu mengapa Atan Kedel
berjanji untuk memperbaiki jalan di kampung mereka. Padahal selama ini, Atan
Kedel tidak pernah memikirkan kampung. Alih-alih saja, Atan Kedel membuat
janji. Niat Atan Kedel itu disampaikan kepada Atah Roy, dan Atah Roy diminta
oleh Atan Kedel untuk menyampaikan janjinya kepada masyarakat.
Berat hati Atah Roy menanggung amanah ini. Mau dikhabarkan kepada
masyarakat, Atah Roy tak pernah membuat janji. Tak dikatakan, Atan Kedel
berharap betul agar Atah Roy memberitahukan kepada orang kampung. Agar Atan Kedel
sadar bahwa berjanji kepada orang itu tidak baik, Atah Roy pun bercakap kepada
Atan Kedel. Atah Roy berharap, Atan Kedel menyimpan niatnya untuk memperbaiki
jalan kampung, disimpan di dalam hati yang paling dalam. Atah Roy menesehati
Atan Kedel dengan mengatakan bahwa niat yang baik, tak perlu digembor-gemborkan
kepada orang lain. “Niat baik, walaupun tak diucap, tetap pahalenye dicatat,”
ujar Atah Roy kepada Atan Kedel.
Dasar ungkal alias keras kepala, Atan Kedel tidak mau menerima. Apa yang
diucapkan Atah Roy, tidak menjadi ‘air’meredakan kobaran semangat Atan Kedel
untuk meminta tolong, agar niatnya disampaikan kepada orang kampung. Dengan
terpaksa Atah Roy menyebarkan niat Atan Kedel ke seluruh pelosok, ke seluruh
keramaian dan ke seluruh-seluruh kampung. Orang kampung akhirnya mengetahui
jalan mereka yang sudah rusak parah akan diperbaiki.
Inilah yang ditakutkan oleh Atah Roy. Sudah dua tahun janji itu
didengungkan dan sudah dua tahun pula masyarakat menunggu; jalan bertambah
buruk, hati semakin panas. Janji itu terbengkalai, sama seperti jalan yang
rusak itu, dibiarkan tanpa kepastian. Belum ada tanda-tanda janji yang
disampaikan Atah Roy yang didapat dari Atan Kedel terealisasi. Orang-orang
kampung sudah pula menganggap Atah Roy pembengak kelas kakap. Atah Roy selalu
tersudut, apabila ada musyawarah di kampungnya. Usul Atah selalu dipangkah
alias selalu dipotong sebelum Atah Roy sempat menyelesaikan ucapannya.
“Lidah tak bertulang; buat janji memang mudah, tapi menepatinya perlu
keberanian,” ujar salah seorang penduduk kampung.
“Atah usah bercakap lagi, jalan yang rusak tu, sampai sekarang tak
diperbaiki. Hati kami dah meluat betul mendengar suare Atah,” timpal penduduk
kampung yang lain pula.
Hati Atah Roy seperti disayat dengan silet, pedihnya sungguh tidak
terkatakan. Selama ini, Atah Roy tidak pernah merasakan hal seperti ini. Bagi
Atah Roy, kesedihan yang paling terdalam adalah ketika apa yang dikatanya tidak
pernah didengar orang, alias diabaikan karena dicap sebagai pembengak.
“Cakapkanlah kepade sepupu Atah itu, kalau nak jadi pahlawan, jangan hanye
pandai bercakap. Jadi pahlawan tu, Tah, berani menunaikan janji yang telah
dibuat,” Ali Kenkang menyepelekan Atah Roy.
Atah Roy tak berkutik, tak dapat berbuat apa-apa untuk membentengi anggapan
orang kampung kepada dirinya. Diam merupakan jalan terbaik untuk meredam
ceme’ehan orang kampung terhadap Atah Roy. Disebabkan janji itu jugalah, pamor
Atah Roy menurun drastis. Hasil survey LSM kampung, nama Atah Roy tidak
termasuk dalam sepuluh besar nama-nama orang kampung yang dapat dipercayai.
Malahan, nama Atah Roy berada di puncak untuk kategori pembengak, menggeser
nama Bedu Bengang yang selama ini terkenal sebagai raja pembengak.
Leman Lengkung tidak terima bapak saudaranya disepelekan di kampungnya
sendiri. Leman Lengkung pun mengikrarkan diri membela Atah Roy mati-matian.
Dengan segala upaya, Leman Lengkung melakukan gerakan untuk memulihkan nama
baik Atah Roy. Salah satu Leman Lengkung memperbaiki nama baik Atah Roy adalah
dengan membuat poster yang dituliskan dengan menggunakan spidol.
Poster-poster yang ditulis Leman Lengkung dengan menggunakan spidol dan
dengan biayanya sendiri itu, ditempelkan dimana-mana. Rumah warga, kebun warga,
pasar, sekolah, masjid, mushola dan tempat keramaian lainnya yang berada di
kampung itu, pasti ada poster tentang Atah Roy.
“Atah Roy bukan pembengak. Die dimanfaatkan orang lain untuk kepentingan
pribadi orang lain! Nama Atah Roy harus dibersihkan semula dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya!” tulis Leman Lengkung di posternya.
Orang-orang kampung hanya membaca tulisan di poster itu, tanpa menarik
anggapan mereka terhadap Atah Roy sebagai pembengak kelas kakap di kampung itu.
Orang kampung sedikit pun tidak percaya apa yang dikatakan Leman Lengkung
dengan posternya. Bagi orang kampung, kalau dah bengak sekali, sampai mati
payah mau dipercayai.
“Sudahlah Man, aku terime ape yang dilakukan orang kampung kepade aku.
Inilah nasib orang yang tak punye kekuatan,” ucap Atah Roy.
“Tak bisa, Tah. Kite memang orang kecik, tapi jangan orang memandang
rendah kepade kite. Ini marwah!” balas Leman Lengkung.
“Tak perlu, Man. Kite jalankan aje hidup ini, biar Sang Pencipta yang
menilainye,” Atah Roy sabar.
“Mane bisa, Tah! Orang lain yang berjanji, ngape Atah pulak yang nanggung?
Ini tidak adil. Ngape kalau orang besar di negeri ini buat janji dan tidak
pernah ditepati, orang kampung diam saje? Apekah mereke takut?” Leman Lengkung
bertambah emosi.
Atah Roy tak dapat berbuat apa-apa, kecuali mengurur dadanya yang terasa
sesak. “Mungking orang takut tak dapat jatah,” kate Atah Roy tertunduk lemas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar