Orang kampung heboh, setelah acara kesenian yang dilaksanakan oleh Atah
Roy 3 minggu lalu, Atah Roy menghilang tanpa tahu ujung rimbanya. Spekulasi pun
bermunculan di tengah masyarakat. Ada yang mengatakan menghilangnya Atah Roy
disebabkan pementasan kesenian Atah Roy terlalu ‘pedas’ mengeritik Kepala
Kampung, sehingga Atah Roy diculik. Ada juga yang berpendapat bahwa Atah Roy
sengaja menghilang untuk mendapat kepopuleran. Ada yang beranggapan, kehilangan Atah Roy dari kampung karena
dikontrak produser besar yang berasal dari kota. Dari sekian banyak anggapan
orang kampung tentang hilangnya Atah Roy, yang paling menyakitkan hati Leman
Lengkung adalah Atah Roy pergi meninggalkan kampung disebabkan melarikan uang
produksi. Anggapan ini diperkuat dengan belum dibayarnya seluruh pendukung
pementasan seni yang digagas Atah Roy.
Leman Lengkung bersetegang urat membela Atah Roy dari tuduhan itu. Leman
Lengkung yakin betul bahwa Atah Roy tidak mungkin melakukan tindakan tidak
terpuji itu. Leman Lengkung tahu betul, untuk kesenian, bapak saudaranya rela
mengorbankan apa saja. 2 tahun yang lalu, Atah Roy sampai menjual sepeda motor
buruknya untuk membiayai pementasan kesenian dalam rangka memperingati hari
kemerdekaan republik ini. Setelah menjual sepeda motor buruknya, Atah Roy tidak
pernah mengeluh, bahkan kepada Leman Lengkung, Atah Roy mencerita kepuasannya
karena telah berbuat untuk kampung dengan kesenian.
“Kepuasan berkesenian itu, Man, tak dapat diukur dengan duit,” ujar Atah
Roy 2 tahun yang lalu, setelah motor buruknya terjual.
“Ape sebabnya, Tah?” Leman Lengkung belum mengerti.
“Man, bagi seorang seniman, karyanya adalah suara hati nurani yang didapat
berdasarkan pengamatannye terhadap keadaan hidup ini,” jelas Atah Roy.
“Maksudnye, Tah?” Leman masih belum paham.
“Karya seni itu dakwah, Man. Untuk menyampaikan kebenaran, kita tidak
butuh dibayar berapa pun juga, cukup karya kita diapresiasi oleh masyarakat,
itu sudah cukup,” tambah Atah Roy.
“Tapi zaman sudah berubah, Tah, ditambah lagi, pada hari ini untuk
mementaskan karya seni perlu biaya. Para seniman kan butuh makan dan hidup,”
Leman Lengkung mencoba membuka ruang diskusi lebih luas lagi.
“Itulah masalahnye, Man. Dulu, untuk mementaskan atau mempegelarkan karya
seni, semua masyarakat bergotong royong membantu. Orang tak berduit, membantu
dengan tenaga, sementara orang yang berduit, membantu membiayai, sementara
seniman bekerja keras memikirkan karya apa yang harus dipegelarkan. Seniman
mati-matian mencari sumber karyanya, sehingga karya yang dipegelarkan itu
menjadi spirit untuk membangkitkan rasa kasih sayang antar orang kampung.
Dengan demikian, karya seni menjadi wadah mengenal diri lebih dekat lagi.
Menurut Aristoteles, filsuf Yunani itu, karya seni sebagai cermin kehidupan,”
Atah Roy menjelaskan panjang lebar.
“Tapi hari ini, seni bukan sekadar hoby, Tah, tapi sudah menjadi lahan
pekerjaan,” Leman Lengkung masih belum puas dengan pernyataan Atah Roy.
“Tidak salah. Tiap zaman itu berubah, pastilah gaya hidup juge berubah.
Walaupun demikian, seharusnye seni tidak kehilangan keluhurannya sebagai corong
pencerahan. Letakan seni di barisan terdepan, biarkan seni ‘bercakap’ berdasarkan
hati nurani, karena hati nurani tidak akan pernah menjatuhkan orang lain. Hati
nurani pasti berbicara tentang kedamaian untuk membangun negeri ini. Untuk itu,
biayai pekerja seni berdasarkan kerjanya bukan berdasarkan kedekatan dengan
penguasa. Seandainya pekerja seni dibayar berdasarkan pesanan, maka karya seni
tidak ‘bersih’ lagi mengabarkan kebenaran,” Atah Roy semakin semangat. Leman
Lengkung juga semakin bersemangat.
“Kebenaran seni sangat bersifat pribadi dan hanya pandangan senimannya
saja, Tah,” Leman Lengkung tak mau kalah.
“Jangan politisasi seniman, maka ianya akan tetap bersih,” jawab Atah Roy
singkat.
Percakapan 2 tahun lalu itu, menyakinkan Leman Lengkung, bahwa Atah Roy
menghilang bukan disebabkan melarikan uang pementasan seni. Pasti ada hal lain
yang menyebabkan Atah Roy menghilang dari kampung. Leman Lengkung
mengingat-ingat kejadian sebelum Atah Roy lesap. Kabur. Leman Lengkung tidak menemukan
punca masalahnya. Biasanya apabila ada masalah, Atah Roy pasti membicarakan
masalah yang sedang dihadapinya. Kali ini, Leman Lengkung memang tidak dapat
mendeteksi peristiwa menghilangnya Atah Roy dari kampung.
Memang sehari sebelum Atah Roy menghilang, Leman Lengkung melihat Atah Roy
dan beberapa orang, pendukung pementasan seni, sedang bebual di depan rumah.
Leman Lengkung tidak mendengarkan, apa yang mereka percakapkan. Waktu itu,
Leman Lengkung melihat Atah Roy lebih banyak memegang kepalanya dan beberapa
kali menarik nafas panjang. Kalau keadaan seperti itu diperlihatkan oleh Atah
Roy, pastilah masalahnya sangat berat. Sematara orang-orang yang bercakap
dengan Atah Roy, kelihatan marah dan kecewa. Leman Lengkung tidak dapat
mengambil kesimpulan dari penglihatannya.
“Astagfirullahalazim…,” Leman Lengkung sadar, dia cepat-cepat berlari ke
kebun getah. “Maafkan saye, Tah. Saye betul-betul lupe,” ucap Leman Lengkung
dalam hati sambil terus berlari ke kebun getah.
Di tengah kebun getah, Leman Lengkung berhenti di pondok buruk. Sebelum mendorong
pintu pondok itu, Leman Lengkung menatap lekat-lekat ke arah pondok. Beberapa
saat kemudian, Leman Lengkung melangkah ke arah pintu pondok. Dengan hati-hati,
Leman Lengkung mendorong daun pintu pondok itu. Pintu terbuka, mata Leman
Lengkung mengarah ke salah satu sudut pondok. Sosok yang sangat dikenal Leman
Lengkung, sedang duduk ketakutan. Badannya menggigil.
“Atah. Ngape Atah macam gini?” Leman Lengkung mendekati Atah Roy yang
sedang ketakutan.
“Maafkan aku, Man. Aku terpakse lari, sebab orang menagih utang kepade
aku, gara-gara pementasan seni itu,” ujar Atah Roy dengan bibir yang menggigil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar