“Semangat kampung selalu dikalahkan oleh semangat kota”. Kesimpulam ini
dirangkai Atah Roy ketika ia dijemput menghadiri helat pernikahan anak
kawannya, Yasin Cabuh, di Pekanbaru. Pada helat pernikahan itu, Yasin Cabuh,
menjemput semue orang kampungnya yang sudah menetap di Kota Pekanbaru. Yasin
Cabuh bukan hendak berlagak menjemput orang kampungnya yang sudah menetap di
Pekanbaru; melepas rindu dan memperat persaudaraan, itulah tujuan Yasin Cabuh.
Empat hari sebelum helat pernikahan itu dilangsungkan, Atah Roy dan Leman
Lengkung sudah datang di rumah Yasin Cabuh. Atah Roy berharap kedatangnya dan
Leman Lengkung dapat membantu sedikit banyak Yasin Cabuh, paling tidak menegak
tiga empat batang tiang bangsal, masih sanggup dilakukan Atah Roy. Namun
harapan Atah Roy tidak sama dengan kenyataan yang terjadi. Di rumah Yasin Cabuh
tidak kelihatan tanda-tanda akan diadakan helat pernikahan.
Biasanya di kampung, seminggu sebelum helat berlangsung, jiran dan saudara
terdekat sudah sibuk membantu tuan rumah. Tapi di rumah Yasin Cabuh, sunyi
saja. Tak ada orang, cuma Yasin Cabuh, istri dan ketiga anak perempuannya berada di rumah. Atah Roy heran
juge, namun keheranannya disimpan di lubuk hatinya yang paling dalam. Kalau
bertanya kepada Yasin, Atah Roy takut, Yasin tersinggung. Maklum, kalau di
kampung, rumah yang akan melangsungkan hajat pernikahan tidak didatangi orang,
dapat disimpulkan orang tersebut tidak disukai orang kampung. Pasti ada masalah
tuan rumah dengan orang kampung.
Yasin Cabuh gembira melihat Atah Roy dan Leman Lengkung datang. Yasin pun
mengajak Atah Roy dan Leman, masuk ke rumah. Bukan main lagi rumah Yasin,macam
istana. Macam nak matah leher Leman Lengkung menenguk sekeliling rumah Yasin
Cabuh. Atah Roy malu juge nenguk Leman Lengkung seperti itu. Dengan sikunya,
Atah Roy menyikut Laman Lengkung.
“Santai jelah,” ucap Atah Roy kepada Leman Lengkung.
Leman Legkung tidak peduli dengan teguran Atah Roy. Ia terus menenguk
sekeliling rumah Yasin Cabuh dengan terpana yang luar biasa.
Yasin Cabuh memperkenalkan istri dan ketiga anak perempunnya kepada Atah
Roy dan Leman Lengkung. Istri Yasin Cabuh dengan senyum yang merekah, meyalami
Atah Roy dan Leman Lengkung, diikuti oleh ketiga anak perempuannya. Mata Leman
Lengkung macam nak terjojol melihat istri dan anak Yasin Cabuh. Macam mana
tidak terjojol mata Leman, istri dan ketiga anak Yasin Cabuh menggunakan celana
pendek ketat, dan baju tak belengan.
Atah Roy bertambah geram meneguk tingkah laku Leman Lengkung, namun Atah
Roy tak dapat berbuat apa-apa untuk mencegah perbuatan Leman Lengkung. Sebelum
keluarga Yasin Cabuh mengetahui tingkah laku Leman Lengkung yang memalukan itu,
Atah Roy pun membuka pembicaraan.
“Kate dikau, Sin, nak menjemput orang kampung kite yang sudah menetap di
Pekanbaru ni. Ngape orang-orang tu belum tampak batang idungnye?” tanye Atah
Roy yang sesekali tetenguk juga istri dan ketiga anak Yasin Cabuh. Mau menutup
muka depan Yasin, tak mungkin. Terpaksalah Atah Roy hanya bisa tersenyum,
ketika matanya berpandangan dengan mata istri dan ketiga anak Yasin yang duduk
di depannya.
“Tah, di sini kota, tak same dengan di kampung. Orang-orang sini datang
pas hari acara saje,” jelas Yasin Cabuh.
“Ooo… jadi siape yang menegak bangsal?” Atah Roy menelan air liur.
“Kunci di kota ini, Tah, semuenye duit. Ade duit, semunye selesai. Untuk
makan, kite tinggal pesan dari luar. Tenda kite tinggal order, satu hari nak pesta
baru dipasang. Pelaminan juge macam itu. Untuk kite susah-susah ngumpul orang,
kalau semuenye bisa kite lakukan dengan duit,” Yasin Cabuh tersenyum.
“Bukan macam itu, Sin. Hakikat ngumpul orang itu kan, agar persaudaraan
kite bertambah kuat. Paling tidak dikau kumpul orang-orang kampung kite yang
ade di sini, sebelum acara besarnye. Dapat juge kite bebual-bual nak kite ape
kan kampung kite tu,” jelasAtah Roy.
“Atah…, Atah, orang kota tak same dengan orang kampung, Tah. Orang kota
sibuk bekerje, siang malam. Jadi nak bebual tu, waktunye tak ade,” jelas Yasin
Cabuh lagi.
“Kalau dikau bercakap macam itu, tak dapat akal aku lagi. Suailah orang
kota tak pernah mempedulikan orang kampung, pas nak jadi gubernur, bupati atau
anggota dewan, barulah orang kota peduli orang kampung, ye?” Atah Roy agak
kesal.
“Bukan macam itu, Tah. Kite bukan tak peduli kampung, tapi keadaan kota
yang membuat kite sepeti itu,” Yasin Cabuh tersinggung juga, tapi tak
dilihatnye kepada Atah Roy. Bagaimanapun juga, Atah Roy ada benarnya.
“Aku pikir di rumah dikau, dah ramai orang kampung kite yang datang.
Semangat betul aku dari kampung ke sini. Dapat juge aku menambah wawasan,
bebual dengan orang kota. Maklum, orang kampung wawasannye terbatas,” Atah Roy
menyindir.
“Tak usah Atah bercakap macam itu. Pade hari pesta nanti, pasti
orang-orang tu datang,” Yasin Cabuh membujuk Atah Roy.
“Tak puas bebual pade hari pesta. Selain bising oleh organ tunggal,
waktunye pun terbatas,” ujar Atah Roy.
Yasin Cabuh tak dapat berkata apa-apa lagi untuk beralasan. Dia memandang
istri dan ketiga anak perempuanya minta pertolongan menjelaskan ke Atah Roy.
Namun istri dan ketiga anaknya tidak beraksi sedikit pun. Mereka pun tidak
dapat menjelaskan apa-apa kepada Atah Roy, walaupun istri dan anak-anak Yasin
Cabuh berpendidikan tinggi.
“Pak Cik Yasin, boleh agaknye saye bertanye?” Leman Lengkung memecah
kesunyian.
“Ape salahnye, Man, tak ade yang salah di kota. Apelagi setakat bertanye,”
Yasin Cabuh tersenyum. Begitu juge istri dan ketiga anaknye.
“Di kota tak ade jual baju untuk orang beso?” tanye Leman Lengkung.
“Adelah,” jawab Yasin Cabuh singkat.
“Kalau ade, ngape bini dan anak-anak Pak cik pakai baju dan celana
anak-anak?” Leman Lengkung polos.
Mendengar pertanyaan Leman Lengkung, wajah Yasin Cabuh, istri dan ketiga
anak perempunya memerah. Mereka seperti ditampar oleh Leman Lengkung. Mereka
saling berpandangan satu dengan lainnya. Istri dan ketiga anak perempuan Yasin
Cabuh meninggalkan Atah Roy dan Leman Lengkung dengan wajah tetap memerah
menahan malu. Atah Roy tak sedap hati, dia memandang Leman Lengkung dengan mata
memerah pula, tanda marah.
“Orang kampung tu jujur, Tah, jadi tak sanggup menyembunyikan ape yang die
lihat,” jelas Leman Lengkung.
Yasin Cabuh menerik nafas panjang. Sementara Atah Roy terdiam dengan
menyembunyikan seribu kegeraman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar