Sebagai tuan
rumah, Atah Roy dan Leman Lengkung harus bersikap ramah, murah senyum dan yang
paling penting, menyembunyikan permasalahan yang sedang mereka hadapi. Tamu,
bagi Atah Roy dan Leman Lengkung adalah orang yang mesti dilayani dengan
sebaik-sebaiknya. Untuk itulah, Atah Roy dan Leman Lengkung bersikap seperti
tidak ada masalah di depan tamu-tamu mereka. Padahal sebelum para tamu datang
ke rumah mereka, terjadi perselihan yang sangat hebat antara Atah Roy dengan
Leman Lengkung. Ape pasal?
Setahun yang
lalu, tepatnya di rumah Yusup Galah diadakan pertemuan, dan hasil pertemuan itu
menetapkan Atah Roy menjadi tuan rumah pertandingan domino. Atah Roy
menyanggupi. Semenjak itulah Atah Roy berusaha sekuat tenaga mengumpulkan uang
untuk persiapan pertandingan domino tersebut. Efek dari semangat Atah Roy itu,
semua keperluan rumah dikurangi. Akibatnya, jatah makan Leman Lengkung pun
berkurang. Dari uang ‘sunat’ keperluan rumah tersebut, Atah Roy membeli meja
baru, kursi baru yang akan digunakan untuk pertandingan domino.
Selain pengadaan
meja dan kursi baru, Atah Roy menata halaman rumahnya agar lebih luas. Batang
mempelam alias pohong mangga di tebang. Padahal batang mempelam itu sangat
produksif berbuah. Begitu juga batang kuini, ikut menjadi sasaran perluasan
halaman rumah.
Sebagai anak
saudara, dan tinggal di rumah Atah Roy, Leman Lengkung memprotes apa yang
dilakukan Atah Roy. Leman Lengkung mencoba mengumpul saudara-mara untuk ikut
memprotes Atah Roy. Beberapa saudara setuju dengan ajakan Leman Lengkung,
sebagian lagi diam-diam saja; tidak pro ke Leman Lengkung dan tidak juga pro ke
Atah Roy. Mereka seakan tidak mau terlibat dengan perselisihan dua beranak itu.
Atah Roy dengan
keyakinan bahwa pertandingan ini akan menguntungkannya di kemudian hari. Atah
Roy terus mengumpul duit dan bekerja menambah fasilitas rumah agar lebih baik
lagi. Dulu, sebelum ditunjuk menjadi tuan rumah, panerangan rumah Atah Roy apa
adanya. Namun sekarang, setiap sudut halaman rumahnya telah dipasang lampu.
Pokonya rumah Atah Roy yang paling terang apabila malam berkunjung. Orang-orang
kampung banyak yang berkunjung ke rumah Atah Roy pada malam hari, walaupun
perlombaan belum dimulai.
Leman Lengkung
bertambah marah, karena semakin dekat hari ‘H’ perlombaan itu dimulai, semakin
banyak saja kebutuhan rumah disisihkan untuk perlombaan tersebut. Biasanya satu
hari Leman Lengkung diberi jatah sebungkus rokok, namun kali ini cuma setengah
bungkus.
“Tah, kalau Atah
mau dipandang orang sebagai orang yang hebat dan sukses menjalankan
pertandingan domino, jangan saye Atah korbangkan!” protes Leman Lengkung dengan
nada tinggi.
“Maksud dikau
ape, Man?” Atah Roy pura-pura tidak tahu.
“Tah,
pertandingan yang akan dilaksanakan di rumah ini, yang menjadi korban itu saye,
Tah!” Leman Lengkung semakin geram. “Makan saye dikurangi, jatah rokok saye juge
kene pangkas,” tambah Leman Lengkung.
“Man, untuk
menjadi yang terbaik, kite harus bersedie berkorban apapun juga, harta ataupun
nyawa. Ini kesempatan kite berbakti kepade kampung kite, dan selain itu, rumah
kite akan ramai dikunjungi orang. Manfaatnye, kite bisa buka kedai makan kecik
pade pertandingan berlangsung. Memang kite harus mengeluarkan modal untuk
meraup keuntungan yang besar,” jelas Atah Roy panjang lebar.
“Kalau kite tak
mampu, jangan sok hebat pulak nak berkorban, itu namenye bunuh diri!” ucap
Leman Lengkung.
“Man, jangan
dikau nak mengajar itik berenang. Aku makan asam garam kehidupan ini dah tak
terhitung lagi. Aku tahu betul, mane yang salah, mane yang betul!” Atah Roy
mulai meninggikan suaranya.
“Atah memang tak
dapat dicakap, jangan rekak Atah aje yang ditonjolkan. Atah harus memikirkan
juge kelangsungan hidup saye. Saye ini anak saudare Atah, dan Atah berkewajiban
menyejahterakan saye!” balas Leman Lengkung.
“Tersebab aku
nak menyejahterakan dikau inilah, aku rela rumah aku dijadikan tempat
pertandingan, kalau tak ingin aku bersusah-payah, bertungkus-lumus
siang-malam!” suara Atah Roy semakin tinggi.
Semenjak
pertengkaran itulah, Atah Roy dan Leman Lengkung tidak bertegur sapa. Atah Roy
terus sibuk mengurus keperluan pertandingan domino, sementara Leman Lengkung
sibuk pula bekerja agar makan dan belanja rokonya terpenuhi.
Tibalah saat
pertandingan domino itu diselengarakan. Leman Lengkung berniat mengungsi ke
rumah temannya untuk sementara waktu. Namun ketika melihat Atah Roy
bertungkus-lumus melayani para tamu, hati Leman Lengkung ditusuk rasa iba.
Leman Lengkung tidak tega melihat bapak saudaranya tunggang-langgang memberi
yang terbaik untuk para tamu. Leman Lengkung menyadari, bahwa dia juga termasuk
tuan rumah. Seandainya dia ‘melarikan diri’ dari keadaan ini, maka dia dicap
sebagai tuan rumah yang tidak bertanggung jawab.
Bertanggung
jawab terhadap rumah inilah, Leman Lengkung dengan semangat menulis di atas
kain putih dengan kalimat “SELAMAT DATANG”. Tulisan itu di letakan di depan
rumah. Melihat Leman Lengkung memasang tulisan di atas kain putih itu, air mata
Atah Roy mengalir ke pipi.
“Terime kasih,
Man,” ucap Atah Roy dalam hati sambil tersenyum, sementara air matanya terus
mengalir ke pipi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar