Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Sabtu, 01 September 2012

Selamat Datang


Sebagai tuan rumah, Atah Roy dan Leman Lengkung harus bersikap ramah, murah senyum dan yang paling penting, menyembunyikan permasalahan yang sedang mereka hadapi. Tamu, bagi Atah Roy dan Leman Lengkung adalah orang yang mesti dilayani dengan sebaik-sebaiknya. Untuk itulah, Atah Roy dan Leman Lengkung bersikap seperti tidak ada masalah di depan tamu-tamu mereka. Padahal sebelum para tamu datang ke rumah mereka, terjadi perselihan yang sangat hebat antara Atah Roy dengan Leman Lengkung. Ape pasal?
Setahun yang lalu, tepatnya di rumah Yusup Galah diadakan pertemuan, dan hasil pertemuan itu menetapkan Atah Roy menjadi tuan rumah pertandingan domino. Atah Roy menyanggupi. Semenjak itulah Atah Roy berusaha sekuat tenaga mengumpulkan uang untuk persiapan pertandingan domino tersebut. Efek dari semangat Atah Roy itu, semua keperluan rumah dikurangi. Akibatnya, jatah makan Leman Lengkung pun berkurang. Dari uang ‘sunat’ keperluan rumah tersebut, Atah Roy membeli meja baru, kursi baru yang akan digunakan untuk pertandingan domino.
Selain pengadaan meja dan kursi baru, Atah Roy menata halaman rumahnya agar lebih luas. Batang mempelam alias pohong mangga di tebang. Padahal batang mempelam itu sangat produksif berbuah. Begitu juga batang kuini, ikut menjadi sasaran perluasan halaman rumah.
Sebagai anak saudara, dan tinggal di rumah Atah Roy, Leman Lengkung memprotes apa yang dilakukan Atah Roy. Leman Lengkung mencoba mengumpul saudara-mara untuk ikut memprotes Atah Roy. Beberapa saudara setuju dengan ajakan Leman Lengkung, sebagian lagi diam-diam saja; tidak pro ke Leman Lengkung dan tidak juga pro ke Atah Roy. Mereka seakan tidak mau terlibat dengan perselisihan dua beranak itu.
Atah Roy dengan keyakinan bahwa pertandingan ini akan menguntungkannya di kemudian hari. Atah Roy terus mengumpul duit dan bekerja menambah fasilitas rumah agar lebih baik lagi. Dulu, sebelum ditunjuk menjadi tuan rumah, panerangan rumah Atah Roy apa adanya. Namun sekarang, setiap sudut halaman rumahnya telah dipasang lampu. Pokonya rumah Atah Roy yang paling terang apabila malam berkunjung. Orang-orang kampung banyak yang berkunjung ke rumah Atah Roy pada malam hari, walaupun perlombaan belum dimulai.
Leman Lengkung bertambah marah, karena semakin dekat hari ‘H’ perlombaan itu dimulai, semakin banyak saja kebutuhan rumah disisihkan untuk perlombaan tersebut. Biasanya satu hari Leman Lengkung diberi jatah sebungkus rokok, namun kali ini cuma setengah bungkus.
“Tah, kalau Atah mau dipandang orang sebagai orang yang hebat dan sukses menjalankan pertandingan domino, jangan saye Atah korbangkan!” protes Leman Lengkung dengan nada tinggi.
“Maksud dikau ape, Man?” Atah Roy pura-pura tidak tahu.
“Tah, pertandingan yang akan dilaksanakan di rumah ini, yang menjadi korban itu saye, Tah!” Leman Lengkung semakin geram. “Makan saye dikurangi, jatah rokok saye juge kene pangkas,” tambah Leman Lengkung.
“Man, untuk menjadi yang terbaik, kite harus bersedie berkorban apapun juga, harta ataupun nyawa. Ini kesempatan kite berbakti kepade kampung kite, dan selain itu, rumah kite akan ramai dikunjungi orang. Manfaatnye, kite bisa buka kedai makan kecik pade pertandingan berlangsung. Memang kite harus mengeluarkan modal untuk meraup keuntungan yang besar,” jelas Atah Roy panjang lebar.
“Kalau kite tak mampu, jangan sok hebat pulak nak berkorban, itu namenye bunuh diri!” ucap Leman Lengkung.
“Man, jangan dikau nak mengajar itik berenang. Aku makan asam garam kehidupan ini dah tak terhitung lagi. Aku tahu betul, mane yang salah, mane yang betul!” Atah Roy mulai meninggikan suaranya.
“Atah memang tak dapat dicakap, jangan rekak Atah aje yang ditonjolkan. Atah harus memikirkan juge kelangsungan hidup saye. Saye ini anak saudare Atah, dan Atah berkewajiban menyejahterakan saye!” balas Leman Lengkung.
“Tersebab aku nak menyejahterakan dikau inilah, aku rela rumah aku dijadikan tempat pertandingan, kalau tak ingin aku bersusah-payah, bertungkus-lumus siang-malam!” suara Atah Roy semakin tinggi.
Semenjak pertengkaran itulah, Atah Roy dan Leman Lengkung tidak bertegur sapa. Atah Roy terus sibuk mengurus keperluan pertandingan domino, sementara Leman Lengkung sibuk pula bekerja agar makan dan belanja rokonya terpenuhi.
Tibalah saat pertandingan domino itu diselengarakan. Leman Lengkung berniat mengungsi ke rumah temannya untuk sementara waktu. Namun ketika melihat Atah Roy bertungkus-lumus melayani para tamu, hati Leman Lengkung ditusuk rasa iba. Leman Lengkung tidak tega melihat bapak saudaranya tunggang-langgang memberi yang terbaik untuk para tamu. Leman Lengkung menyadari, bahwa dia juga termasuk tuan rumah. Seandainya dia ‘melarikan diri’ dari keadaan ini, maka dia dicap sebagai tuan rumah yang tidak bertanggung jawab.
Bertanggung jawab terhadap rumah inilah, Leman Lengkung dengan semangat menulis di atas kain putih dengan kalimat “SELAMAT DATANG”. Tulisan itu di letakan di depan rumah. Melihat Leman Lengkung memasang tulisan di atas kain putih itu, air mata Atah Roy mengalir ke pipi.
“Terime kasih, Man,” ucap Atah Roy dalam hati sambil tersenyum, sementara air matanya terus mengalir ke pipi.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar