“Masalah ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, harus ada
penanganan khusus untuk menyelesaikannya!” ujar Ketua Hantu Duit geram.
“Tapi…,”
“Siapa nama manusia itu?” Ketua Hantu Duit memotong kalimat
anak buahnya. Ia tidak mau dipusingkan dengan laporan kegagalan. Ketidak becusan
anak buahnya membuat dirinya terhina.
Sebenarnya, Ketua Hantu Duit heran juga, ketika mendapat
laporan dari anak buahnya tentang seseorang menolak bujuk rayu Hantu Duit untuk
memanfaatkan duit sebagai senjata paling ampuh. Selama ia menjabat sebagai
ketua perkumpulan Hantu Duit, itu kira-kara 100 abad yang lalu, belum pernah
manusia menolak duit sebagai keperkasaan.
“Manusia seperti apa itu?” tanya Ketua Hantu Duit dalam hati.
Keheranannya tidak pernah disampaikan kepada anak buahnya. Hal ini dilakukan
untuk menjaga kestabilan perkumpulan yang ia ketuai.
“Orang memanggilnya Atah Roy, Pak Ketua,” ucap salah satu
anak buah.
“Atah Roy? Di negara mana Atah Roy itu hidup?” Ketua Hantu
Duit mencoba menelusuri manusia aneh itu.
“Indonesia, Pak Ketua,” tambah salah satu anak buahnya yang
lain.
Mendengar kata Indonesia, Ketua Hantu Duit ketawa
sejadi-jadinya, bahkan sampai berguling-guling. Ia merasakan dadanya mau pecah
karena tertawa terbahak-bahak. Baru kali ini ia mendapat laporan orang Indonesia
tidak suka dengan duit. Padahal sebelumnya di Indonesia itulah para Hantu Duit sangat
perkasa. Para Hantu Duit yang bertugas di Indonesia selalu mendapat penghargaan
tertinggi dari perkumpulan ini. Bahkan menurut pembesar-pembesar yang pernah
bertugas di Indoensia, di sanalah pekerjaan Hantu Duit sangat mudah.
Tentu saja laporan anak buahnya tidak masuk akal di benak Ketua
Hantu Duit. Namun demikian, Ketua Hantu Duit mencoba menenangkan diri. Ia
betul-betul merasa aneh. Dengan sekuat tenaga, Ketua Hantu Duit meredam
tawanya, walaupun di bibirnya senyum masih meregah, tanda menahan tawa.
“Ini laporan yang sangat menarik…,” ujar Ketua Hantu Duit
menahan tawa. “Aku benar-benar ingin tahu sosok Atah Roy itu. Siapa yang bisa
menceritakan kepada aku?” pinta Ketua Hantu Duit masih menahan tawa.
Seluruh Hantu Duit yang berada di aula pertemuan itu,
kira-kira berjumlah 150 hantu, menunjukkan tangan mereka. Mereka sangat
antusias sekali ingin menceritakan kepada ketua mereka tentang sosok Atah Roy
ini. Ada yang sampai berdiri ke atas meja pertemuan, ada pula yang maju ke depan
mendekati Ketua Hantu Duit.
Melihat antusias yang luar biasa dari anak buahnya untuk
menceritakan sosok Atah Roy, muka Ketua Hantu Duit berubah. Ia benar-benar
tidak menyangka bahwa sosok Atah Roy meninggalkan bekas di hati anak buahnya.
Ia dengan kewibawaan sebagai ketua, menenangkan anak buahnya.
“Tenang, tenang dan harap tenang. Aku minta, kalian duduk
kembali,” Ketua Hantu Duit serius. “Aku akan menunjuk langsung siapa yang akan
menceritakan kepada aku mengenai Atah Roy ini,” kata Ketua Hantu Duit dengan
mata menyapu semua anak buahnya yang ada di aula itu.
Mata Ketua Hantu terbuka lebar. Ia betul-betul tidak
menyangka bahwa seluruh anak buah terbaik yang dimiliki perkumpulan, berada di pertemuan
ini. Senyum yang tadi menghiasi mulutnya, kini berubah menjadi cemas. Ia
berpikir, tidak mungkin anak buahnya yang terhebat dan selalu berpretasi bagus
ini, tidak mampu membujuk seorang Atah Roy. “Siapa kali Atah Roy itu?” pikir
Ketua Hantu Duit dalam hati.
Anak buahnya semakin ribut, karena terlalu lama ia memutuskan
siapa yang dipersilakan untuk menceritakan tentang Atah Roy. Mereka semua ingin
berbagi cerita kepada ketua, bagaimana pengalaman mereka berhadapan dengan
manusia satu itu. Mereka sudah tidak tahan lagi memeram kisah-kisah selama
bertugas menghasut Atah Roy.
“Putuskan sekarang Pak Ketua, kami sudah tak tahan
menyimpannya di dalam dada kami ini,” teriak salah satu anak buah. Anak buah
yang lain ikut berteriak.
“Cepat Ketua, kami sudah tidak tahan lagi.”
“Betul Pak Ketua,” teriak yang lain serentak.
Ketua Hantu Duit betul-betul dibuat bingung. Matanya masih
memandang semua anak buah di aula itu. Ia betul-betul tidak percaya, tidak
mungkin anak buahnya merekayasa cerita tentang Atah Roy untuk menurunkan pamor
dirinya sebagai Ketua Hantu Duit. Dan dengan turun pamornya, maka dengan mudah
lawan politiknya menjatuhkannya dari jabatan ketua. “Ini bukan rekayasa. Tidak
mungkin mereka mau mengkudeta aku,” ucap Ketua Hantu Duit dalam hati.
Semakin anak buahnya berteriak, semakin lincah pula bula mata
Ketua Hantu Duit bergerak menyapu seluruh anak buahnya di aula itu. Tiba-tiba mata
Ketua Hantu Duit berhenti ke salah satu anak buahnya yang selama ini memiliki
prestasi sungguh menganggumkan. Anak buahnya ini pernah meluluhkan hati seorang
guru yang berpegang teguh pada kejujuran, harus menghambakan diri kepada duit. Sekarang
guru itu kaya raya, tapi kejujurannya semakin miskin. Prestasi besar lainnya
adalah menghasut seorang presiden untuk berpihak kepada yang berduit saja,
sehingga di negara itu rakyatnya miskin, sementra pejabat-pejabat dan orang
yang dekat dengan penguasa hidup serba mewah.
“Kamu, saya percayakan untuk menceritakan tentang Atah Roy
itu,” Ketua Hantu Duit menunjuk anak buahnya yang beprestasi menganggumkan itu.
“Bapak Ketua tidak akan percaya dengan apa yang saya
ceritakan. Semuanya di luar jangkauan kita selama ini,” ujar anak buah yang
berprestasi itu.
“Maksud kamu?”
“Betul-betul tidak masuk akal, Pak.”
“Cerikan sedikit saja,” pinta Ketua Hantu Duit.
“Ketika anak saudaranya sakit, dan Atah Roy sangat butuh duit
untuk pengobatan anak saudaranya. Dia ditawari mengatasi masalah duit dengan
mengatakan bahwa tokoh si anu, tokoh politik yang ingin jadi gubernur Pak, adalah
tokoh yang telah berjasa di kampungnya. Atah Roy menolak dengan tegas, Pak,” anak
buah yang berprestasi itu mulai bercerita.
“Siapa betul Atah Roy itu, sehingga orang berharap dia
bicara?” tanya Ketua Hantu Duit penasaran.
“Atah Roy itu di kampungnya terkenal sebagai tokoh yang
jujur, Pak. Apapun yang dikatakan Atah Roy, orang kampung pasti mengikutinya.
Dia juga terkenal taat beribadah, tidak pernah berbuat kesalahan yang merugikan
orang kampung, Pak. Pokoknya Atah Roy itu seperti dewa,” tambah anak buah
berprestasi itu lagi.
“Bagaimana kehidupan Atah Roy itu?” Ketua Hantu Duit
menyelidiki.
“Biasa Pak, seperti kebanyakan manusia lainnya.”
“Maksudku kerjanya.”
“Subuh sudah bangun. Setelah sholat Subuh berjemaah di mesjid,
dia langsung ke kebun karet…,”
“Maksudku kekayaannya?” potong Ketua Hantu Duit agak emosi.
“Tidak kaya, dan tidak juga miskin, Pak. Tapi dia
berkeyakinan bahwa duit bukanlah segala-galanya,” anak buah berprestasi itu
menambah.
“Aku jadi bingung. Maksudmu seperti apa?”
“Pernah perusahaan besar bergerak di bidang hutan, mau
menyogok dia agar menandatangani persetujuan hutan di kampungnya dikelola
perusahaan itu, namun Atah Roy menolaknya Pak, padahal kalau Atah Roy
menandatangani persetujuan tersebut Pak, pasti orang kampung juga ikut
menandatangani. Berbagai usaha dilakukan oleh perusahaan itu, termasuk
memberikan dia duit yang berlimpah, tapi Atah Roy tetap menolak. Pada saat itu
Pak, Atah Roy sangat butuh duit untuk membiayai operasi adik kandungnya,”
panjang lebar anak buah yang berprestasi itu bercerita kepada Ketua Hantu Duit.
“Kenapa Atah Roy menolak?” Ketua Hantu Duit semakin
penasaran.
“Itu saya tidak tahu, Pak. Bukankah kerja saya cuma menghasut
manusia menerima duit. Kalau masalah itu Bapak tanyakan kepada saya, tidak
tepat Pak, karena ada hantu lain yang bertugas masalah itu,” jelas hantu
berprestasi dengan polos.
“Baik, aku yang akan turun langsung mengatasi Atah Roy itu,” ujar
Ketua Hantu Duit yakin.
***
“Tah, kami berharap Atah menerima duit ini,” ucap lelaki
tampan dengan pakaian necis di ruang tamu rumah Atah Roy, sambil menyodorkan
duit hampir satu koper.
“Aku ini memang orang miskin, tapi aku tidak akan mengadaikan
tanah aku ini disebabkan duit,” tegas Atah Roy menolak pemberian lelaki
tersebut.
“Tapi Tah, dengan duit ini, Atah bisa melakukan kebaikan yang
lebih banyak lagi untuk orang kampung,” tambah kawan lelaki berpakaian necis itu.
Lelaki itu juga berpakaian necis, bahkan lengkap pakai dasi.
“Sudah aku cakap, tidak mungkin aku ini menggadaikan tanah
kelahiran aku gara-gara duit. Aku memang perlu duit, tapi tidak begini caranya
aku mendapatkan duit. Tanah kami ini harus ada sampai kiamat, kami tak ingin tanah
kami hilang disebabkan kerakusan,” jawab Atah Roy tegas.
Ketua Hantu Duit keluar dari duit di koper itu. Dengan memasang
tampang ramah, Hantu Duit mulai berbisik di telinga Atah Roy.
“Roy, duit ini bukan hanya untuk kepentingan engkau seorang.
Engkau harus membuka diri sedikit saja untuk membantu keluarga engkau dan orang
kampung. Dengan duit sebanyak itu, dapat engkau gunakan menyelamatkan orang
kampung, sekaligus diri engkau dan keluarga,” bujuk Ketua Hantu Duit.
“Astaqfirullahalazim,” Atah Roy mengucap.
“Sesekali Roy, bukan sering engkau berbuat seperti ini. Aku
yakin, orang-orang tidak akan memandang rendah kepada engkau, sebab duit ini
akan engkau gunakan untuk membantu orang-orang kampung. Orang kampung
memerlukan pertolongan engkau, Roy. Tenguklah Usup Lebam, anaknya sudah 4 bulan
sakit dan terbaring di rumah, tanpa dibawa ke rumah sakit, karena tidak
memiliki biaya. Begitu juga Siti Kasmah, suaminya sudah bertahun-tahun tak
balik, sehingga ke 5 anaknya tidak terurus. Banyak lagi orang kampung engkau terbantu
dengan duit yang engkau terima itu. Jangan tunggu lagi Roy, inilah kesempatan
engkau menolong mereka,” Ketua Hantu Duit semakin genjar merayu Atah Roy.
Air mata Atah Roy mengalir di pipinya. Atah Roy benar-benar
tak mampu membuang bayangan orang-orang terdekatnya yang sedang dilanda
kesusahan di benaknya. Atah Roy pun terkenang kepada Syuib Lebah yang kakinya
digiling mesin sagu 7 bulan lalu dan sampai sekarang tidak diobati. Pikiran
Atah Roy juga berjalan ke masalah Kasmah dan anak-anaknya, karena suaminya Gani
Engkang menghilang ketika pergi menjaring. Atah Roy betul-betul berada dalam
keadaan yang sangat membingungkan.
Berkali-kali Atah Roy menatap duit di dalam koper itu. Berkali-kali
pula ia membuang muka. Kalau diterima duit ini, maka tanah kelahirannya
dikuasai orang lain dan orang kampung akan teraniaya sampai ke anak cucu
mereka. Kalau tidak diterima, orang kampung memerlukan bantuan untuk mengatasi
masalah yang sedang mereka hadapi. Atah Roy berada di dua masalah yang sangat
membingungkannya, namun ia harus membuat keputusan, walaupun keputusan itu
nantinya menyakitkan.
Atah Roy memandang kedua orang yang berada di depannya dengan
berlinang air mata. Ia menarik nafas panjang.
“Dengan berat hati, aku harus…,” air mata terus membasahi
pipi Atah Roy.
“Tunggu apa lagi Roy, ini kesempatan membantu orang-orang
kampung engkau, duit ini bukan untuk engkau sediri,” bujuk Ketua Hantu Duit.
“Aku tak mau menggadai tanah ini, bawak balik duit kalian
ini!” ujar Atah Roy tegas.
Ketua Hantu Duit pun terkejut, dan langsung menghilang dalam
tumpukan duit di koper itu.
“Masih adakah manusia seperti ini? Ah, mati aku,” suara Ketua
Hantu Duit terdengar lirih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar