Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Sabtu, 15 September 2012

Menunggu Presiden


Kedatangan Presiden Republik Indonesia, Soesilo Bambang Yudoyono (SBY), ke Riau dalam rangka membuka perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII pada tanggal 11 September 2012, meninggalkan kisah di hati Atah Roy. Kisah ini menyebabkan Atah Roy sewel alias hampir gila. Selama 24 jam Atah Roy berdiri di ujung jambat kampungnya. Atah Roy berdiri tegap, sambil memandang ke laut lepas. Atah Roy menunggu, tapi tidak Orang-orang kampung tidak tahu apa yang ditunggu Atah Roy.
Menenguk bapak saudaranya seperti itu, Leman Lengkung risau, namun Leman Lengkung tidak berani bertanya. Leman Lengkung tahu betul, kalau Atah Roy dah tercongguk seperti itu di jambatan, pastilah ada sesuatu yang diharapkan Atah Roy. Laut bagi Atah Roy, yang diketahui Leman Lengkung, adalah tempat menyandarkan segala keinginan. Dengan menatap laut, Atah Roy dapat menuangkan gagasan, melukis keinginan, lalu menatah cemas jadi senyum.
Pada laut, Atah Roy percaya penuh ada jiwa manusia, ada kehidupan manuisa. Luat sebagai cermin untuk melihat diri manusia. Untuk itulah, kalau Atah Roy sedang berhadapan dengan masalah berat, maka Atah Roy pun ‘mengadukan’ permasalahannya ke laut. Tapi kenapa di waktu Riau ingin mencatat sejarah melaksanakan perhelatan PON? Adakah perhelatan PON XVIII di Riau ini menyimpan misteri yang luar biasa di hati Atah Roy? Leman Lengkung tak berani pula bertanya kepada Atah Roy.
Melihat Atah Roy sudah dua hari berdiri di jambatan, sejak dari tanggal 10 sampai hari ini tanggal 11 September 2012. Orang-orang kampung mulai berdatangan dan bertanya apa yang terjadi kepada Atah Roy. Satu orang pun tak tahu apa yang sedang dilakukan Atah Roy. Spekulasi jawaban pun ‘berterbangan’ di jambatan itu. Ada yang mengatakan bahwa Atah Roy mau memecah rekor MURI sebagai orang yang berdiri paling lama di jambatan. Ada juga yang berkata Atah Roy membongkar masa lalunya sebagai atlit dayung yang gagal. Paling sadis ada yang mengatakan bahwa Atah Roy mau bunuh diri, karena tidak diundang pada perhelatan pembukaan PON XVIII.
Orang boleh mereka-reka dengan apa yang dibuat oleh orang lain, tapi yang paling tahu dengan tindakan yang diperbuat adalah orang yang melakukan perbuatan itu. Namun kepastian jawaban dari tindakan Atah Roy, belum juga ditemukan. Orang-orang bertanya kepada Leman Lengkung, namun Leman Lengkung menjawab dengan menggelengkan kepala.
“Man, kite harus bertanye langsung kepade Atah Roy, kalau tidak memunculkan dugaan yang tidak-tidak terhadap bapak saudare dikau ni,” ujar Kahar Sulah.
“Kalau Atah dah macam ini, aku tak berani bertanye. Biasenya, kalau die dah macam ini, semue kekuatan dalam dirinya berkumpul jadi satu. Jangan sembarang bertanye, mampus kite kene sepak,” jelas Leman Lengkung.
“Tapi kite tak bisa berdiam macam ni aje, Man. Orang-orang makin ramai datang ke jambatan ni, dan makin banyak pulak dugaan-dugaan yang muncul,” Tapa Tengkes mengeluarkan pendapat.
“Betul tu, Man. Lagi pule sikap Atah Roy yang aneh ni, bertepatan pulak dengan perhelatan PON. Pastilah orang menganggap Atah Roy mencari sensasi aje, memanfaatkan PON untuk populeritas,” tambah Jang Gagak.
“Kalau aku sendiri yang bertanye, aku tak berani, tapi kalau kite same-same bertanye, itu lain pulak ceritenye,” jelas Leman Lengkung.
“Tak masalah, kite same-same bertanye,” Yusup Cacing menyakinkan.
Dengan langkah agak ragu, beberapa orang mendekati Atah Roy. Mereka saling berpandangan dan menggoyangkan kepala menandakan untuk memulai bertanya. Namun belum juga ada yang berani bertanya. Mereka saling berpandangan lagi, dan dari mata mereka sepekat menunjuk Leman Lengkung yang harus bertanya dulu. Leman Lengkung menarik nafas panjang. Dia benar-benar terbebani dengan kesepakatan mata kawan-kawannya. Tidak ada pilihan lagi, Leman Lengkung harus bertanya.
“Maaf, Tah, sudah due hari Atah berdiri di sini, ade ape sebetulnye, Tah?” Leman Lengkung dengan suara agak ketakutan memberanikan diri bertanya.
Atah Roy diam saja. Dia masih menatap lautan luat lekat-lekat. Mata Atah Roy memang penuh harap, tapi entah harapan apa yang ada di mata itu.
“Tah, kalau bisa kami bantu, kami dengan sekuat tenage dan pikiran membantu Atah,” tambah Kahar Sulah.
“Betul, Tah, sebagai generasi mude kami tak ingin Atah menanggung beban sendiri. Kami bertanggung jawab dengan apepun permasalahan yang sedang Atah hadapi,” Yusup Cacing yakin.
Perlahan-lahan Atah Roy mengalihkan pandangannya dari laut ke kawan-kawan Leman Lengkung. Satu persatu kawan-kawan Leman Lengkung ditatap Atah Roy. Atah Roy tersenyum, kawan-kawan Leman Lengkung ikut tersenyum.
“Aku menunggu harapan agar kampung kite tidak ketinggalan,” suara Atah Roy berat.
Kawan-kawan leman Lengkung saling berpandangan. Mereka tidak mengerti apa yang dimaksudkan Atah Roy.
“Maksud Atah, ape?” Kahar Sulah berni bertanya.
“Aku menunggu presiden datang ke kampung kite,” jelas Atah Roy.
“Ngape pulak macam tu, Tah?” Tapa Tengkes menyela.
“Tak mungkin presiden datang ke kampung kite, Tah?” tanya Kahar Sulah pula.
“Itulah, kalau presiden datang ke kampung kite, pasti jalan kampung kite ni tak rusak lagi. Sekolah kite tak macam kandang kambing, parit kite kene beton, pelabuhan kite tak condung lagi, pokoknye kampung kite berubah total,” jelas Atah Roy.
“Tapi tak mungkin presiden datang ke kampung kite, Tah,” ujar Kahar Sulah mengulangi pernyataannya.
“Itu sebabnye, aku berdiri di jambatan ini, nak menyeru kepade kekuatan laut, agar presiden datang ke kampung kite,” Atah Roy yakin.
Kawan-kawan Leman Lengkung saling berpandangan kembali, dan tanpa aba-aba, mereka berdiri seperti Atah Roy untuk menyeru kekuatan laut nak memanggil presiden.
Orang-orang kampung di belakang mereka heran, dan menduga-duga, kawan-kawan Leman Lengkung kemasukan seperti Atah Roy juga. Mereka kembali menduga-duga.
         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar