Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Jumat, 16 September 2011

Embong Fatimah


Pimpinan perempuan dari Tanah Melayu

Pada abad ke 19, kerajaan Riau Lingga pernah dinahodai oleh perempuan. Masa jambatannya memang tidak lama, lebih kurang 2 tahun. Namun demikian, pada hari ini pristiwa tersebut layak direnungkan kembali. Rupanya di tengah derasnya gerakan ‘perempuan perkasa’ orang Melayu telah terlebih dahulu memacak momentum ‘perempuan boleh’. Embong Fatimah nama perempuan itu, sultanah dari keturunan Sultan Mahmud Muzafarsyah yang dengan ikhlas melentakkan jabatannya sebagai sultanah, karena menghargai fatwa ulama Aceh dan Mekkah; perempuan tidak boleh menjabat sebagai pimpinan kerajaan. Lantas apakah Embon Fatimah ‘membunuh’ keperkasaannya. Berikut ini petikan wawancara khayal Embong Fatimah (E.F) dengan Atah Roy.

Atah Roy       :  Setelah meletakkan jabatan sebagai Sultanah Riau Lingga, katenye Puan tak pakai keluar dari umah. Ape betol tu?
E. Fatimah     :  Taklah. Hamba tetap menjalankan tugas sebagai warga kerajaan yang baik.
Atah Roy       :  Maksudnye?
E. Fatimah     :  Sebagai seorang istri, hamba berkewajiban menumbuhkan kasih sayang di keluarga hamba. Hamba menuangkan segala pemikiran untuk mendukung suami hamba dalam menjalankan tugas kerajaannya. Selain itu, hamba juga mendidik anak-anak hamba bagaimana menjadi orang yang berguna di tengah masyarakat. Itulah tugas hamba yang paling berat, dibandingkan menjadi pimpinan kerajaan.
Atah Roy       :  Ngape pulak macam tu?
E. Fatimah     : Tugas pimpinan hanya memerintah dan menilai, sementara tugas seorang emak mengajak, mencontohkan, memimbing dan mengingatkan suami dan anak setiap saat agar memberi yang terbaik untuk kerajaan.
Atah Roy       : Sebagai Sultanah, puan kan bisa mengatur semuanya? Lagi pulak Sultanah itu kan ‘air ludahnye’ masin. Ape yang die cakap, make akan terwujud?
E. Fatimah     : (Tersenyum) Menjadi pimpinan kerajaan itu bukan kehendak hati pimpinan yang harus diwujudkan, tetapi kehendak orang banyak atau masyarakat yang harus diwujudkan. Kerajaan itu bukanlah milik pimpinan. Pimpinan hanya mendapat amanah untuk menyejahterakan orang banyak.
Atah Roy       :  Boleh saye tahu...
E. Fatimah     :  Apa salahnya. Semakin banyak Tuan Hamba tahu, makin baguslah.
Atah Roy       :  Ini maaf dulu puan...
E. Fatimah     :  Tak apa.
Atah Roy       :  Berape duit yang puan habiskan untuk duduk menjadi pimpinan kerajaan?
E. Fatimah     :  Duit? Duit apa?
Atah Roy       :  Duit sosialisasi alias kampanyelah.
E. Fatimah     : Duit seharga seikat kangkong pun tak pernah saya keluarkan. Saya dipilih berdasarkan musyawarah dan diminta oleh rakyat.
Atah Roy       :  Oooo...
E. Fatimah     :  Mengapa awak bertanya seperti itu?
Atah Roy       : Tak ade. Di negeri saye, kalau nak jadi pimpinan atau duduk sebagai dewan kehormatan, harus punye duit berguni-guni. Ade duit, jadi ape pun bisa, walaupun hotaknye bangang.
E. Fatimah     :  Ah... Masa’?
Atah Roy       :  Auk deeeehhhh....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar