Selamat Datang di Hikayat Atah Roy. Senyum Adalah Keikhlasan yang Tak Terucap

Jumat, 29 April 2011

Teater dan Teknologi; Merekonstruksi Tubuh Teater Riau Yang Renta

Berbicara sejarah teater, maka sama saja kita bicara tentang sejarah manusia. Manusia pertama yang diciptakan oleh Sang Maha Sutradara, sekaligus Sang Maha Penulis, telah ‘memerankan’ perannya sebagai manusia yang berhadapan dengan konflik-konflik diri. Adam tidak kuat ‘bermonolog’ sehingga Sang Maha Sutradara, sekaligus Sang Maha Penulis menambah tokoh lain, yaitu Hawa. Kehadiran Hawa, menandakan konflik mulai dibangun, dan klimaksnya, tokoh antagonis bernama Iblis, dapat membujuk Adam dan Hawa terjerumus dalam permasalahan yang lebih rumit, sehingga dilemparkan ke dunia ini. Di dunia ini, cerita yang diperanan Adam dan Hawa, terus berlanjut sampai akhir ayatnya. Babak berikutnya, cerita diperankan oleh anak, cucu, cicit dan entah apalagi sebutannya, dari keturunan Adam dan Hawa.

Melalui inbox facebook, Atah Roy teman saya di Teluk Belitung, Kecamatam Merbau, Kabupaten Meranti, mengirim pesan kepada saya, tentang kekhawatirannya terhadap perkembangan teater di Riau. Atah Roy menulis; Aku tak habis pikir, pertunjukan teater di Riau terasa minim. Bukan itu saja, keberadaan teater Riau seperti berjarak dengan masyarakat. Teater Riau mengeksklusifkan diri. Pementasan Teater di Riau hanya ditonton oleh segelintir orang, itu pun dari kalangan masyarakat teater, bahkan orang yang katanya hidup di dunia teater, tak pernah mau menyaksikan pementasan teater. Ironis ya?

Pada alinea berikutnya, Atah Roy menuliskan solusi yang harus dilakukan oleh pekerja teater di Riau. Kata Atah Roy dalam tulisannya; Di tengah perkembangan zaman yang serba berbau teknologi ini, apakah pekerja teater berdiam diri dan menjaga jarak dari teknologi? Seharusnya perkembangan teknologi menjadi patner pekerja teater menuangkan gagasan mereka. Saya pernah melihat dua gadis belia memanfaatkan teknologi internet dengan memanfaatkan jejaring sosial youtube. Pada awalnya dua gadis belia itu iseng menyanyikan lagu Keong Racun, namun kemudian lagu tersebut dibicarakan seluruh negeri ini. Tak plak lagi, kedua gadis tersebut tiba-tiba menjadi buah bibir manusia yang mendiami negeri kita tercinta ini.

Latah? Tanya Atah Roy dalam tulisannya, kemudian Atah Roy menjawab pertanyaannya yang dilontarkannya sendiri. Aku kira tidak latah apabila pekerja teater Riau memanfaarkan teknologi seperti internet tersebut. Yang latah, tulis Atah Roy, apabila pekerja teater Riau hanya mengulang-ulang cerita masa lalu pada hari ini. Aku ambil contoh, jelas Atah Roy, cerita Hikayat Hang Tuah atau cerita lainnya yang berangkat dari masa lalu, tanpa ada sentuhan hari ini, itu baru dinamakan latah. Manusia pada hari ini berhadapan dengan masalah teknologi yang serba canggih, masak pekerja teater harus mengelap cerita masa lalu menjadi hidangan pada hari ini. Cerita masa lalu biar menjadi ladang untuk kita tanamkan sentuhan kreativitas hari ini, Bung. Hikayat Hang Tuah biar saja hidup dengan hikayatnya, kita harus bongkar esensi ceritanya dan kita tukangi dengan pahat bermata masa kini. Hang Tuah dan Hang Jebat hari ini sudah menggunakan internet membongkar kebobrokan suatu negara, tidak guna lagi keris yang diselipkan di pinggang. Keris yang diselipkan di pinggang akan berkarat dan bisa menikam diri sendiri.

Tidak puas dengan pernyataan di atas dalam tulisannya, Atah Roy melanjutkan tulisannya. Aku tidak puas dengan kehidupan teater di Riau. Apakah yang dicari oleh pekerja teater Riau? Sebagai perbandingan, tulis Atah Roy, aku menonton film Mr. Smit and Mrs. Smit yang dimainkan oleh atris seksi Anggelina Jolie dan aktor serba bisa Break Pett. Ceritanya berkisah tentang kesetiaan dan kedurhakaan seorang perempuan terhadap kekasihnya dan kesetiaan dan kedurhakaan lelaki terhadap kekasihnya. Adalah Mr. dan Mrs. Smit sepasang suami istri yang bekerja sebagai pembunuh bayaran. Di tengah kepopuleran keduanya, mereka dijebak dalam suatu misi yang harus saling menghabisi nyawa satu dengan yang lainnya. Pada satu sisi, mereka harus bertanggung jawab dengan pekerjaan, di satu sisi mereka teringat nilai cinta yang mendalam. Dan pada akhirnya, rasa cinta mengalahkan ego mereka tentang diri mereka yang menganggap lebih perkasa satu dengan yang lainnya. Cerita Mr. Smit and Mrs. Smit digarap menggunakan teknologi canggih. Selain itu, ceritanya juga relefan dengan keadaan hari ini.

Apa yang dicari pekerja teater di Riau, Bro? Atah Roy kembali bertanya dalam tulisannya yang ia kirim ke inbox facebook saya. Pekerja teater tidak akan musnah selagi manusia masih mendiami bumi ini, jelas Atah Roy. Pekerja teater Riau, tulis Atah Roy, harus memanfaatkan teknologi seperti yang dilakukan kedua gadis pembawa lagu Keong Racun, dan pekerja teater Riau harus juga menuangkan gagasannya ke dalam film. Buat film seperti Mr. And Mrs. Smit, Bung! Kami di kampung tak dapat menenguk pementasan teater yang hanya dipentaskan di Anjung Idrus Tintin yang megah itu. Selain itu, orang lebih suka menonton sinetron Cinta Fitri ketimbang menonton pementasan Nyanyian Angsa. Cobalah bung dan kawan-kawan melakukan penelitian, mana yang banyak menonton teater dibandingkan menonton film atau sinetron di rumah? Novel Laskar Pelangi, tidak akan dibaca orang kalau film Laskar Pelangi tidak ada.

Pada hari ini, tulis Atah Roy lagi, orang dapat menyaksikan pergelaran teater yang nyata di negeri ini. Segala peristiwa kehidupan negeri ini, semuanya seperti pementasan teater. Penonton pada hari ini, ingin melihat diri mereka bermain di atas bulan atau matahari dengan cerita super baru. Sekali lagi, manfaatkan teknologi, cari cerita baru, garap spetakuler dengan teknologi agar cerita yang dipentaskan dengan menggunakan media teater terasa menyegarkan, bukan malah sebaliknya, sehabis menonton teater wajah berkerut, tidak tahu apa yang dapat diambil dari pementasan itu. Dunia tidak statis, dunia dinamis, teater adalah bagian dari dunia yang terus bergerak mengikuti zaman. Masihkan kita menjulang Hang Tuah dan Hang Jebat dengan tanjak dan keris Tamingsarinya? Sementara perampokan bank, orang-orang telah menggunakan basoka, seperti Rambo. Selamat berpikir, Bung. Atah Roy menutup tulisannya yang dikirimkan lewat inbox di facebook saya.

Selesai saya membaca tulisan Atah Roy, alih-alih seorang anak muda menghampiri saya dan menyerahkan sebuah tiket pementasan teater berjudul; Adam dan Hawa Batal Ke Bumi.

1 komentar:

  1. Terpesona memang, tatkala saya membaca tulisan di atas. Kita tak tahu, sejak kapan orang Riau mulai belajar teater. Tapi yang jelas cabang kesenian ini telah bersatu padu dengan kehidupan masyarakatnya. Kalau saja kita mau menginngat-ingat masa lampau, pertunjukan teater merupakan suatu kebanggaan bagi masyarakat yang bermukim di daerah ini.

    Tahun demi tahun pertumbuhan teater itu berkembang dengan pesat. Pekerja-pekerja teater tak mau gegabah dengan melakukan cara-cara lama yang dianggapnya dapat merendahkan mutu suatu pementasan. Sebelum terjun kepentas terlebih dahulu mereka menyiapkan naskah, meng-casting para pemain dan melakukan latihan atas arahannya selaku sutradara.
    Kegiatan teater semakan terkoordinir dalam suatu organisasi. Pada priode 70-an munculnya Idrus Tintin dengan konsep-konsep teater modernnya, dan hadirnya Ibrahim Sattah melalui eksprimen-eksprimen kontemporer. Kedua tokoh ini tak obahnya bagaikan sayap-sayap merpati yang akan menghantarkan dan mengangkat kehidupan teater di Riau kepuncak ketinggiannya.

    Namun setinggi-tinggi terbang bangau, hinggapnya kekubangan jua. Kita tak bolah mudah terseret dengan pembaharuan-pembaharuan yang datang dari luar tanpa menyaringnya terlebih dahulu. Kesenian daerah (baca teater) juga perlu dibina dan dipertahankan, karena kesenian daerah itu sendiri merupakan akar penyanggah tumbuhnya batang, cabang, ranting dan daun dari perkembangan seni itu sendiri. Agaknya tak salah kalau saya ungkapkan kembali ucap Al-Azhar yang mengatakan bahwa , Riau bukan saja gudang, tetapi juga sumur yang tak akan kering-keringnya dengan khasanah seni dan budayanya. Berdasarkan kenyataan ini pulalah agaknya almarhum BM.Syamsuddin bersikeras mempertahankan dan tetap bertahan pada konsep teater tradisionalnya.

    Untuk membentuk satu pembaharuan atau sesuatu yang baru, kita memerlukan suatu gagasan yang matang. Keluar dari suatu pola yang sudah baku, kita perlu membentuk suatu pola lain yang betul-betul ampuh dan dapat diterima oleh masyarakat. Contoh Rendra, dia berhasil membawa ketoprak jawa ke dunia teater modern berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalamannya setelah bertahun-tahun mengikuti studi teater di Amerika. Ini tentu berbanding jauh kalau disejajarkan dengan pekerja teater yang ada di Riau, kebanyak diantara mereka usahkan studi teater, memiliki pengetahuan tentang dramaturgi sajapun bisa dihitung dengan jari.

    anak endung ketitiran
    anak merbah empat empat
    yang digendong berceceran
    yang dikejar tiada dapat.

    Salam Hormat dari saya..............Selamat berkreatifitas !!!.

    BalasHapus